Resensi Buku : Gusdur dan Kelebihannya

Judul : 41 warisan kebesaran gus dur Penulis : M.Hanif Dhakiri Penerbit : LKiS Tebal : 204 Halaman Tahun terbit : 2010
Sejarah bangsa ini tidak pernah lepas dari banyaknya orang yang hidup didalamnya. Seperti halnya sosok KH Abdurrahman Wahid atau lebih dikenal dengan gusdur, presiden ke empat indonesia. Mengenal sosok gudur maka seolah mengenal sosok yang kontroversial di mata masyarakat saat ia masih hidup. Ia tipe yang membingukan kala mengatakan hendak ke kanan ternyata ia malah berbelok ke kiri. Walau seperti itu, pemikirannya yang mampu merevalitasi, disorientasi, bergaya modernism mampu memecah pemikiran yang tradisionalisme. Buku ini merupakan sebuah rangkuman dari banyak hal tentang pemikiran dari gusdur dalam 41 pokok pemikirannya. Harapan ketika pembaca emmbaca buku adalah sebuah pemahaman terhadap intergritas yang dimiliki oleh gus dur selama ia hidup. Kematian Gusdur pada tanggal 30 desember 2009 silam memberikan sebuah tanda duka yang mendalam. Dimana sosoknya sebagai seorang begawan politik ini sangat disegani oleh kalangan kawan sejawat bahkan oleh lawan. Pemikiran-pemikiran dari sosok Gusdur mungkin memang menyesuaikan dengan apa yang dimilikinya dan lingkungannya. Dimana sejarah garis keturunan gusdur memang seorang putra dari tokoh hebat bangsa ini yakni KH.Hasyim Asyari dan H Ahmad Wahid Hasyim. Mereka adalah tokoh pendiri Persatuan Ulama (NU)dan menjadi panglima dalam mendukung indonesia pada saat perjuangan. Legitimasi seperti inilah yang menjadikan sosok gusdur mampu menjadi orang yang hebat. Bahkan dalam silsilah kerajaan Gusdur masih mempunyai hubungan dengan Raden Brawijaya IV yang nantinnya bersambung ke Jaka Tingkir (Kerajaan Pajang). Salah satu yang menjadi pokok dari kekuatan pikiran gusdur adalah pemikirannya dalam melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan keadilan. Sosoknya yang sangat inspiratif ini mampu melahirkan tokoh didikannya seperti Hasyim Muzadi, Alwi Shihab, Mahfud MD, dan tokoh lainnya. Mereka dididik dengan gaya Gusdur yang sangat luwes dalam melihat sebuah perbedaan dalam kehidupan sekitar. Karir yang dilakukan oleh Gusdur ini merupakan buah perlawanan ketika yang ia lakukan pada masa Orde Baru. Dukungan Gusdur untuk mendirikan ICCI menjadi awal perlawanan pada 1990-an. Bahkan memasuki masa pemilu tahun 1992 Gusdur melakukan orasi yang bertempat di Istora senayan, hasilnya 200.000 simpatisan NU mendukung orasi dalam pristiwa itu yakni menolak kembali kepemimpinan Soeharto. Tumbangnya orde baru dan naiknya gusdur menjadi Presiden setelah melakukan pemilihan umum langsung menjadi buah lahirnya demokrasi. Bahkan Gusdur sebagai kepala pemerintahan mampu menjadi sosok yang yang toleran terhadap perbedaan, seperti halnya memberikan kewenangan terhadap kaum tionghoa untuk melakukan upcara hari besar dan kemudian. Dimana sebelumnya selama 32 tahun kebebasan etnis Tionghoa dibatasi. Buku ini bagus dibaca oleh kalangan umum maupun kaum intelektual yang hendak memahami pemikiran tokoh besar bangsa ini. Sosok gusdur yang dikenal sebagai bapak pluralism menjadi tanda bahwa Islam yang menjadi agama yang sangat mengharagi dengan perbedaan antar golongan, ras, dan agama. Sikapnya yang tidak menyukai kekerasan menjadikan dia sebagai orang baik yang dikenang sepanjang masa. Bahasa yang ringan dalam menjelaskan namun kurang kritis dan analitis tulisan yang membahas pemikiran ini sehingga masih dangkal jika dibaca oleh kalangan intelektual. Perlu agaknya pengarang menuliskan secara dalam bagaimana sosok Gusdur ditengah umat dan euforianya.

No comments:

Post a Comment

Catatan perjalanan : Tempat Pengasinganku adalah Rumahku

( Catatan perjalanan : Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende-NTT ) Perjuangan seperti apa yang bisa dilakukan Dalam keadaan terkucil sep...