Catatan Perjalanan : Menggapai Atap Tertinggi Sumatera-GUNUNG KERINCI

Jam 05.50 WIB...
" Suhu udara yang dingin sekitar 10 celcius di shelter 3 Gunung Kerinci membuat aku bersama keempat teman lainnya memilih berdiam di dalam tenda. Pendakian panjang ini telah membuat badan yang kelelahan memilih menghangatkan diri di tenda yang sederhana. Namun waktu yang beranjak pagi tanpa suara tiba-tiba menyentakan kami beserta puluhan pendaki lainnya ketika melihat seberkas cahaya yang berwarna kemerahan. Tepat di depan tenda aku melihat biasan cahaya merah cerah tersebut. Aku pun membuka resleting tenda untuk melihat lebih jelas cahaya merah itu, dan akhirnya aku sadar bahwa cahaya merah itu adalah inspirasi bagi para pujangga yang puitis. Cahaya sang surya terbit nampak gagah dan menawan hati. Bergegas saya bersama teman se-pendakian lainnya untuk mengabadikan diri dalam sebuah foto maupun tulisan. Inilah keindahan Tuhan yang tidak diciptakan dengan sia-sia".
                                                                 ***
Kutipan di atas adalah salah satu kesan keindahan yang didapatkan setelah melakukan pendakian ke gunung kerinci. Kali ini penulis melakukan pendakian ketiga di tahun 2013 yakni Gunung Singgalang (4/1), Gunung Merapi (29/6), dan Gunung Kerinci (17/8). Dalam pendakian ini penulis bersama empat pendaki lainnya yakni Yurid Hamdani, Saproni, Edi, dan seorang pendaki muda asal Jombang-Jawa Timur yakni Hastopo melakukan misi mendaki atap tertinggi sumatera ini. Perjalanan panjang ini dilakukan dimulai dari tanggal 15 Agustus hingga tanggal 17 Agustus 2013. Gunung Kerinci adalah salah satu gunung api yang masih aktif di Indonesia. Namun dalam hal ketinggian Gunung Kerinci adalah gunung api tertinggi di nusantara. Ketinggian Gunung Kerinci sekitar 3805 Mdpl ini sebenarnya masih tertinggal dengan gunung Jayawijaya yang berada di pulau Papua, dimana ukuran ketinggian tersebut dilihat secara total yakni Gunung Jayawijaya tidak aktif sebagai gunung api. Adapun letak Gunung Kerinci ini terletak diantara perbatasan Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Jambi. Oleh karena itu bagi para pendaki yang hendak mendaki bisa datang melalui rute Padang-Kerinci atau Jambi-Kerinci. Namun bagi pendaki yang hendak berjalan mendaki gunung ini biasanya melewati rute desa Kersik Tua, Kerinci, Jambi.
Pendakian panjang ini memang memberikan sebuah tantangan bagi banyak pendaki untuk menjajal ketangguhan gunung tertinggi di Sumatera ini. Dalam perjalanan yang penulis lakukan 15-17 Agustus terlihat minat para pendaki yang datang tidak hanya dari satu tempat, melainkan dari berbagai daerah, bahkan wisatawan mancanegara pun datang menikmati puncak tertinggi ini. Pendaki-pendaki ini juga tidak hanya berasal dari pendaki profesional namun juga pendaki pemula bahkan anak-anak. Penulis melakukan pendakian bersama keempat teman lainnya pada tanggal 15 Agustus pada jam 10.15 WIB. Sebelum melakukan pendakian ini, Edi selaku pemimpin dalam pendakian ini melakukan cek perlengkapan pendakian dan membaginya. Memang dalam pendakian ini, cek perlengkapan sangat penting dalam menjaga keseimbangan serta bahan yang cukup selama pendakian. Usai berdoa kami mulai berjalan beriringingan menujuh pungguh bukit. Kondisi cuaca Kerinci yang cerah menjadi nilai positif bagi para pendaki dalam menaklukan pendakian ini. Dalam perjalanan ini, para pendaki akan melewati beberapa tempat persinggahan yakni pos I, pos II, dan pos III. Jarak antar pos ini relatif berbeda-beda tergantung dengan medan yang dilalui serta fisik para pendaki. Pada jam 12.05 WIB penulis tiba di pos ketiga, usai melewati pos 3 ini para pendaki akan melenjutkan perjalanan menujuh shelter yang bisa dijadikan sebagai tempat untuk mendirikan tenda atau sekedar beristirahat. Jarak antara pos 3 dan shelter 1 yang agak jauh memungkinkan para pendaki untuk beristirahat di sisi jalan. Istirahat ini bertujuan agar fisik pendaki stabil. Tepat jam 14.22 WIB penulis tiba di shelter 1 untuk beristirahat. Setelah shelter 1, para pendaki masih harus melewati dua sheter lagi. Namun berbeda dengan jalan sebelumnya, pendakian menujuh shelter selanjutny cukup berat. Oleh karena itu, banyak pendaki yang akhirnya mendirikan tenda di sisi shelter 1 atau di shelter 2. Namun jika tenaga diperkirakan mencukupi untuk naik ke shelter 3 (akhir) maka penulis menyarankan untuk langsung ke shelter 3. Jalan yang dilalui memang menanjak serta melewati cela-cela yang sempit sehingga jalan menjadi lambat dan tenaga yang berkurang draktis.
Perjalanan kami tidak terasa masuk jam 18.00 setelah melewati shelter 2 kami lanjut berjalan menujuh shelter 3. Perjalanan panjang selama sekitar 8 jam tuntas ketika kaki mencapai cadas pertanda memasuki shelter 3. Penaklukan puncak tertinggi kamu lanjutkan esok tanggal 17 Agustus menujuh puncak tertinggi sumatera ini. Selama 15-17 agutus kami melewatkan hari-hari di gunung tertinggi ini. Sebuah rasa syukur bahwa pendakian tertinggi usai dilakukan. Namun tidak semua pendaki memiliki rasa syukur yang sama dalam pendakian ini. Penulis menemukan pendaki yang tidak memiliki rasa syukur dalam bentuk perilaku kebersihan. Tidakjarang penulis menemukan sampah yang terbuang di sekitar perjalanan awal hingga ke puncak. Tentu saja, perlu adanya kesadaran dalam diri bahwa alam adalah jiwa yang bersih dan tidak tercemar. Salah satu hal kecil yang dapat dilakukan dalam menjaga alam adalah dengan menjaga kebersihan dan tidak membuang sampah di sembarang tempat.

Nasionalisme di Puncak Kerinci 


Banyak pendaki yang melakukan pendakian berdasarkan sebuah moment. Salah satunya yang penulis lakukan bersama empat teman pendaki. Pendakian yang dimulai sejak tanggal 15 Agustus ini tidak hanya bertujuan untuk sekedar mendaki dan menikmati puncak saja. Namun pendakian ini juga untuk merayakan kemerdekaan republic indonesia di puncak gunung kerinci. Maka tidak hanya kami berlima saja yang hendak merayakan moment kemerdekaan di atas puncak.namun ratusan pendaki dari berbagai daerah lainnya juga merayakan pendakian ke atas puncak Gunung Kerinci ini. Penulis beserta tim dan pendaki lainnya mulai mendaki puncak tertinggi sejak jam 03.30 WIB. Suhu pagi yang dingin tidak menepiskan niat untuk mendaki puncak Kerinci. Jalan yang penuh pasir serta batu membuatpara pendaki harus waspada terhadap benda tersebut. Oleh karena itu, kacamata dan masker menjadi alat utama yang harus dibawa selain jaket. Rasa nasionalisme sebagai rakyat Indonesia terasa memuncak ketika lagu kebangsaan indonesia dikibarkan di atas puncak tertinggi di pulau andalas ini. Pendakian pagi hari dan tiba tepat jam 06.00 WIB para pendaki mulai mempersiapkan diri untuk merayakan hari jadi bangsa indonesia yang ke-68. Nyanyian bersama dipuncak gunung ini menggetarkan jiwa nasionalis para pendaki gunung.
Sorak-sorakan kemerdekaan menunjukan adanya kebanggaan terhadap bangsa indonesia. Tentu saja, ada harapan yang hendak dibangun dalam upacara kemerdekaan y sederhana ini bahwa bangsa ini mampu menjadi bangsa yang berbudi luhur serta menjadi bangsa yang hebat dalam memajukan sumber daya manusia dan alam. Selain itu bangsa ini keluar dari kemelut korupsi dan ketidakjujuran. Mendaki dan nasionalisme dapat menjadi indikator kesungguhan dari para pendaki, sebagai bagian dari bangsa ini, bahwa pendakian yang diakukan adalah pendakian yang dilalui dengan kerjasama serta memiliki satu tujuan yakni mengibarkan bendera ini. Tekad para pendaki adalah tekad yang tidak mengenal batas usia maupun gender bahwa semua orang bisa mendaki asalkan tekad untuk menggapai tujuan itu kuat.

catatan perjalanan : Menggapai Puncak Merapi_ GUNUNG MERAPI SUMATERA BARAT

Berdiri bersama di puncak merapi..
dan melihat kebesaran-Mu Tuhan Seiring melihat sang surya tenggelam,..
 aku melihat lukisan Tuhan Menajubkan, indah, 
dan inilah alam Mu Alam yang menawarkan kedamaian di atas puncak gunung merapi.
 Prie Dn
Keindahan alam adalah keindahan yang diciptakan oleh Tuhan yang tidak bisa dimanipulasi. Penulis terkesima dengan menyaksikan panorama alam raya saat berada di atas puncak Gunung Merapi. Drama panjang perjalanan yang dilakukan oleh sembilan pendaki menujuh puncak Gunung Merapi, Padang Panjang Sabtu (29/6).
                                                                ***
Pendakian menujuh puncak Gunung Merapi adalah pendakian kedua yang penulis lakukan bersama teman-teman sejawat kampus. Jika sebelumnya, penulis berhasil berdiri di puncak Gunung Singgalang (4/1/2013) dan menatap jauh Gunung Merapi. Maka kini, kaki ini berdiri tegak menatap Gunung Singgalang dan Gunung Tandikek di atas gunung setinggi 2.700 meter ini. Bagi sebagian besar teman-teman lainnya yang melakukan perjalanan ini pun mengatakan bahwa pendakian ini adalah pendakian yang pertama kalinya. Perjalanan ini masih dipimpin oleh Nanda Priono yang memang memiliki obsesi untuk melakukan banyak pendakian, bersama pendaki lainnya Arvan Septian, Rika Novita, Refta, Kiki, Febri Hayasman, Popy, Ridho, dan penulis sendiri. Para pendaki ini adalah mahasiswa yang terdaftar di Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Padang (FIS UNP). Adapun nama dalam rombongan ini penulis subjektif menamakannya sebagai rombongan “Al Buruj” berarti sebuah bintang yang mencoba bersinar dari atas puncak.
Perjalanan ini diawali pemberangkatan melalui kota Padang menujuh Padang Panjang pada jam 06.30 WIB. Melalui sebuah angkutan umum sebuah mobil avansa yang disewa 25.000/ orang rombongan Al Buruj sampai di lokasi pada jam 08.00 WIB. Lokasi inilah oleh penulis sebut sebagai “markas” awal yakni di sebuah lokasi di puncak perumahan yang berdekatan dengan tower telekomunikasi Koto Baru-Padang Panjang. Setiap pendaki yang hendak melakukan pendakian melalui jalur Koto Baru singgah terlebih dahulu di “markas” ini guna memeriksa kembali perlengkapan. Selain itu, setiap pendaki juga melakukan pendaftaran rombongan melalui petugas dan membayar retribusi masuk. Pendaftaran ini bertujuan untuk melakukan pendataan terhadap setiap pendaki yang naik ke puncak Merapi. Selama dua jam, kami melakukan cek persiapan kembali termasuk sarapan pagi. Hal penting yang harus dilakukan sebelum mendaki adalah persiapan fisik. Setiap pendaki profesional maupun pemula harus dapat menakar fisiknya kembali sebelum pendakian. Oleh karena itu, dalam mendaki biasanya setiap rombongan akan membagi beban berat sesuai dengan kondisi fisik saat tersebut. Usai sarapan rombongan Al Buruj memeriksa perlengkapan fisik sebelum mendaki. Maka tepat jam 10.00 WIB dimulai dengan berdoa, rombongan Al Buruj mulai berjalan. Secara singkat, rute menujuh puncak ke Gunung Merapi relatif stabil dibanding menujuh ke Gunung Singgalang yang lembab. Namun antisipasi bagi para pendaki jika ke Merapi adalah kebutuhan air yang terbatas. Rute perjalanan yang dilalui oleh setiap pendaki memiliki cukup banyak tempat untuk istirahat namun minim dengan sumber mata air. Oleh karena itu, derigen air harus siap terisi. Hutan alam di kawasan Gunung Merapi masih terlihat asri. Status sebagai kawasan hutan lindung yang terlarang ini setidaknya memiliki berbagai cerita bagi penduduk sekitar maupun pendaki. Oleh karena itu, selain persiapan fisik para pendaki juga diharapkan mampu menjaga etika di alam liar ini. Pendakian menujuh Merapi memiliki rute jalan satu arah. Kemiringan dalam pendakian pun masih dapat dikatakan ringan pada fase awal, namun jika hendak mencapai puncak kemiringan akan berubah menjadi agak berat. Kelembapan udara yang dingin selama Al Buruj melakukan pendakian ini pun baru dirasakan ketika sampai di area cadas. Dalam perjalanan rombongan Al Buruj juga bertemu dengan banyak rombongan pendaki lain dari berbagai wilayah Sumatera Barat,bahkan dari Riau. Salah satu Rombongan tersebut adalah Lawo Adventure adalah salah satu rombongan yang memang kerap melakukan pendakian di berbagai gunung di Indonesia salah satunya Gunung Semeru di Pulau Jawa. Jam menunjukan waktu 16.30, rombongan Al Buruj tiba di cadas Gunung Merapi. Kelelahan rombongan terbayar lunas ketika menyaksikan gumpalan awan dari bebatuan cadas Gunung Merapi. Segera rombongan Al Buruj segera berbagi tugas dalam mendirikan tenda, mencari air, dan persiapan lainnya. Ketika hari beranjak sore, sebagian rombongan mulai mendaki cadas untuk mengabadikan sundset melalui foto maupun video. Hingga waktu berjalan menujuh malam rombongan Al Buruj mulai beristirahat.
Pagi yang mendung, hujam malam hari disertai dingin membuat sebagian rombongan harus menanggung dingin di cadas merapi. Usai sarapan ala kadarnya, rombongan Al Buruj mendaki puncak merapi menujuh puncak tertinggi di Gunung Merapi yakni puncak Merpati. Pemandangan di atas puncak inilah yang membuat penulis mengabadikan sebuah puisi keindahan merapi (paragraf atas). Menelusuri lereng puncak bersama puluhan pendaki lainnya. Rombongan Al Buruj pun segera mengabadikannya dalam moment foto dan video. Diatas puncak ini jua rombongan menikmati wisata alam yang terhampar indah. Hingga masuk waktu jam 09.00 WIB rombongan beranjak meninggalkan lokasi kawasan lereng dan puncak merpati menujuh Taman Bunga Eideilweis untuk berfoto di taman tersebut. Singkat kemudian, jam 11 rombongan telah berada kembali di tenda untuk makan siang dan mempersiapkan diri kembali ke Padang. Perjalanan panjang yang tidak cukup luas dalam mendeskripsikannya. Namun perjalanan ini memiliki kesan bagi setiap rombongan Al Buruj. “ Puas rasanya pendakian kali ini” ujar Nanda kala tiba kembali ke Padang. Dalam perjalanan ini, rombongan Al Buruj juga mencatat hal lain bahwa niat, tekad, dan obsesi para pendaki memang berbeda namun semuanya memiliki satu jalan yang sama yakni menikmati keindahan alam. Yaswardi salah satu rombongan lain asal Pekanbaru melakukan penanaman bibit pohon di beberapa tempat saat mendaki puncak merapi, “kami melakukan ini untuk pelestarian alam” ujarnya, Minggu (30/6) ketika kami bertemu sejenak di batas awal pendakian.

(BERSUJUD DI PUNCAK MERAPI)
Setiap orang memiliki obsesi dalam mendaki puncak merapi, selain hendak berkunjung ke taman bunga eddeilweist namun juga obsesi lain. Rika Novita adalah salah satu dari rombongan Al Buruj yang memiliki obsesi itu. Pendakian menujuh puncak merapi adalah perjalanan yang tidak mampu ia lukiskan dalam kata-kata. Baginya perjalanan inilah adalah sebuah perjalanan pertama yang memberikan kesan baginya. Selama ini mendaki hanyalah aktivitas yang tidak pernah ia temui. Namun ketika ia bergabung dalam rombongan untuk mendaki, ia dengan yakin sanggup untuk mencoba ketangguhan Gunung Merapi. Rika Novita adalah salah satu dari pendaki yang memiliki obsesi ketika berada di puncak. Ia mengatakan bahwa adalah beberapa hal yang hendak ia lakukan ketika berada di puncak. Singkat cerita tentang obsesi Rika, bahwa ia memang membuktikan sebagai pendaki awal yang tangguh. Semangat, tekad, dan obsesi pada diri perempuan asli Bukittinggi ini membuatnya terpacu untuk segera menggapai puncak merapi. Ketika rombongan tiba di cadas 16.30 wib, Rika tidak memerlukan waktu yang lama untuk mendaki ke arah puncak namun waktu yang terlanjur gelap hanya membuatnya bisa berjalan beberapa ratus meter. Keesokan hari kembali Rika bersama rombongan Al Buruj mendaki ke arah puncak, dan akhirnya Rika memenuhi obsesinya untuk melakukan “hal” di Merapi ini. Hal pertama yang ia lakukan adalah bersujud dalam ibadah salat Dhuhanya di puncak merapi. Sebuah obsesi yang tidak terlintas oleh banyak kalangan. Baginya ini adalah sebuah target yang harus ia lakukan. Usai Salat Dhuha, Rika kembali memenuhi obsesi lainnya yakni mengukir nama dirinya di sebuah batu di atas puncak gunung tersebut. Kesulitan dengan alat tulis yang tidak ia bawa lantas oleh penulis bantu dengan menggunakan sebuah batu yang dihentakan ke batu tersebut sehingga menimbulkan goresan yang menggambarkan nama. Sebuah obsesi yang terkadang penting juga untuk ditiru.

Catatan perjalanan : Tempat Pengasinganku adalah Rumahku

( Catatan perjalanan : Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende-NTT ) Perjuangan seperti apa yang bisa dilakukan Dalam keadaan terkucil sep...