Catatan Perjalanan : BAJAWA DAN SEGALA KEINDAHANNYA
Judul ini mewakili dari perjalanan yang penulis lakukan di Bajawa bersama Intari akhir Mei 2014. Perjalanan yang melewati tiga kabupaten di Nusa Tenggara Timur ini merupakan perjalanan panjang dan menarik. Bajawa adalah negeri yang dingin ditengah kepungan pegunungan dan dua gunung yang berdiri simetris yakni Gunung Abolobo dan Gunung Inerie. Dua gunung aktif inilah yang turut dalam menyumbang rasa dingin ketika kaki berada di Kabupaten Ngada. Tulisan ini mengulang kembali keindahan alam yang terdapat di Ngada untuk kembali ditulis dalam catatan singkat ini.
Bajawa memiliki memiliki banyak lokasi wisata yang menjadi pilihan bagi para pelancong. Keindahan rumah adat yang berada di Bena adalah salah satunya. Kampung adat Bena yang berada di kaki Gunung Inerie ini memang mengundang daya tarik wisatawan untuk berkunjung ke lokasi ini. Keterbukaan dari masyarakat dalam bentuk keramahannnya membuat perjalanan menujuh ke Bena bagi yang belum pernah akan berkesan. Selain itu, untuk mencapai Bena para pelancong akan dimudahkan dengan papan penunjuk yang terdapat dalam setiap simpang. Keberadaan papan ini setidaknya menjadi wujud bahwa pemerintah daerah ngada menyiapkan diri kabupaten ini menjadi kaupaten yang menjadi lokasi wisata oleh banyak kalangan.
Kampung adat Bena berjarak sekitar 19 KM dari arah kota Bajawa. Pilihan untuk mencapai kampung adat ini bisa menggunakan kendaraan pribadi, ojek, atau penunjuk dari guide yang memang sengaja telah disiapkan. Perjalanan yang mulus dengan struktur jalan yang bersih dari jalanan berlubang atau polisi “bobo” setidaknya akan membuat pelancong terasa dimanjakan untuk perjalanan ini. Secara pribadi dalam proses perjalanan ini penulis menyempatkan untuk melakukan aksi foto-foto selama perjalanan. Kehidupan kampung Bena yang dingin dengan struktu rumah yang rapi dengan ditambah latar pemandangan alam yang indah membuat tangan ini banyak melakukan aksi jepret.
Dalam perjalanan yang dipandu oleh Iga dan Intan yang juga merupakan Guru Muda SM-3T asal Yogyakarta menjelaskan bahwa melalui jalan kampung Bena ini terdapat beberapa ikon wisata yang bisa dikunjugi. Dengan semangat yang cukup berapi-api sebagai guide, keduanya menjelaskan bahwa jalanan ini simetris untuk mengunjungi beberapa kampung adat yang ada di Bena , selain itu juga terdapat pemandangan lepas yang disebut dengan “manuk…” bahkan selain itu, bagi pencinta alam yang menyukai tantangan Gunung Inerie menjadi pilihan terbaik untuk gunung di Flores ini.
***
Kampung yang terletak diantara pohon dan gunung
Batu dan kayu yang menyatu dalam tradisi
Tiada keramahan kecuali senyuman
Inilah kampung Bena yang menawan.. prie dn
Ungkapan inilah yang penulis rasakan ketika kaki ini menjejakan di kampung Bena . Udara sore yang dingin dengan rinai hujan yang tipis menambah indahnya kampung Bena sore itu. Gunung gagah Inerie yang tertutup kabut membuat sore ini agak sedikit mendung. Tidak terdapat pengunjung lain kecuali penulis dan ketiga Guru Muda SM-3T di lokasi Kampung tua Bena ini. Usai melapor diri dan menuliskan identitas di buku tamu maka penulis mulai memandang lebih dekat kampung tua ini. Kampung tua ini berdiri dengan gagahnya. Struktur kampung ini menurut penulis identik dengan kayu dan batu.
Struktur kampung yang berdiri dengan gaya memanjang membuat setiap pengunjung dapat melewati rumah per rumah. Dengan lambat penulis melangkah maju ke depan hingga ke bagian tanah yang lebih tinggi. Begitu melewati kampung tua ini banyak hal yang ingin penulis tahu dari kampung tua ini. Tidak cukup sekedar wisata dan melihat kondisi luarnya saja, namun juga dengan struktur kampung tersebut. Dimana simbol-simbol suku masing terdapat sebagai bentuk eksistensi suku- suku tersebut. Namun penulis hanya bisa berdialog dengan simbol dan bangunan tua yang ditafsirkan sebagai warisan budaya bangsa yang masih hidup hingga saat ini.
Secara umum perumahan di kampung ini telah terdapat arus listrik yang mengalir. Walaupun rumah tersebut dibuat dari bahan dasar kayu dan atap dari ijuk kelapa masyarakat tersebut mampu bertahan hingga saat ini. Bebatuan yang sengaja terletak di bagian tengah lapangan dan pinggiran rumah merupakan lambang sebuah kuburan maupun sebuah simbol adat. Maka saran penulis jika sempat melihat acara adat di kampung ini tentu akan merasakan suasana wisata yang fantastis disamping dengan perkampungan tua yang menawan ini.
Penulis melewati perumahan yang memanjang tersebut secara perlahan. Rumah yang memiliki bagian teras terlihat aktivitas kaum perempuan yang melakukan kegiatan sendiri. kebiasaan yang rasanya menjadi khas dari Bajawa ini. Perempuan tersebut sedang menenun kain-kain dari berbagai warna dan motif. Kain-kain inilah yang menjadi salahs atu daya jual masyarakat dengan hadirnya wisatawan-wisatawan. Kain yang dijual dengan harga minimal 50.000 rupiah hingga 500.000 ini memang menjadi salah satu penghasil bagi masyarakat setempat. Dan penulis pun membeli salah satu kain tersebut dengan harga 75.000 usai melakukan sedikit negosiasi dengan pembeli atau salah satu masyarakat tersebut.
Di kampung adat ini tidak terdapat pertokoan atau café yang menjual makanan. Oelh karena itu, makanan dan mnuman hendaknya dibawa sendiri oleh setiap pengunjung. Selain itu mamfaatkan moment selama di Bena untuk berkunjung tidak hanya pada satu kampung adat namun juga ke beberapa kampung adat yang berdiri indah di sekitar kampung Bena ,Bajawa, ngada ini.
Dataran tinggi kampung adat Bena akhirnya penulis berdiri. Pemandangan alam yang indah terlihat alami dari puncak ini. Kampung adat yang berdiri memanjang tampak begitu indah dengan nuansa warna cokelat sebagai kampung yang memang telah berdiri sejak lama. Kemudian perbukitan yang mengelilinginya seolah sebagai penjaga udara untuk tetap menciptakan keasrian dari alam kampung Bena ini.
Dan ketika penulis berada di puncak ini laut ngada terlihat membiru di udara sore yang kian gelap. Usai foto-foto keberadaan penulis dan ketiga teman lainnya pun usai. Waktu yang beranjak sore mengirim sinyal untuk segera pulang dan beristirahat.
“entah kapan aku kembali,
Namun jika aku kembali,,
Aku ingin keindaha yang lain dari mu, Bajawa”
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Catatan perjalanan : Tempat Pengasinganku adalah Rumahku
( Catatan perjalanan : Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende-NTT ) Perjuangan seperti apa yang bisa dilakukan Dalam keadaan terkucil sep...
-
Judul : Kuli Kontrak Penulis : Mochtar Lubis Penerbit : Yayasan Obor Indonesia Tebal : 107 Halaman Tahun Terbit : 1985 Kuli k...
-
Judul : Raden Fatah Penyuting : Daryanto Penerbit : Tiga Kelana Tebal : 470 Halaman Tahun terbit : 2009 ============================...
-
Judul : 41 warisan kebesaran gus dur Penulis : M.Hanif Dhakiri Penerbit : LKiS Tebal : 204 Halaman Tahun terbit : 2010 Sejara...
No comments:
Post a Comment