Ndaki gunungku
bukan membawa perasaan yang sendiri
Namun membawa
hati yang ingin terus berdiri
Prie
Sudah lama aku tidak mencoba untuk
mendaki gunung sambil menikmati indahnya malam di puncak gunung, merasakan
dinginya pagi, serta belajar untuk menata emosi. Kali ini bulan Mei di tahun
2015 akhirnya aku menemukan kembali suasana yang sama dengan rasa yang berbeda.
Pendakian Gunung Talang dengan ketinggian 2597 Mdpl sukses aku taklukan bersama
rekan sejawat yang umumnya adalah guru-guru muda PPG UNP 2014. Pendakian ini bagi semua orang adalah
pendakian perdana, Jika bagi sebagian besar pendakian ini adalah mendaki gunung
yang pertama kali dilakukan namun bagiku ini adalah pertama kalinya aku mendaki
Gunung Talang. Perencanaan yang harus cancel
beberapa kali oleh beberapa sebab akhirnya membawaku ke puncak Gunung Talang ini.
***
Jumat yang dingin di awal Mei menyambutku dan rekan-rekan lain
di kawasan Aia Batumbuk, sebuah nagari yang berada di wilayah adminitrasi Kabupaten
Solok, Sumatera Barat. Perjalanan ini sendiri dimulai dari asrama UNP. Aku (Prie),
Defrianto, Fran, Bayu, Hafiz, Yeti, Sri Mulyani, Devi, Fitri, adalah guru muda
PPG yang berniat berangkat ke Gunung Talang ini. Anggota bertambah dengan
kehadiran rekan-rekan lainnya yakni Idris, Fendy, dan Yopi, jadi keberangkatan
kali ini genap berjumlah 12 orang, dengan membawa perlengkapan berupa tiga buah
tenda, beberapa tabung gas untuk memasak, dua kompor, dan satu buah nesting.
Kami akan menghabiskan waktu sekitar beberapa hari dari hari Jumat hingga Minggu
sore. Semangat.
“Bara
orang yang naik hari ko da?”
“Banyak,
lai ado sekita ampia anam ratus urang”
Usai melaksanakan salat Magrib aku
mendaftarkan diri sebelum mendaki. Pendaftaran ini meliputi pendaftaran diri
per orang dan parkir motor, aku merogok kocek untuk membayar administrasi sejumlah 144 ribu rupiah. Sambil menunggu
antrian aku bercakap-cakap dengan petugas penjaga Gunung Talang. Dari
percakapan singkat ini aku mengetahui dua hal sebagai informasi, pertama waktu
yang dibutuhkan dalam pendakian hingga pintu angin sekitar lima jam perjalanan,
Selain itu aku pun juga tahu bahwa jumlah orang-orang yang melakukan
pendakian Gunung Talang rupanya membludak
dari perkiraanku mencapai hampir 600
orang. Pasti akan ramai di sana, ujarku
dalam hati.
Pendaftaran usai, setelah mendaftarkan diri serta membayar uang
masuk yang tanpa bisa ditawar. Aku mulai bergegas melakukan penataan ulang tas
masing-masing anggota dan bersiap
mendaki Gunung Talang di malam ini. Setelah proses penataan ulang selesai
kami berkumpul terlebih dahulu sebelum
mendaki. Tujuan berkumpul ini adalah mencek ulang kondisi fisik serta
psikologis sebelum mendaki, dan yang utama adalah melakukan kegiatan berdoa
bersama yang dipimpin oleh leader
dalam pendakian, berdoa sembari berharap
bahwa pendakian ini memiliki niat yang baik dan memohon perlindungan dari Tuhan
Yang Maha Kuasa. Ammin.
Semangat
***
Pendakian yang dilakukan malam hari
adalah hal yang pertama aku lakukan. Jika biasanya aku pada pendakian terdahulu
selalu mendaki pada siang atau pagi hari, kali ini aku harus melakukan
pendakian malam hari. Menurut Idris selaku seniorku dulu di Jurusan Sejarah UNP
yang pernah beberapa kali mendaki Gunung Talang mengatakan pendakian malam akan
lebih baik karena tidak terasa panas oleh sengatan matahari. Setidaknya panas tubuh (berkeringat) akibat badan
yang terus bergerak. Alasan lain yang
membuat pendakian ini dilakukan malam hari karena pendakian malam tidak
membutuhkan konsumsi air yang berlebihan. Pendakian Gunung Talang melalui Aia
Batumbuk ini menurutnya minim air, sumber air hanya ada di dua tempat yakni di perkampungan warga serta di puncaknya
(lokasi nge-camp). Aku manut ae
Namun perjalanan malam memiliki sebenarnya
sisi kelemahan yakni gelap. Perjalanan yang harus beberapa kali harus melewati treck jalan yang menanjak, serta melewati tanah lembab membutuhkan
pencahayaan yang cukup melalui senter atau sumber cahaya lain. Cahaya bulan
selama menelusuri jalanan hutan Gunung Talang lumayan membantu di samping
cahaya dari lampu senter yang hanya empat buah. Entah berapa kali aku hampir
terpeleset oleh batang kayu yang lembab serta tanah yang lembab. Walau seperti
itu dalam perjalanan ini cuaca sekitar Talang bersahabat. Udara yang dingin
tidak bertambah dingin setidaknya tanpa hujan turun. Perjalanan malam ini
terasa berbeda, walaupun kebanyakan anggota adalah pendaki perdana namun
semangat serta perlengkapan yang mereka bawa cukup baik, salut untuk mereka.
Simpulan untuk rute perjalanan Gunung
Talang diawali terlebih dahulu dengan melewati perkampungan warga setelah itu perjalanan berlanjut melewati perkebunana
teh, lading warga, menelusuri pinggiran hutan, dan pintu angin Gunung Talang.
Kondisi jalan cukup baik jika tidak turun hujan memudahkan perjalanan kami.
Umumnya kita melewati jalanan berupa tanah padat yang bisa berubah menjadi
lunak jika turun hujan. Namun pendakian ini tidak mudah menemukan lokasi yang
pas untuk mendirikan tenda sementara (istilah shelter 1 yang biasa ditemukan di
pendakian gunung lainnya). Sebab treck
lokasi ini dalam posisi menanjak tanpa ada lahan yang datar, selain itu juga
ketiadaan sumber air yang dekat. Jadi bagi yang hendak berangkat di siang hari
harap membawa air yang cukup karena keterbatasan di tengah perjalanan.
Perjalanan ini langsung tembus menuju pintu angin Gunung Talang
***
Puncak I want get you…
Jika
dibandingkan dengan hari kemarin cuaca kali ini lebih bersahabat. Tidak
berembun serta turun rintikan hujan seperti kemarin. Usai bangun tidur dan
sarapan seadanya aku dan rekan lainnya mulai menyiapkan diri menuju ke puncak.
Jarak camp dengan puncak hampir 300 Meter. Dan untuk mendaki puncak Gunung
Talang ini memang tidak dengan jalanan yang mudah dilalui. Beberapa kali Bg Ajo
(Def) tersesak nafasnya kala menaiki jalanan menuju puncak yang mendaki tajam
ini, begitu pula dengan Fitri, maupun Yet. Dan entah berapa kali pula Tachi berhenti
dan memutuskan untuk tidak ke puncak.
“Mumpung
lagi di sini kak, mari kita ke puncak, di sana kita tidak hanya melihat
danau-danau ini, tapi juga melihat Gunung Merapi dan Singgalang”
Tachi
agaknya termotivasi, walaupun dia hanya mengenak sepatu kets yang licin namun
akhirnya ia berhasil menaklukan puncak bersama rekan-rekan lainnya. Heroik juga ya. Memang bebatuan serta
tanah berpasir menyulitkan dalam pendakian menuju ke puncak. Oleh karena itu
dalam pendakian puncak ini disarankan untuk mengenakan alas kaki yang memang
digunakan untuk kegiatan out door. Pendakian dengan track yang miring ini
setidaknya bisa menyebabkan kecelakaan yang fatal jika sampai terjatuh.
Hembusan asap belerang yang menyengat menjadi tanda “awas” melalu masker atau
kain tipis penutup mulut.
Selangkah
demi selangkah akhirnya pendakian puncak usai juga. Terlihat rona-rona kepuasan
dari dari mereka. Walau terlihat lelah namun puncak akhirya mereka bisa pijak.
Sorakan-sorakan kepuasan terdengar keras dari puncak ini. Dan aku lebih memilih
mengambil gambar-gambar yang menarik dari sisi puncak ini. Alhamdulillah ya Allah. Mengabadikan moment dalam gambar yang
terekam secara digital adalah hal tidak bisa diganti ( filosofi pendaki).
Keindahan alam adalah salah satu ciptaan Tuhan yang tidak tergantikan. Ada
sebuah rasa damai yang terasa ketika berada di puncak ini. Bentangan bendera
merah putih pemberian ayahku pun menjadi penyanding dari keindahan di puncak
Gunung Talang ini.
Sambil
menikmati puncak Talang ini aku melihat kembali posisi gunung ini yang
menurutku menarik. Kalau boleh memberikan perumpaan, maka gunung ini adalah Gunung
Antara. Posisi letak gunung yang
sejajar dengan barisan gunung yang lain menyebabkan Gunung Talang berada di
posisi tengah-tengah. (Gunung Merapi-Gunung Talang-Gunung Kerinci). Entah
berapa kali Yet maupun Bang Ajo menuturkan kalau Kerinci sebagai destinasi
gunung yang mereka ingin daki kelak. Melihat sosok Gunung Kerinci yang tampak
dari kejauhan membuat semua orang yang belum pernah mendaki Gunung Kerinci ingin
mendaki gunung tersebut.
***
Jam
menunjukan pukul 12.50, kami berdoa kembali sebelum berangkat menuruni hutan
Gunung Talang dan kembali ke Padang. Perjalanan penaklukan puncak Gunung Talang
akhirnya selesai dan saatnya untuk
kembali kepada rutinitas sebelumnya kembali ke padang. Namun perjalanan
menuruni hutan Gunung Talang hingga ke perkampungan warga rupanya tidak semudah
ketika naik. Guyuan hujan pada malam hari hingga dini hari membuat jalanan
tanah menjadi lunak. Beberapa kali rekan-rekan terjatuh di kubangan tanah
tersebut. Sapaan pendaki lain seperti pelan-pelan,
hati-hati menjadi kosakata kepedulian yang jama diucapkan. Rute perjalanan
juga terlihat memanjang dengan menggunakan jalan baru sebagai alternatif
ditengah jalan akibat jalan utama menjadi lunak (rusak). Menempuh jalanan alternatif
memang tidak terdapat kubangan tanah namun aku harus berjalan dengan kaki
telanjang akibat sandalku yang licin.
Tepat
pada jam 17.00 akhirnya sampai di perkampungan warga, usai menunaikan Salat
Jama’ Zuhur dan Ashar, serta mengambil motor kami pun kembali ke Padang dengan
badan yang lelah namun dengan paras muka yang penuh dengan kemenangan.
See you again talang
No comments:
Post a Comment