Jika pada tulisan sebelumnya penulis banyak menuliskan berupa wisata alam flores yang wah maka kali ini penulis ingin menuliskan tempat yang berbeda. Sebuah tempat yang tidak dikenal sebagai tempat wisata yang sering dikunjungi namun kampung ini merupakan kampung yang menarik ketika penulis tinggal lebih dari 300 hari di Kampung Aewora ini. Tulisan ini hanya menjelaskan sedikit dari kenyamanan dari Kampung Aewora ini. Harapan semoga tulisan ini menjadi salah satu refrensi terhadap salah satu daerah di wilayah flores ini, sebagai bagian dari bagian Indonesia timur.
Kampung Aewora sebuah kampung tua yang terletak di wilayah pesisir utara flores. Jalan yang menghubungkan antara kota ende dan kota maumere ini menjadi akses utama untuk jalan trans utara. Walau seperti itu, secara administrasi Kampung Aewora terletaka sekitar 92 km dari kota ende, sebagai kota kabupaten yang menjadi induk dari desa aewora, kecamatan maurole. Sedangkan dari maumere ke Kampung Aewora sekitar 75 km. perbedaan jarak inilah lantas kebanyakan masyarakat Kampung Aewora melakukan tranksasksi perdagangan maupun pendidikan ke kota maumere, walaupun sebagian lain masih tetap ke kota ende. Untuk mencapai Kampung Aewora bisa dilakukan dengan kendaraan pribadi maupun kendaraan bermotor (angkutan). Tentu saja, perbedaan angkutan untuk datang ke Kampung Aewora membutuhkan waktu yang relatif berbeda.
Masyarakat Kampung Aewora yang berdekatan dengan gunung rokatenda yang meletus tahun 2012 lalu masih harus hidup tanpa sinyal komunikasi akibat letusan hingga saat ini. Walau seperti itu, beberapa lokasi-lokasi tertentu masih dapat dijadikan sebagai akses untuk mendapatkan sinyal atau yang dikenal jaringan guna berkomunikasi. Antara lain pohon jambu mente, perumahan tertentu, dan daerah tanjung yang berjarak 3 km dari Kampung Aewora ini. Kesulitan komunikasi ini penulis sangat berharap segera diatasi oleh pihak pemerintah. Sebab kebutuhan jaringan komunikasi sangat penting untuk wilayah pesisir. Hal ini ditambah dengan adanya sarana pendidikan yakni TK, SDK, hingga SMP yang membutuhkan jaringan baik untuk komunikasi maupun proses pembelajaran yang inovatif dan kreatif.
Secara sosial masyarakat Kampung Aewora hidup secara berdampingan antar umat beragama. Dimana Kampung Aewora masyarakatnya menganut agama katholik secara mayoritas. Dan agama muslim sebagai penganut yang minoritas. Sikap hidup yang toleransi masih hidup dan bertahan hingga saat ini. Keberadaan masjid dan gereja yang berada di satu Kampung Aewora menjadi pemersatu masyarakat. Selain itu, mayoritas masyarakat Kampung Aewora merupakan petani dan nelayan, hanya sedikit yang berprofesi sebagai wiraswasta maupun tenaga pemerintah, seperti guru, pegawai, dll.
Penulis yang menjadi bagian dari masyarakat Kampung Aewora dalam rangkah pengabdian Guru Muda SM-3T merasakan kenyamanan di kampung ini. Sebagai daerah lintas transportasi maupun pribadi kerap menemui orang-orang baru yang singgah di desa ini. Disamping itu, penulis juga mulai belajar menggunakan bahasa lio sebagai bahasa utama yang digunakan di kabupaten ende dalam percakapan harian. Bahasa lio tersebut seperti, laka emba, daemba, ngeraemba, wolaemba, dan emba, (dimana, kemana, bagaimana,darimana, dan mana). Sulit dan ribet untuk lidah Sumatera seperti penulis yang mempelajarinya namun bahasa ini setidaknnya menjadi pengalaman serta ilmu baru bagi penulis.
Usai menuliskan sekilas Kampung Aewora penulis hendak menuliskan mutiara yang hidup dan bersinar dari Aewora ini. Setidaknya ada beberapa hal yang menarik dari Kampung Aewora ini yang patut dirasakan maupun dicoba oleh pembaca yang ingin merasakan destinasi dari Kampung Aewora sebagai kampung kecil yang menarik. Pertama, pantai putih atau pasir putih enahbara. Pantai ini merupakan pantai yang menjadi daya tarik bagi semua orang yang pernah mendengar nama enahbara atau anabara. Pantai yang cantik, desiran ombak yang pelan namun halus terasa bagai sebuah pulau kecil yang terpisah dari hiruk pikuk dunia. Warna laut yang memiliki 3 warna ini menjadi daya tarik bagi mata yang memandang.
Jika biasanya pantai identik dengan pasir maka lain halnya dengan anahbara ini. Dimana putihnya tepian anahbara bukan karena pasir namun karena kondisi kerang atau bebatuan yang terpecah-pecah. Oleh karena itu ketika berada di pantai anahbara ini seolah berada di pulau yang terpisah dari flores ini. Pemandangan yang berlatar gunung rokatenda terlihat indah dan menawan. Penulis merekomendasikan bagi yang hendak melihat keindahan pantai ini pada saat matahari terbit, matahari tenggelam, maupun kala siang. Tiga waktu ini pengunjung akan merasakan suasana laut yang berbeda.
“Apa yang bisa dilakukan di Pantai Anahbara ini?” maka jawabannya cukup banyak. Pantai yang berada di jarak 6 km dari Kampung Aewora ini atau 10 menit dengan berkendaraan dari Kampung Aewora memiliki banyak pilihan untuk pengunjung. Bagi yang menyukai kegiatan menyelam atau snorkling, Pantai Anahbara bisa menjadi pilihan yang dirasa tepat. Laut yang maish perawan serta pemandangan dalam laut yang bersih menjadi daya tarik bagi penikmat olaraga air ini. Selain itu, menikmati sejenak alam di Pantai Anahbara dengan jepretan foto maupun video tentu menjadi pilihan yang mengesankan ketika berada di Pantai Anahbara ini. Pilihan ini bisa bertambah tergantung dengan selera, bagi yang menyukai memancing ikan, lokasi ini menjadi pilihan yang pas untuk mereka yang menyukai aktivitas tangkap ikan. Dan pilihan lain yang menarik.
Dibalik keindahan alami dari Pantai Anahbara, sayangnya pantai ini masih belum dikelola dengan baik. Tidak adanya tarif masuk untuk pesiar ke Pantai Anahbara ini menjadikan pantai ini menjadi pantai yang kosong yang jauh dari perumahan warga. Oleh karena itu, bagi yang hendak singgah atau menikmati total Pantai Anahbara ini hendaknya membawa sendiri konsumsi maupun perlengkapan yang hendak digunakan selama menikmati Pantai Anahbara.
Mutiara menarik kedua dari Aewora ini adalah Tanjung, berjarak 3 km dari kampung Aewora yang menjadi batas akhir jaringan komunikasi. Penulis menganggap hal ini menarik karena lokasi ini menjadi lokasi tumpah ruah masyarakat yang ingin berkeluh kesah dengan keluarga,teman, sanak saudara, maupun urusan lain yang harus diselesaikan dengan handphone. Lokasi tanjung ini juga menjadi tempat relokasi penduduk pulau palu’e yang terkena bencana alam gunung rokatenda yang meletus tahun 2012. Oleh karena itu lokasi ini bukan sesunyi seperti di Pantai Anahbara. Penulis memberikan rekomendasi untuk singgah dan menikmati alam di tanjung ini yang sangat menarik hati.
Sama halnya dengan Pantai Anahbara, tanjung bisa juga menjadi tempat untuk memancing maupun menyelam. Namun hal lebih dari tanjung ini adalah mudahnya mata kita bertemu dengan binatang laut. Hal ini karena lokasi tanjung penuh dengan bebatuan dan karang yang tidak terlalu dalam. Sehingga dengan jarak 5 atau 8 meter biasanya kita sudah melihat binatang laut yang terdapat di sana. Salah satunya adalah Bintang Laut. Selain kondisi alam, penulis menyukai tanjung karena apa yang dihasilkan oleh tanjung tersebut. Pada musim-musim atau tanggal tertentu biasanya tanjung menjadi lokasi untuk melakukan Joa atau menombak ikan di malam hari dan Meti mencari kerang yang bertebaran ketika pantai surut. Aktivitas ini sangat menarik ketika penulis bersama keluarga angkat melakukan dua aktivitas ini dalam hari yang berbeda.
Kampung Aewora bisa menjadi tempat yang layak untuk dikunjungi. Bagi yang hendak belajar berenang di laut, Kampung Aewora bisa menjadi pilihan yang pas. Ombak yang tidak besar melainkan tenang serta tingkat kedalaman yang hanya 70 Cm hingga 70-100 meter menjadi pilihan yang tepat. Selain itu bagi yang menyukai selam laut agaknya Kampung Aewora menawarkan keindahan alam bawah laut yang menawan.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Catatan perjalanan : Tempat Pengasinganku adalah Rumahku
( Catatan perjalanan : Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende-NTT ) Perjuangan seperti apa yang bisa dilakukan Dalam keadaan terkucil sep...
-
Judul : Kuli Kontrak Penulis : Mochtar Lubis Penerbit : Yayasan Obor Indonesia Tebal : 107 Halaman Tahun Terbit : 1985 Kuli k...
-
Judul : Raden Fatah Penyuting : Daryanto Penerbit : Tiga Kelana Tebal : 470 Halaman Tahun terbit : 2009 ============================...
-
Judul : 41 warisan kebesaran gus dur Penulis : M.Hanif Dhakiri Penerbit : LKiS Tebal : 204 Halaman Tahun terbit : 2010 Sejara...
No comments:
Post a Comment