Udara hari itu sangatlah dingin,
usai berkelana menjelajah Pulau Jawa selama 100 hari akhirnya aku telah berada
di tanah Kerinci, Jambi. Kali ini hari Minggu, 15/2 aku melakukan lanjutan
perjalanan menuju destinasi wisata alam selanjutnya. Tempat itu bernama Gunung
Tujuh. Bagi para pendaki dan menyuakai wisata alam nama
Gunung Tujuh tidak terlalu asing untuk di dengar, sebaliknya pesona alam
yang indah serta eksotis menjadikan gunung ini layak dikunjungi oleh para
pendaki ataupun pencinta alam. Gunung Tujuh merupakan danau yang terletak di
atas pegunungan yang tinggi, setidaknya membutuhkan waktu 3-4 jam perjalanan dari
pos awal gerbang Gunung Tujuh.
Aku (Priondono), bersama Mirna, Erna,
Eko, Ade, dan beberapa pemuda asli asal Kayu Aro bersama untuk melakukan
perjalanan ini. Akses perjalanan menuju Gunung Tujuh tidak terlalu sulit.
Kendaraan umum maupun pribadi bisa menjadi alternatif dibandingkan harus
berjalan kaki dari jalan raya menuju pos gerbang Gunung Tujuh sekitar 3 km atau
20 menit perjalanan dengan kendaraan. Setelah itu perjalanan dilanjutkan dengan
track berjalan kaki secaa menanjak
kemudian menurun dengan tingkat kemiringan secara bervariasi. Secara pribadi, Perjalanan
ini adalah kali pertama yang penulis lakukan setelah menunggu selama 25 tahun. Keinginan
lama untuk mendaki Gunung Tujuh yang terdapat danau itu terwujud di tahun 2015.
***
Jam tangan ruggerku menunjuk waktu 10.00 WIB, udara Kayu Aro masih dingin
untuk aku yang baru kembali dari tanah Jawa. Aku ada janji untuk melakukan
petualangan di alam bebas lagi, dan kali ini tempat itu bernama Gunung Tujuh. Miyrna dan beberapa teman-teman
lainnya telah berada di stand by di Simpang
Tugu Harimau, Kersik Tua sebagai lokasi berkumpul.
“Maaf agak telat..” begitu
ucapanku karena memang seharusnya kami pergi sekitar jam 09.30 WIB.
Perjalanan dengan agak santai aku
lakukan selama kurang lebih dari 1 jam perjalanan, jika lokasi berkumpul kami
dalah Tugu Harimau, maka sebenarnya penulis memulai perjalanan ini dari titik desa Sako Dua, Kayu Aro Barat.
Mengendarai tunggangan lamaku sepeda motor merek astrea supra kami bersiap menaklukan perjalanan sekitar 5 km
dari atau danau yang terletak di ketinggian 1950 Mdpl.
Aku tidak membawa peralatan yang
banyak, sebuah tas yang memang biasa aku gunakan dalam perjalanan hacking tidak banyak membawa barang jadi
telalu padat. Air minum secukupnya, nasi bungkus, cemilan makanan ringan,
karung untuk pengganti sajadah, penutup kepala, kamera digital, dan bendera
merah putih menjadi perlengkapan dasar yang aku bawa. Perjalanan sehari ini
memang membutuhkan waktu seharian namun untuk pelengkapan cukup membawa
peralatan yang sederhana. Sedangkan Eko
dan teman-teman lainnya hanya membawa bekal makanan yang dikira juga sudah
cukup. Sesampai di lokasi terakhir pemberhentian sepeda motor kami membayar
parkir 5000 rupiah dan membayar retribusi masuk Gunung Tujuh sebanyak 5.000
rupiah. Dan setelah itu kami pun bersiap untuk melangkah berjalan menanjak dan
menuruni perbukitan menuju Gunung Tujuh.
Cuaca tidak terlalu panas
walaupun matahari menyinari kami pada saat itu. Gumpalan awan-awan putih Nampak
menggunung di atas kepala. Perjalanan yang dimulai sekitar jam 11.00 lewat. Treck pendakian atau hacking ini memiliki variasi. Pada
awalnya pejalan akan melintasi jalan datar dan sedikit menanjak, dimana posisi
sebelahnya adalah ladang-ladang petani yang ditanami dengan tanaman bulanan
seperti kentang, cabe dan tanaman yang dipanen per bulanan tersebut. Karena
jalan tidak terlalu rata dan harus menanjak maka suara nafas mulai terdengar
tersengal-sengal. Tiap salah satu terasa lelah maka perjalanan kami berhenti
sejenak. Sambil bercerita lepas aku pun mulai mengenal mereka satu per satu,
cerita dalam pertemanan sehari.
***
“Dari
mana?” tanyaku
kepada sekelompok pemuda yang kebetulan sedang beristiahat di sebuah pepohonan
di depan kami.
“Dari
dhamasraya bang..”
Begitulah jawaban singkat ketika
kami mulai berkenalan antar satu dengan yang lainnya. Pendakian yang dilakukan
oleh sekelompok pemuda yang berlabel mahasiswa ini rupanya tidak hanya sekedar hacking di pegunungan dingin ini namun
juga hendak bermalam di sekitaran Gunung Tujuh. Sebuah tas carel besar dengan
dipadu peralatan sewa lain berupa matras terlihat di sela-sela tas yang mereka
bawa. Kami tidak berkenalan lebih lanjut karena harus segera samapi di Gunung
Tujuh dan menikmati alam indah tersebut sebelum hari beranjak sore.
Perlahan langkah kaki yang
tadinya semangat kini mulai agak melemah. Entah berapa kali perjalanan ini agak
tiap sebentar berhenti sejenak. Haus, lelah, dan lapar terdengar hingar binger.
Tidak jarang barisan ini mengucapkan. “wolon..wolon”
begitu ujar mereka dalam bahasa jawa yang artinya saatnya berhenti sejenak dan
makan perbekalan. Perbekalan yang hanya cukup untuk hacking dirasa cukup membuat kami tidak terlalu khawatir dengan
perbekalan akan habis. Walaupun akhirnya kami berhenti toh kami masih bisa menahan diri untuk tidak memakan nasi kecuali
perbekalan air minum dan makanan ringan saja.
***
Bendera
merah putih akhirnya aku bisa menegakan kamu di tanah tertinggi di Gunung Tujuh.
Angin
yang bertiup mengibarkan bendera ini dengan penuh gagahnya. Alam bangsa
Indonesia adalah bagian dari kesejatian nasionalisme. Terima kasih Indonesiaku.
Aku bersorak kecil ketika
menuruni perbukitan menuju ke pinggiran danau. Suasana dingin amat kurasakan ketika berada di tepian
danau tersebut. Segera aku kenakan kembali jaket hijauku lengkap dengan penutup
kepala. Rasa dingin semakin terasa ketika hembusan angin sampai di wajah.
Walaupun aku tidak menemukan feel
sesungguhnya danau ini ketika matahari terbit namun aku merasakan rasa dingin
dan alam yang senyap di sekitaran danau yang menambah rasa eksotis alam danau Gunung
Tujuh.
Suasana danau yang kian sepi
karena ditinggalkan paa pengunjung hanya menyisakan kami bertujuh di sekitar
danau. Walau sebenarnya dai kejauahan Nampak sebuah tenda merah masih
berdiri. Usai mengambil foto berupa
pemandangan alam sekitar dan foto bersama bendera Indonesia akhirnya telah
sampai di batas normal. Santapan siang yang kini menjadi dingin seketika tandas
di makan bersama. Sayangnya perjalanan ku ini berlabel hacking padahal ingin rasanya perjalanan ini adalah nginap. Seperti
saat aku mendaki merapi. Dengan waktu yang sedikit ini lekas aku mengabadikan
moment dengan hasil foto melalui kamera digital ini.
Danau
Gunung Tujuh nan eksotis
Secara geografis letak, Danau
Gunung Tujuh terletak di Kabupaten Kerinci, Jambi. Atau tepatnya di Desa
Pelompek, Kecamatan Gunung Tujuh. Luas area Danau Gunung Tujuh ini sekitar 9,6 km², dengan Ketinggian laut yakni 1.950 M. sedangkan panjang yang dimiliki oleh danau ini 4,5 km dan lebar 3 km. penamaan Danau Gunung Tujuh menurut banyak
orang atau penduduk sekitar dikarenakan letak danau ini diapit oleh pegunungan
yang berjumlah tujuh buah. Sayang sekali penulis tidak mempunyai waktu yang
cukup untuk melakukan dokumentasi keindahan alam danau ini yang diapit tujuh
pegunungan, kecuali beberapa pegunungan saja yang tampak.
Pemilihan
danau ini sebenarnya menjadi rute lanjutan juga pendaki Gunung Kerinci usai
menaklukan puncak tertinggi di Indonesia tersebut. Jarak antara pos gunung
kerinci tidak terlalu jauh jika ditempuh dengan kendaraan umum dalam bentuk
sewa. Maka setelah Gunung Kerinci perjalanan dilanjutkan menuju Danau Gunung
Tujuh seolah menjadi hal yang harus dilakukan bagi pencinta alam. Jadi biasanya
bagi telah mencoba bermalam di Gunung Kerinci maka ia pun harus juga bermalam
di tepian Danau Gunung Tujuh.
Dalam
perjalanan ini tidak ada hal atau masalah yang dilalui kecuali fisik yang
memang terkuras ketika melakukan hacking ini. Jika waktu normal membutuhkan
waktu sekitar 3-4 jam hal ini bisa terasa lebih lama hingga lima jam. Oleh
karena itu tidak ada salahnya bagi penikmat alam hendaknya melakukan olaraga
terlebih dahulu agar terbiasa melewati treck
jalan yang memang tidak ramah bagi pejalan kaki.
jepret gambar
jepret gambar II
No comments:
Post a Comment