പോളിടിക് പശ്ചാ pemilu

Piala Sang Pemenang

Hingga lima tahun ke depan yakni periode 2010-1015 setidaknya Sumbar akan berbenah. Isu-isu sosial masyarakat yang terkonsep dalam “perubahan” setidaknya menjadi salah satu program kerja yang telah ditawarkan oleh sang pemimpin baru kepada seluruh rakyat Sumatera Barat.
Ribuan pemilih telah memberikan suaranya dalam pilkada Sumbar 30 Juni beberapa waktu yang lalu. Pemilihan yang demokratis ini merupakan salah satu bentuk partisipasi politik yang sederhana. Pemilihan kepala daerah Sumatera Barat merupakan satu dari setiap provinsi yang menyelenggarkan pemilihan umum memilih kepala daerah (gubenur dan bupati_red) merupakan wujud nyata dalam pemilihan yang demokratis,
30 Juni merupakan pristiwa klimaks dari pilkada langsung Sumatra Barat. Pencoblosan menjadi tumpuan terhadap janji perubahan yang lebih baik yang akan diwujudkan salah satu calon-calon terpilih pesta Demokrasi nantinya. Euforia pemilihan umum yang berahir di bilik mini pencoblosan telah menjadi saksi buta terhadap perjalanan demokratsi dalam pemilihan. Dimana satu suara adalah suatu harapan oleh setiap pemilih,
Perubahan status rakyat dari mengharapakan kini menanti memantapakan bagaimana kepala daerah membawa rakytnya dalam perubahan yang lebih baik. Dimana jika menilik beberapa bulan silam, masyarakat Sumbar menjadi titian objek oleh setiap calon dalam mengusung masa demi dukungannya di kursi kepala daerah. Berbagai janji kampanye yang menawarkan perubahan-perubahan dalam tatanan sosial, pendidikan, ekonomi, agama, bahkan dalam birokrasi. Jeli melihat permasalan rakyat adalah kunci yang tepat dalam menarik masa. Namun jauh dari itu,toh usungan akan janji bukanlah hanya sekedar bualan semata.
Dalam hitungan cepat hasil suara dapat telah mendapatkan pemimpin sumbar untuk lima tahun ke depan. Maka merupakan beban yang akan terasa berat dalam mengemban amanah setidaknya menjadi selalu menjadi renungan terhadap kepemimpinanya.
Kini tentu untuk ke depannya dalam mencapai suatu good government akan terwujud dari cara sang pemimpin. Pengaturan dalam menciptakan sistem pemerintahan yang memiliki tanggung jawab menjadi modal utama dalam pelayanan masyarakat. Namun di samping itu juga terdapat hal lain yang harus dipenuhi dalam mewujudkan perubahan yakni, pertama mewujudkan kesadaran pubik, masyarakat memiliki potensi dalam menjaga dan menghancurka system yang telah dibuat, maka sosialisasi merupakan bentu kecil dalam membentuk kesadaran public. Adanya kesadaran publik akan membentu pola kebiasaan ang berulang sehingga terwujud hak-hak yang terpenuhi.
Kedua. Menciptakan transparasi dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih atau good government. Korupsi yang tetap enjadi musuh utama setidaknya telah mengantarkan Indonesia sebagai Negara termasyur dalam perkembanagn korupsi di tingkat international. Keuangan yang kerap tersembunyi telah menghilangkan adanya system tranparsi terhadap pendanaan dalam tubuh pemerintah. Ketiga, menciptakan Akuntabilitas yakni pertanggung jawaban menjadi bentuk dalam mengusung pemerintahan yang Good Goverment .
Adapun yang terahir adalah menciptakan tatanan birokrasi yang pemerintahan sesuai dengan konsep yakni sebagai pelayanan masyarakat terhadap konsumen atau pengunjung. System birokrasi yang terkesan sulit dengan rentan waktu yang panjang menjadi sebab remuknya tatanan pemerinatahan yang seharusnya menciptakan layanan bagi masyarakat.
Perubahan yang diharapkan setidaknya dapa beranjak dari emapt hal diatas yang akan menjadi acuan dalam menciptakan pemerintahan solid. Tatanan yang terbangun dari system yang kuat dan saling berkesinambungan akan memberikan perubahan dalam tatanan nasional maupun International. Mungkin inilah perbedaan yang mendasar dalam melihat pemenang dalam pertandingan dengan pemenang dalam kepemimpinan. Ibarat dua piala yang pertama diberikan kepada pemenang lomba maka berbeda dengan piala yang diterima oleh pemimpin nantinya yakni piala perubahan harapan-harapn yang telah terkumpul.
Harapan berupa permasalahan tidak cukup jika menilik permasalahn dalam tatanan masyarakat jika hanya melihat dari media, karena permasalahan rakyat yang kompleks tidak cukup tercover ¬pada yang terbatas. Hal tersebut belum ditambah dengan permasalahan pendidikan dalam tatanan sebagai lembaga pendidikan.
Birokrasi Dalam Tatanan Masyarakat
Oleh Prie Dn
Hingga saat ini Indonesia masih sibuk berkutat kepada lemahnya kinerja birokrasi dan akibat yang berkepanjangan, bahkan dengan adanya birokrasi semakin menambah peluang adanya celah-celah korupsi. Maka wajar hingga di tingkat dunia pun kasus korupsi tetap menjadi ladang yang makmur di Indonesia. Sistem pemerintahan yang dianut saat ini memberikan kebebasan dan transparasi dalam pelayanan publik. Produk birokrasi adalah pewujud akan semua itu, namun sejauh mana kinerja sistem yang ada di birokrasi tersebut.
Konsep birokrasi adalah sistem pelayanan terhadap publik yang dilakukan dengan tahapan-tahapan. Ibarat melakukan perjalanan ke suatu kota besar, maka akan dilalui berbagai pintu masuk menujuh ke kota tersebut. Tujuan dari birokrasi ini pun sesungguhnya adalah sebagai bentuk pelayanan publik yang tidak lain adalah masyarakat sebagai konsumen yang harus dilayani.
Kebutuhan akan birokrasi ini pun tidak tanggung membutuhkan tenaga spesial yang berasal dari out put yang berpendidikan. Perbedaan jenjang pendidikan menentukan bagaimana kepuasan akan pelayanan publik tersebut. Konsumen menjadi objek vital yang harus dilayani dengan sebaik mungkin, bahkan tidak jarang kerap diemui moto yang di tunjukan kepada publik dimana moto yang mengutamakan kepentingan publik. “kepuasaan anda adalah tujuan kami” atau “ kami melayani dengan setulus hati”
Berbicara dalam hal layanan tidak hanya dalam sistem pemerintahan, namun juga dalam sistem pendidikan di negeri ini pun berlomba menunjukan diri sebagai lembaga pendidikan dengan tingkat pelayanan yang bagus. Contohkan saja dengan sistem ISO yang distandarisasikan ke semua perguruan tinggi di Indonesia, baik itu swasta maupun perguruan tinggi negeri. ISO yang bermerek 1900:2008 kini gencar diterapkan diberbagai perguruan tingi negeri dan swasta. Hal ini merupakan wujud serius dalam mewujudkan tatanan birokrasi yang ditopang dengan sistem demokrasi yang selama ini dianut.
Standar pelayanan yang dinikmati oleh seluruh penduduk negeri ini, baik tingkat kanak- kanak hingga manula. Seperti dimanjakan masyarakat dengan pelayanan pemerintah tersebut adalah tidak lain untuk memudahkan dalam penyelesaian berbagai masalah dan keluhan.
Namun Bagaimana evaluasi akan hal ini? Pertanyaan ini mengumadangkan kembali terhadap sistem birokrasi. Apakah tingkat pelayanan telah terjadi secara makasimal?. Sebuah tanda Tanya besar yang patut dipertanyakan, dan jawabannya pun tidak dapat diselesaikan dengan Tanya jawab 1-2 jam saja, namun lebih dari itu adala dengan cara realisasinya dalam kehidupan sehari-hari ini.
Masyarakat banyak menilai birokrasi yang diciptakan adalah hal yang bagus. Namun hingga kini kasus yang terjadi di Indonesia sepertinya masih membekas bagaimana birokrasi masih lemah. Kasus century yang terjadi beberapa bulan silam ditambah dengan kasus gayus yang semakin membuat hebih senetro dunia korupsi. Kasus-kasus tersebut banyak menghebohkan berbagai tatanan birokrat tingkat atas dimana mereka tersangkut dalam kasus tersebut . kelallaian birokrasi setidaknya jika dimaterikan berupa dana adalah dana yang dirugikan bernilai sama dengan tunjangan pendidikan bagi anak se-prov dari mulai tingkat SD hingga ke bangku perkuliahan.
Sekelumit masalah century lalu yang terkuak dihadapan publik adalah gambaran bagaimana birokrat selama ini bekerja. Dana gaji yang tinggi ia terima toh tetap melahirkan korupsi. Kasus century yang mencuat dipermukaan adalah sebagai sebab bagaimana kondisis moral di Indonesia.dana masyarakat yang dirugikan tetap akan mempengaruhi bagaimana kondisi Indonesia di mata dunia.
Hal ini belum lagi dengan masalah kasus perpajakan maupun kasus rekening gendut para jenderal keamanan yang tidak sedikit jumlahnya. Kasus yang melibatkan para birokrat negeri ini terkesan berlarut, kemudian hilang. Kemudian muncul kembali ditandai dengan momentnya.
Maka hal itulah kesan yang didapatkan kala menghadapi meja pelayanan adalah meja yang terbagi atas dua hal “mau jalan cepat” atau “mau jalan lama” perbedaan yang kontras jika diandaikan dengan sistem pelayanan sebenarnya. Masyarakat pun menjadi terkotak-kotak dalam menyelesaikan segala permasalahan yang bekenaan dengan administrasi pemerintahan.
Timbulnya “calo” pun tidak terlepas bagaimana pelayanan publik itu sendiri. Beberapa hal yang besar kerugian yang dinikamti masyarakat umum ketika mengahadapi birokrasi yang berkelit, pertama kerugian yang dialami dari segi waktu bagaimana masyarakat menghabiskan berjam-jam dengan pelayanan yang tidak menayajikan pelayanan tepat waktu, bahkan tidak hanya berjam-jam tapi juga berhari-hari lamanya.
Kedua kerugian dalam segi tenaga dan uang dimana keduanya berakaitan antar sesame. Dari dua sebab inilah kemunculan akan calo ditengah demokrasi yang memberikan kebebasan dalam melaksanakan pekerjaannya. Kemunculan calo yang tetap terus dinimati oleh masyarakat dewasa ini tentu mnejadi membudaya akan perihal penyelesainan permasalahan. Akibat yang ditimbulkan pun juga menyebabkan terbangaun dalam konsep masyarakat bahwa uang menjadi jalan dalam menyelesaikan masalah mereka.
Agaknya birokrasi memang seharusnya kemabli ke jalurnya. Bukankah Negara ini menganut sistem demokrasi yang mengatakan bahwa rakyat adalah sebagai objek. Dimana rakayt sebagai klie, bukan seabgai pasien yang dirugikan oleh ulah jalan birokrasi. Ideal akan sistem birokrasi memang bnayak dikomentari sebagai bentuk pelayanan, jalan-jalan yang harus diikuti pun sering muncul di media massa namun tetap transparasi tersebut menjadi sebuah hal yang bersifat fatamorgana kala tidak ada pengawasan dari piha terkait.
Pegawai pemerintah adalah pelayan. Bukankah itu yang disajikan di berbagai papan info maupun media masa. Gambaran birokrasi yang melayani dengan ramah-tamah dan saling membantu. Itulah gambaran sederhana bagaimana ideal birkarsi yang tertananam dalam maindset masyarakat saat ini.
Penulis Mahasiswa Universitas Negeri Padang

Catatan perjalanan : Tempat Pengasinganku adalah Rumahku

( Catatan perjalanan : Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende-NTT ) Perjuangan seperti apa yang bisa dilakukan Dalam keadaan terkucil sep...