Langkah
kakiku melangkah ke depan secara prlahan sembari membetulkan kembali posisi tas
ranselku yang agak miring. Perjalanan hampir satu jam dengan bus trans jogja
membuatku merasa bosan. Namun toh kebosananku sirna juga karena akhir
perjalananku menemui ujungnya, tujuanku sendiri yakni menyambangi pustaka megah
Grahatama, Yogyakarta terbayarkan. Pustaka anyar
yang berada di jalan Banguntapan, Janti ini merupakan pustaka yang resmi dibuka
pada awal tahun 2016. Ketertarikanku sendiri menyambangi pustaka Grahatama
karena pembangunan gedung tersebut, dimana Grahatama yang diresmikan langsung
oleh Sultan Hamengkubuwono XI ini dikatakan
sebagai gedung pustaka termegah di asia tenggara. Ribuan buku dengan berbagai
judul dan fasilitas publik diharapkan memang menjadi gedung ilmu pengetahuan,
sebagaimana peran kota Yogyakarta sendiri sebagai kota pelajar.
Jam
tanganku menunjukan pukul 10.00 wib. Sebelum
memasuki gedung pustaka, terlebih dahulu aku berhenti di sebuah pondokan kecil
yang berada tepat di depannya. Pondokan yang berukuran tiga kali tiga meter
tersebut terdapat bongkahan batu besar hitam yang terukir berupa tulisan dan
tanda tangan milik Sultan Hamengkubuwono X. Singkatnya, kemegahan gedung ini dibuktikan dengan bongkahan batu besar
yang terukir dan menandai berdirinya gudang ilmu modern Yogyakarta.
Bangunan ini memiliki luas yakni 2,4
hektare dan dalam proses pembangunanya telah menghabiskan anggaran dana sampai
70 milyar. Dengan luas dan besaran dana untuk pembangunan ini, pustaka selain dimamfaatkan
publik sebagai pusat ilmu, pustaka ini juga dilengkapi dengan fasilitas berupa
taman bahkan ruang audivisual yang menayangkan film-film pendidikan.
Aku
meneruskan niatku untuk memasuki ruang pustaka Grahatama. Seusai menuliskan
identitas di pintu masuk dan meletakan tas di loker yang disediakan aku berjalan menelusuri
koridor pustaka. Berada di lantai dua aku bisa melihat langsung kemegahan
menara Grahatama yang berjumlah empat buah. Menara yang menjadi ciri identitas
pustaka ini memiliki makna. Sebagaimana nama Grahatama yang berarti tempat
menyimpan swaka, empat menara
tersebut dilambangkan dengan empat kesempurnaan orang jawa yakni prakoso, wuluh,wangi dan agung. Sambil duduk di taman aku juga
memperhatikan kesantunan bahasa yang terukir di setiap tonggak besar yang
menjadi pondasi Grahatama. Kalimat yang berupa kutipan ini diukir dalam ukiran bahasa latin jawa.
Puas
memandang sekeliling lantai dua aku beranjak dan menuju ke lantai tiga. Sebuah
ruangan yang tidak terlalu luas namun tersekat dengan kaca-kaca yang tranparan.
Berbeda dengan pustaka lainnya di sini alas kaki hendaknya dimasukan ke dalam
kantong yang telah disediakan dan dibawa masuk. Walau sedikit ribet namun hal
ini bertujuan untuk mengindari kehilangan alas kaki dan menjaga kebersihan
pustaka tersebut.
***
Hal
yang patut disayangkan ketika aku berkeliling pustaka ini adalah masih minimnya
petunjuk atau denah ruang. Grahatama yang dibangun dengan tiga lantai ini
memiliki ruang-ruang yang berbeda. Oleh karena itu jangan segan untuk bertanya
kepada petugas pustaka untuk mencari ruangan yang ingin dilihat. Seperti yang
aku lakukan untuk mencari ruang audiovisual. Ruangan yang menayangkan video
pendek tiga dimensi ini dibuka secara umum dan gratis.
“ambil
tiket dulu mas di depan setelah itu silakan turun ke lantai satu” jawab petugas
pustaka
Walau
video pendek ini gratis pengunjung tetap masuk melalui tiket yang disediakan di
lobi pustaka. Selain untuk mencitakan budaya tertib hal ini juga membatasi
penonton karena ruang audivisual yang terbatas, dimana ruangan ini hanya bisa
menampung sekitar 15 penonton saja. Video yang ditayangkan dengan durasi
sekitar 10-15 menit ini menayangkan film pendek berupa ruang angkasa,
dinosurus, maupun film animasi yang masih bergenre pendidikan. Dengan efek enam
dimensi aku bisa merasakan gejolak petualangan yang timbulkan oleh efek
kacamata yang dipakai dan goyangan bangku tempat duduk yang bergerak otomatis.
Usai
menonton film pendek bergaya enam dimensi aku masih memiliki kesempatan untuk
menonton film pendidikan yang berada di ruang berbeda. Ruang tersebut bisa
menampung penonton sampai 50 orang. Namun
sebelum menonton trelebih dahulu aku memasuki ruangan pustaka yang
berisi buku bebas, biasanya novel. Rak-rak besar yang berisi buku telah
dipenuhi pengunjung yang ingin merilekskan diri dengan membaca bacaan yang
ringan.
Walau
sedikit berantakan dengan banyaknya pengunjung yang membaca di sembarang rak
akibat bangku tempat duduk yang penuh namun pustakan ini tetap sunyi dengan
keheningan pembacanya. Aku lekas mengambil sebuah buku berjudul sang pemimpi
karya andera hirata yang kutemukan di sudur rak. Sebuah bangku kosong terlihat
baru ditingggalkan sendiri.
***
Pustaka dan buku
Grahatama
adalah salah satu dari sekian banyak pustaka yang ada di Indonesia. Minimnya
minat baca orang Indonesia membuat banyak perubahan dari wajah pustaka. Ketika
menyambangi pustaka Grahatama saya mengingat kembali banyak pustaka yang pernah
saya kunjungi, salah satunya pustaka pustaka bung hatta di bukit tinggi
sumatera barat. Simpulannya saya melihat bahwa pustaka-pustaka ini memiliki
daya tarik yang wah untuk mengajak
masyarakat datang dan berkunjung ke pustaka. \
Perpustakaan
hanyalah salah satu tempat untuk mendapatlan ilmu. Oleh karena itu tidak ada
salahnya memberikan waktu untuk berkunjung ke pustaka sebagai tempat yang
membahas banyak ilmu. Tidak hanya ilmu eksak, sosial, namun juga bacaan lain
yang akan memperkaya literature pengetahuan dan daya pikir pembaca.
Wajah
pustaka seperti Grahatama seperti yang telah diuraikan di atas secara gamblang
tidak hanya mempromosikan wajah pustaka sebagai gedung baru namun wajah lain
pustaka dengan fasilitas yang dimilikinya. Adanya fasilitas berupa nonton
bareng untuk film pendidikan maupun film bergaya enam dimensi menjadi promo
menarik di samping buku-buku yang berjumlah ribuan yang patut menjadi refrensi
bacaan.
Kesan
saya ketika meninggalkan gedung ini adalah harapan. Bahwa semoga literatur yang
menjadi koleksi pustaka megah ini mampu termamfaatkan sehingga menjadi kebaikan
bagi masyarakat Indonesia. Menuju ke persaingan global membutuhkan persiapan
yang matang, jadi mari belajar dan memamfaatkan pustaka sebagai sarana belajar.
No comments:
Post a Comment