“ Di sini pernah ada
cerita, tentang sebuah kisah yang menjadi bagian sejarah “
Rasa
penasaranku tentang kejayaan lama kota tua Sawalunto akhirnya terbayar kala aku menyambanginya awal
November lalu. Bacaan ku tentang keindahan, sejarah, potensi, serta kebudayaannya
membuatku tergerak datang ke kota kecil ini. Sawalunto adalah peradaban, kota yang di masa lalu
menjadi daerah yang maju dengan segala fasilitas yang ada. Seperti timur tengah
yang maju karena potensi minyak begitu juga dengan kota kecil ini. Batu bara
adalah komoditi yang sampai saat ini masih digali dan dimamfaatkan di kota Sawalunto
ini.
Perjalanan
tiga jam bersama rekan junior bernama Ryan dari kota Padang membuatku terkesima
dengan kota ini. Sebuah kota yang megah dan tertata rapi berada di pedalaman
yang jauh dari ibu kota provinsi maupun pesisir pantai. Kejayaan masa lalu masih
dapat dilihat hingga saat ini, baik berupa bangunan lama seperti Hotel Ombilin,
rumah sakit, balai kebudayaan, tempat-tempat ibadah, hingga pabrik batu bara ombilin.
Destinasi panorama alam serta kota Sawalunto dapat dinikmati dari sisi jalan kota yang
menanjak ini.
Sawalunto
mulai dikenal dan mendapat perhatian
dari pemerintah kolonial Belanda sejak ditemukannya mutiara hitam “batu bara”
oleh Ir.De Greve pada pertengahan abad ke 19. Sawalunto yang pada awalnya dikenal sebagai kenagarian
kecil dan pedalalaman disulap dalam beberapa tahun ke depan menjadi kota
peradaban yang megah. Sampai saat ini bukti kemegahan kota yang berada di bawah
provinsi Sumatera Barat masih dapat ditemukan. Salah satu bukti kemegahan itu
adalah jalur lintas kereta api yang pertama kali dibangun tahun 1894.
Pembangunan jalur lintas ini menghubungkan antara kota Sawalunto dengan pelabuhan teluk bayur yang dulu dikenal
dengan pelabuhan Emmahaven. Sayang sekali keberadaan jalur lintas kereta api
ini belum terurus dengan baik. Mungkin
ada saatnya nanti.
Namun
dibalik cerita kemegahan ini tetap ada cerita penindasan sebagai “tumbal” dalam
kemajuan industri. Pembangunan dan penggalian yang dilakukan oleh kaum
kapitalis penjajah memaksa banyak derita dari berbagai suku bangsa di Sawalunto
ini. Pekerja-pekerja paksa didatangkan
dari luar sumatera barat untuk bekerja kotrak di sini. Kebutuhan terhadap
tenaga kerja ini lantas mempertemukan manusia-manusia dari berbagai suku.
Hingga saat ini keanekaragaman etnis masih dijumpai dengan mudah di kota Sawalunto
. Butuh waktu yang panjang untuk menuliskan kembali cerita Sawalunto yang menjadi titik pertemuan suku-suku antar
bangsa dengan pembangunan megah kaum kapitalis.
Jika
ingin menengok bagaimana masa lalu dari peradaban kota Sawalunto maka singgahlah ke tiga tempat yakni Museum
Goedang Ransoem, Lubang Mbah Sueroe dan Museum Kereta Api. Ketiga tempat ini
menyajikan data dan gambar peninggalan sejarah. Sedangkan, untuk mengunjungi
ketiga tempat ini tidak terlalu sulit
dicapai baik dengan kendaraan maupun dengan berjalan kaki. Berkunjung ke tiga
tempat ini juga tidak menguras isi kantong. Harga tiket yang dikenakan bagi pengunjung berkisar
sekitar delapan ribu rupiah.
***
Sawalunto
adalah kota yang menyenangkan. Kota yang
tidak terlalu luas ini setidaknya menjadi pilihan favorit bagi yang hendak
berlibur. Bahkan menurut Imel seorang teman yang merupakan penduduk asli Sawalunto
mengatakan keindahan Sawalunto tidak hanya ada pada siang hari namun juga
pada saat malam hari. Dorongan pemerintah kota yang kembali menghidupkan
suasana kota yang ramai membuat kota ini pun masih berdenyut di malam hari.
“Ada
seni tarian musik dari minang bahkan dari Jawa” tutur Imel singkat kepadaku.
Rupanya
dorongan pemerintah kota ini memang menyesuaikan dengan percampuran kebudayaan
yang ada di Sawalunto . Kota Sawalunto yang awalnya berdiri sebagai kota tambang di
masa lalu mampu menampilkan diri saat ini sebagai kota wisata yang modern.
Istilah pekerja paksa maupun orang rantai telah lama berakhir. Saat ini para keturunan dari pekerja kontrak itu telah
menyesuaikan dengan alam kemerdekaan. Oleh karena itu wajar jika sekiranya
ketika berjalan-jalan di Sawalunto yang
merupakan bagian dari kenagarian Minangkabau namun bisa ditemui kebudayaan jawa
yang lestari.
Pelestarian
kebudayaan inilah yang menjadi magnet penulis pribadi untuk datang ke kota ini.
Kota yang ramah dengan akses jalan yang teratur. Sekolah-sekolah berdiri dengan
baik seiring dengan perkantoran. Selain menyajikan wisata sejarah dan
kebudayaan, Sawalunto kini mulai
mengembangkan lagi destinasi keindahan alam lainnya yang bisa ditemukan di
sini. Wisata tersebut antara lain keanekaragaman buah-buahan yang ada di kebun
buah kandi, kemudian keindahan danau tambang yang dikenal dengan nama danau
kandi, kebun binatang dan menikmati keindahan dari puncak cemara. Semua lokasi
ini tidak terlalu berjauhan rasanya namun harus menggunakan kendaraan karena
lokasi ini saling berjauhan antara satu dengan lokasi lainnya.
Loebang mbah soero
Lubang
Mbah Suro adalah kebanggaan wisata dari kota Sawalunto ini. Para pengunjung yang datang ke kota Sawalunto
biasanya akan menyinggahi lubang
sepanjang 350 meter ini. Lubang ini merupakan lokasi tambang yang dahulu masih
digunakan namun saat ini lubang ini dialihfungsikan sebagai lokasi wisata.
Adapun lokasi ini terletak tidak jauh dari sekitar pusat kota. Bisa dikatakan
bahwa lokasi ini berdekatan dengan Museum Goedang Ransoem. Dengan membayar
delapan ribu pengunjung akan diajak berkeliling sekitar lubang tersebut.
Untuk
menelusuri lubang Mbah Suro ini pengunjung terlebih dahulu mengisi daftar
pengunjung sekaligus membayar tarif masuk. Setelah itu pengunjung diminta untuk
mengenakan perlengkapan berupa helm penutup kepala dan sepatu boot. Dua perlengkapan ini dipinjamkan
gratis selama menelusuri lubang Mbah Suro tersebut.
Sedangkan
untuk menelusuri lubang Mbah Suro pengunung akan ditemani oleh seorang pemandu.
Pemandu inilah yang akan memberikan penjelasan selama perjalanan berupa sejarah
lubang Mbah Suro dan penjelasan tentang bahan tambang batu bara yang ada di
sekelilingnya.
“Jadi
setiap pengunjung yang masuk dilarang membawa korek api bahkan merokok karena
bahan tambang ini masih aktif” ujar pemandu
tersebut.
Menelusuri
lubang Mbah Suro ini membawa kami mulai dengan menuruni tangga kemudian
berbelok naik. Menurut penjelasan pemandu mengatakan bahwa nantinya lubang Mbah
Suro ini diperluas hingga beberapa ratus meter ke depan. Dimana pengunjung
tidak lagi harus berjalan kaki namun cukup dengan kendaraan yang berjalan di
atas rel.
“Seperti
lori atau kereta kecil lha” ujarnya menutup perjalanan kami yang telah tiba
kembali di permukaan usai 30 menit berada di dalam lubang Mbah Suro.
No comments:
Post a Comment