Mari ke SKOUW, Papua dan lihat bagaimana Pemerintahan era saat ini berusaha mencitrakan tentang tidak ada lagi kesenjangan.
foto: Gerbang bandara Sentani |
foto: lapangan terbang bandara sentani |
Sambil istirahat, saya terpikir untuk menghabiskan
waktu di ibu kota provinsi Papua ini dengan berkunjung ke Pos Lintas Batas Negara (PLBN) yang ada di
sini bernama SKOUW. Perbatasan ini katanya menjadi batas akhir dan awal antar 2
negara yakni Indonesia dan Papua Nugini.
Maka usai mencari informasi keberadaan lokasi, saya pun lekas melakukan persiapan dengan menyiapkan jaket,
kamera mirolless Fujifilm A.10, HP, bahkan mantel hujan model ponco pun saya
bawa karena cuaca Sentani akhir-akhir
ini sering dilanda hujan. Langkah selanjutnya, berbekal kenalan ojek baru di
bandara, maka saya pun menggunakan jasanya untuk pulang pergi perjalanan dari Sentani-SKOUW. Kesepakatan beberapa ratus ribu
dengan nego ala sesama perantau jawa
maka saya dan Mas Yon pun sepakat.
“Ayo mas mangkat
(berangkat)” ujarku.
Sebenarnya selain
ojek, saya ingin pergi ke sana dengan menggunakan kendaraan umum yang
ada (taxi_baca). Namun oleh saran dari seorang kawan maka saya urungkan
perjalanan dengan meggunakan mobil umum, jauh dan ribet katanya. foto : selamat datang ke SKOUW
“Adoh kalau dengan mobil umum nanti akan lama
sekali, soalnya jika dari Sentani harus
naik turun taxi. Sentani-Waena,
Waena-Abepura, baru Abepura ke Jayapura . Baru setelah di Jayapura harus cari sewa kendaraan untuk ke sana karena
di sana belum ada kendaraan umum yang rutin naik ke sana” jawabnya panjang kali
lebar saat saya bertanya soal rute perjalaan menuju ke SKOUW.
foto : ini saya lho
Memang SKOUW yang kini menjadi destinasi wisata di
Jayapura sekitarnya dahulu belum seindah
saat ini. PLBN yang didirikan pada tahun 2006 ini pada awalnya memang hanya
berfungsi sebagai penanda batas antara dua negara. Lalu lintas PLBN hanya
berupa masuk-keluar perbatasan bagi orang yang hendak berpergian. Kemudian beberapa tahun kemudian pembangunan
PLBN SKOUW kembali dilakukan hingga akhirnya pada tanggal 09 Mei 2016 SKOUW
diresmikan dengan tampilan lokasi yang menarik. Selain sebagai batas negara
yang kian menarik, di SKOUW juga pernah diadakan festival crssborder SKOUW 2019 namun sayang di tahun setelahnya SKOUW kini
sepi karena adanya pandemi covid-19.
***
“Bagi pengunjung silakan menitipkan identitas
sebelum masuk ke PLBn SKOUW” tegas tentara saat saya bertanya tentang tata cara
masuk ke plbn SKOUW.
foto: bareng dengan mas yon |
Usai perjalanan sekitar 80 menit dengan jalur
darat akhirnya saya pun sampai di SKOUW ini. Perjalanan yang awalnya dipenuhi
dengan mobil dan motor (jalan raya) kemudian melintasi jalur hutan sekitar 30
menit akhirnya saya tiba di batas dua negara ini. Senang..ya senang sekali
karena akhirnya bisa sampai di batas negara ini. Namun sayang dalam lawatan
saya kali ini pengunjung dilarang melangkah masuk ke Wutung yang sudah masuk
wilayah negara Papua Nugini. Padahal di hari sebelum pandemi pengunjung masih
diperkenankan masuk hingga 200 meter dari titik gerbang pertama saat saya
menitipkan identitas ini.
“Karena pandemi pak, makanya pengunjung dilarang
masuk ke sana. “ jawab petugas PLBN kala saya menanyakan untuk diperbolehkan
masuk ke dalam.
“ Hmmmm mau gimana lagi, padahal saya ingin masuk
dan melihat kegagahan patung garuda Indonesia yang berdiri dan menghadap ke
arah Papua nugini”. Batinku.
“ ya wis
lah” jawabku
Walaupun ada larangan untuk masuk ke arah
batas tembok negara, sebenarnya saya masih sempat menikmati keindahan lain dari
SKOUW ini yakni dengan mengabadikan momen untuk foto di depan pos PLBN yang
bertuliskan Border Of Pos Republic
Indonesia . pada hari kamis itu, selain saya masih ada belasan orang yang
juga berswafoto di tanda ini.
“ NKRI harga mati, ayo foto saya”
“ckreek” bunyi kamera miroless yang terdengar menjadi
saksi bisu saat saya berfoto bersama dengan mas yon. foto: merah putih NKRI
***
Bagi saya yang kali pertama datang berkunjung ke
SKOUW, saya melihat bangunan PLBN ini memang dibangun dengan arsitektur kemegahan
bangunan yang berkolaborasi dengan tampilan budaya lokal. Seperti bangunan
bagian atapnya yang berbentuk perisai. Bahkan juga bagian dari ornamennya
memperlihatkan budaya dari masyarakat SKOUW. Menurut sumber, PLBN yang selesai
direnovasi pada tahun 2016 ini diadatasi dari bangunan khas bernama Tangfa.
Dimana Tangfa adalah ciri khas dari rumah adat dari wilayah daerah SKOUW. Keren itu menurutku. Dan memang selain
menampilkan SKOUW sebagai wajah perbatasan Indonesia di Papua
yang baru, pemerintah Indonesia juga menampilkan wajah perbatasan Indonesia di
beberapa tempat lainnya yakni PLBN Entikong PLBN Badau, PLBN Aruk, PLBN
Motaain, PLBN Wini, dan PLBN Motamasin. Semua PLBN ini berada di wilayah
perbatasan Indonesia dengan negara tetangga seperti Kalimantan yang berbatasan
dengan Malaysia, Nusa Tenggara Timur yang berbatasan dengan Negara Timor Leste,
dan Papua yang berbatasan juga dengan Papua Nugini.
Namun sekali lagi SKOUW adalah perbatasan
Indonesia-Papua Nugini ya.. bukan tempat rekreasi sebagaimana tempat wisata
lain yang bisa dinikmati dalam waktu berjam-jam lamanya. Belum ada ketersediaan
tempat untuk ngaso atau istirahat
kecuali di bawah pohon rindang (DPR). Barisan penjual makanan dan hasil
kerajinan juga tidak dijual di sini. Pengunjung bisa menemukan ini di tempat
lain yang jaraknya sekitar 200 meter dari tempat orang biasa berswafoto.
Mungkin nantinya akan ada kebijakan baru dengan menata ulang berupa fasilitas
guna menambah betah dan kesan bagi pengunjung yang akan berkunjung ke SKOUW
ini. Tapi bagi muslim yang ingin
beribadah tidak jauh dari SKOUW ada bangunan masjid AL-HIJRAH yang bisa
digunakan untuk beribadah.
***
Sedikit Cerita
Tentang Jembatan Merah, Yotefa
Selain SKOUW sebagai tujuan destinasi saya kali
ini, dalam rute perjalanan saya menyempatkan untuk singgah sebentar di Jembatan
Merah bernama jembatan Youtefa. Jembatan yang menjadi kebanggaan orang Papua
ini merupakan jembatan pertama yang ter
ter ter lho.. saking ter-nya ini
jembatan, ia masuk sebagai landmark dalam
uang cetak nilai 75.000 rupiah.
Jembatan ini terletak di selat Youtefa yang berada
di Distrik Muara Tami Kampung Hamadi. Jembatan ini memiliki panjang 11,6 km.
Pelengkung baja sebagai penyanggah jembatan ini katanya merupakan pelengkung
terpanjang di Pulau Papua ini, keren.
Bahkan hasil dari pembangunan ini juga masuk ke dalam rekor MURI
Indonesia.
foto: salam Indonesia bung.. |
Jembatan yang diresmikan pada masa era presiden
Jokowi ini pada akhir Oktober tahun 2019 merupakan jalan alternatif bagi pengendara yang ingin
berpergian. Menurut menurut Mas Yon, orang memilih untuk melewati jembatan ini
tidak lain karena jika melewati rute lama kendaraan harus menanjak dan melalui
jalan berlubang sehingga mereka menggunakan jalur baru ini. Walaupun, jembatan
ini dinilai sebagai kebanggaan pemerintah daerah melalui Dishub, rupanya di
sini tidak diberikan izin kendaraan untuk berhenti di sepanjang jalan ini. Mungkin takut macet dan lainnya. Jadi,
saya pun memamfaatkan waktu untuk foto dan harus lekas bergegas.