Revolusi Sopan Maroko

Gejolak revolusi merambah hingga ke semua kawasan di timur tengah. Tidak jarang dalam gejolak ini menimbulkan korban yang tidak sedikit. Munculnya gejolak berdarah ini menginginkan sebuah tatanan yang baru bagi kehidupan rakyat. Sistem pemerintahan yang dianggap sudah kadaluarsa bahkan hanya bisa memperkaya diri sendiri dan kroninya. Sedangkan, rakyat sebagai penyokong utama identitas bangsa malah hidup dengan kondisi yang seadanya. Maka munculah sebuah urgensi dalam tatanan pemerintahan yakni permintaan dan tuntutan. Permintaan yang mengiginkan perubahan total dalam sistem pemerintahan serta birokrat di dalamnya dan tuntutan dalam memberikan perbaikan terhadap kesejahteraan kepada rakyat.
Singsana feodalisme kini mulai rapuh seiring dengan waktu. Raja-raja setidaknya bersiap dalam memberikan kebijakan yang tidak sekedar teori belaka. Gejolak revolusi seolah badai besar yang siap menghatam apa saja.
Rentetan revolusi besar yang di mulai di Tunisia menimbulkan sebuah optimisme secara massal bahwa gejolak ini akan mengalami perubahan besar. Alhasil dukukungan besar merembes hingga ke luar wilayah. Namun secara spesifik dapat diketahui bahwa gejolak ini muncul akibat sistem pemerintahan yang hanya bersandarkan pada kekuatan tunggal yakni kekuatan seorang raja (monarki konstitusional_red). Banyaknya penganut sistem kepala pemerintahan yang menempatkan raja sebagai penguasa tunggal. Tahta yang hanya diberikan dengan dasar hubungan darah semakin memudarkan cirri demokrasi sebuah kepemimpinan. Raja yang tidak lain adalah putra mahkota toh dalam kepemimpinan malah akan membuat kepercayaan public yang semakin memudar karena memang sifat kepemimpinan tidak hanya di dapatkan dengan hubungan darah tapi juga memiliki karakter kepepemimpinan .
Saat ini setidaknya beberapa negara yang berada di kawasan timur tengah yang belum terkena secara total imbas reolusi berdarah bersiap dengan berbagai kebijakan untuk menangkal gejolak revolusi. Perbaikan secara struktural yang mengarah kepada rakyat ditingkatkan. Kebijakan ke arah publik meningkat hingga tatanan birokrasi yang diperbaharui. Tujuanya agar terhindar dari revolusi yang akan mempengaruhi dalam berbagai bidang. Pemenuhan semua ini membuat sebuah gejolak revolusi yang sopan dalam sejarah.
Maroko salah satunya. Gejolak revolusi hingga kini masuk ke Maroko namun masih dalam taraf sedang. Walau korban jiwa mulai berjatuhan walau tidak dalam jumlah yang banyak. Negara yang menganut sistem pemerintahan monarki konstitusional ini setidaknya lambat laun akan menghadapi badai revolusi yang sama dengan kawasan timur tengah lainnya. pasalnya faktor ekonomi yang mengakibatkan jumlah pengangguran yang meningkat hingga kebebasan rakyat yang masih terikat. Tuntutan rakyat saat ini adalah menginginkan sebuah perubahan yang mengarah terhadap kesejahteraan rakyatnya dan kebijakan yang tidak lagi diatur rajanya. Muhammad VI selaku raja Maroko yang berkuasa sejak 1999 tentunya paham akan kondisi saat ini, dimana alat kekuasaan yang akan sulit dipertahankn jika masih tidak membuka permintaan rakyatnya.

Maka sebuah hal positif yang ditujukan oleh Muhammad VI kala memberikan kebijakan dalam menangani konflik massal atas nama permintaan rakyat. Secara konstitusional undang-undang maroko akan mengalami amandemen yang disesuaikan dengan kebutuhan rakyat. Setidaknya melalui perubahan ini akan membuat rakyat untuk lebih sejahtera. Perubahan dalam ekonomi yang akan mengurangi jumlah pengangguran yang saat ini menjadi sebuah konflik sosial yang terus memanas.
Namun selain itu, sebuah kebijakan yang diuatarakan oleh raja Muhammad VI yakni pemenuhan tuntutan rakyat yakni sebuah perubahan dalam peta birokrasi Maroko. Kebijakan ini ahirnya mengelurkan sebuah keputusan yakni referendum. Dimana kebijakan ini yang mengatur adanya sebuah referendum yang mengikutsertakan semua warga Maroko untuk melaksanakan sebuah pemilihan terhadap sistem pemerintahan. Kebijakan ini akan mengubah pola pemerintahan yang telah berjalan hingga 50 tahun lebih pascakemerdekaan. Referendum yang akan dilaksanakan pada tanggal 1 juli nanti memberikan kesempatan kepada rakyat Maroko memilih untuk menetapkan sistem pemerintahan yang akan dipilihnya, apakah ia akan memilih sistem pemerintahan yang lama dengan rajanya sebagai pembuat kebijakan atau malah akan memilih perubahan ke arah parlementer dengan perdana menteri sebagai kepala pemerintahanya.
Apa pun itu, bagi penulis gejolak ini terasa lebih sopan ketimbang dengan gejolak yang berada di kawasan lainnya. sebuah apresiassi terhadap raja Muhammad VI yang melaksanaan keinginan rakyatnya.
Posisi Indonesia
Gejolak revolusi yang berada di kawasan timur tengah tentunya akan mengubah pola yang ada di dalamnya. Namun apakah sebatas itu saja?. Tentu tidak. Perubahan yang terjadi pada setiap wilayah tentu akan mengakibatkan pengaruh yang luas terhadap kawasan lainnya (hubungan diplomatik). Contohkan saja dengan gejolak revolusi yang berada di Mesir mengakibatkan hubungan yang sebelumnya dengan negara Israel terjalin baik dengan presiden Husni Mubarak menjadi putus sejak presiden tersebut diturunkan melalui gejolak revolusi. Akibatnya Mesir yang selama ini bersama Israel menutup gerbang dengan wilayah Palestina kini memulai membuka diri begitu juga dengan dampak yang terjadi di wilayah lainnya.
Maka bagaimana dengan posisi Indonesia?. menilai hubungan secara diplomatik antara Indonesia dengan Maroko telah lama terjalin. Hubungan bilateral yang Dimulai sejak presiden pertama Indonesia Ir. Soekarno yang melakukan kunjungan ke Maroko tahun 1950. Kunjungannya sekaligus kunjungan kepala negara yang pertama datang ke Maroko mendapat apresiasi yang positif hingga saat ini. Kunjungan Soekarno juga sebagai pendukung penuh atas kemerdekaan bagi Maroko. Alhasil hubungan baik tersebut terjalin saat Maroko terdaftar sebagai peserta pertama yang mengikuti KTT Asia – Afrika yang berlangung pertama kali di Bandung 1956.
Hubungan dilpomatik ini juga tidak mundur dengan kondisi perpolitikan Indonesia saat itu, dimana terjadi pergantian era kekuasaan yakni masa Seoharto. Hubungan Indonesia – Maroko masih terjalin dengan erat. Peningkatan dalam kerjasama di berbagai bidang menunjukan bahwa Maroko dan Indonesia memang erat terjalin. Singkatnya hubungan diplomatic ini terus meningkat walau Indonesia juga sempat mengalami reformasi pada tahun 1998.
Kebijakan yang dideklarasikan dalam MoU ini memberikan makna bahwa Indonesia mampu menjalin hubungan antar kedua negara. Bahkan dalam ebebrapa kesempatan Maroko menunjukan sikap bahwa negara Indonesia menadi negara yang perlu ditiru dalam beberapa hal antara lain dalam sikap toleransi dalam umat beragama, hingga ragam penduduk yang dapat di satukan dalam satu wilayah Indonesia. agaknya dari sinilah Maroko membuka diri kepada di Indonesia dala berbagai kebijakan. Hal ini tidak hanya bagi Maroko namun juga bagi Indonesia yang diberikan kesempatan untuk mendapat beasiswa bagi mahasiswa yang melanjutkan pendidikan di Maroko. Initnya keduanya memberikan sebuah sikap yang sama positif.
Gejolak yang terjadi di Maroko memang akan mengkhawatirkan hubungan diplomatic antar negara. Namun agaknya tidak bagi Indonesia sendiri, rekam sejarah yang menunjukan bahwa Indonesia dan Maroko mampu bekerja sama dan saling membutuhkan akan tetap melanggengkan hubungan atar kedua negara. walau seperti itu ada beberapa kebijakan yang harus menjadi pertimbangan dalam membina hubungan antar kedua negara ke depannya. Salah satunya yakni pertukaran dalam pendidikan sosial dan politik. Bagi penulis kedua negara memiliki potensi yang berbeda dalam kedua hal diatas. Potensi kultur yang berada di kedua negara ini meruapkan dua ikon yang hidup di kawasan masing-masing. Maka ada baiknya ada beberapa perkenalan yang mendalam dalam mengenal hubungan antar kedua negara hal ini bisa dilakukan dengan pertukaran pelajar atau mahasiswa anatar kedua negara yang nantinya akan dikembangkan di masing-masing negaranya. Baik Indonesia maupun Maroko memiliki karakteristik di masing-masing wilayah maka mahasiswa akan mendalami bagaimana karakteristik dalam wilayah tersebut.

Kata tanya yang berahir Tanya

Kata tanya yang berahir Tanya


Aku menyesal telah meninggalkan dirinya.
Seadainya waktu mau berputar tentu akan ku ulang agar aku bisa menemaninya,
menemani disaat ia membutuhkan ada aku di sisinya.
Arya,

***
Jam menunjukan waktu 6 sore namun hujan belum juga reda. Entahlah aku tak jua mengerti dengan kondisi cuaca beberapa hari ini. padahal pagi tadi cuaca begitu cerahnya, sampai sengatan matahari begitu panas sehingga membuat keringatku yang tak berhenti berkucuran. Namun kini lantai fakultas pun ikut mendingin oleh hujan yang belum juga reda. Jalanan yang hujan tak lagi sepi masih tampak oleh ku terlihat beberapa mahasiswa yang nekat berlarian ditengah hujan. Mungkin bagi mereka lebih baik nekad dengan basah kuyup ketimbang menunggu hujan lebat yang tidak tahu kapan sudahnya.
Senja yang menguning kini tampak muram dengan hujan ini. Aku tak mengutuki hujan namun aku mengutuki diriku sendiri kenapa tak memilih pulang langsung bersama Rafal kala ia mengajak pulang bersama pascakuliah tadi. Kegiatan kumpul di sekre malah kemudian menjebakku di lantai fakultas. Namun setidaknya aku bersyukur toh bukan aku sendiri yang menanti hujan ini. Puluhan mahasiswa pun berdiri berjejer di dinding fakultas, Sesekali memandang langit berubah warna berharap hujan akan segera reda.
Aku berdiri sendiri, bukan pilihan namun memang aku asing dengan mereka yang sama sekali tak ku kenal. Kebosanan ku yang terkadang muncul kerap kugantikan dengan melihat layar hp berharap ada SMS yang masuk sebagai pelipur duka menanti hujan lekas berhenti.
Pandangan ku tiba-tiba menantap sebuah diktat besar, sepertinya ada mahasiswa yang teledor sehingga melupakan dikatnya yang tinggal. Malas aku menghampiri diktat itu.
“Riani Dwi Ashari” sebuah nama tertera di diktat itu. nama yang bagus uangkapku. Iseng ku buka lembaran catatannya. Berderat angkah-angkah dengan rumusnya, gambar yang memusingkan ku ini semakin membuat aku bosan untuk melihat lebih jauh catatan ini. Tulisannya yang rapi memenuhi setiap space di buku ini. Tulisan yang berwarna satu tintah ini setidaknya membuktikan bahwa kutu buku ini adalah wanita yang keras dengan komitmennya.
Namun bagiku anak kutu buku bukanlah tipe ku setidaknya itu komentarku menyimpulkan untuk membuang buku itu kembali ke asalnya.

***
Rumah yang rapi dengan taman yang indah. Sambil menunggu tuan rumah aku merasa rumah ini memang terawat secara baik, hiasan di taman yang berbentuk cantik dengan hiasan bunga membuat taman ini layak sebagai surga kupu-kupu. Memang tidak sengaja aku mampir ke rumah cantik ini kalau bukan buku tempo hari yang ku campkaan kembali ke asalnya. Aku juga takkan menemui kutu buku ini kalau saja bukan karena pengumuman yang tertempel di seluruh dinding fakultas di kampusku hanya untuk menanyakan buku ku ini.
Beruntung hati kecil ini mendorong ku kembali mencari kembali buku ini. Walau dengan setengah hati toh ahirnya aku juga sampai dirumah si kutu buku ini. Jalannya yang jauh dengan belokan yang entah berapa ditambah dengan penunjuk yang kerap salah memberi arah praktis membuat aku tempo hari.
“maaf, kamu cari saya…” suara yang sedikit gugup terdengar dibelakangku.
Keindahan Riani, pemilik buku ini sunguh tak lagi membuat aku menyebutnya dengan si kutu buku namun dewi cantik. Gadis ini berdiri dengan warna putih membalut bagian tubuhnya, kulitnya yang cantik membuat aku tertegun melihat sosok dewi ini. Agaknya rumusan bahwa kutu buku tak selamanya buruk rupa atau sebangsanya. Lain halnya Riani yang memandang ku baginya aku asing dimatanya. Namun entah kenapa ia gugup mengandai ku ini.
“Riani Dwi Ashari” ujarku langsung ke pokok tujuan. Aku tak ingin suasana gugup membuat suasana menjadi kaku.
Selanjutnya aku utarakan kedatangan ku hanya memenuhi permintaan Riani
“BAGI SIAPA YANG MENENEMUKAN BUKU ATAS RIANI DWI ASHARI MOHON SEGERA DIKONFIRMASI KE PEMILIKNYA”.
Tiba-tiba suasana yang sepi menjadi luntur oleh senyum Riani, kepolosan ku yang detail mengukapkan kedatanganku sini membuat ia tersenyum.
Suasana yang mencair membuat kami dekat dengan waktu singkat. Entah kebetulan atau memang direncakan persamaan kami membaut cerita yang saling menyatu. Hujan beberapa hari yang lalu memang membuat Riani lupa bahwa ia telah meninggalkan sebuah diktat penting mata kuliahnya. Namun anehnya walaupun ia adalah anak hitungan ia masih lupa dimana diktat itu tertinggal.

***
“Jangan pergi Arya, aku tidak mau kamu dikit pergi” sebuah lamunan ku kembali menerawang jauh. Riani sangat keras melarangku mendaki minggu depan, padahal tiap kali aku mendaki tak ada mencemaskanku kecuali dewi cantik ini. Aku juga tidak mengerti kan hal ini, sebuah perasaan yang lama ku pendam setelah enam bulan mengenalnya. Kedekatan ku dengan Riani dengan tiba-tiba memang ajaib. Mulai berbagi cerita aku memahami sosok gadis ini memang memiliki semua yang aku inginkan selama ini, parasnya yang ayu tidak hanya membuat hari-hariku penuh dengan makna. Sifatnya yang dewasa bertambahnya yakni bahwa Riani adalah gadis yang sempurna.
Namun kini laranganya memang membuatku gamang apakah aku harus meneruskan pendakianku ini. Rasanya tidak mungkin jika karena wanita aku tidak jadi mendaki, persiapan sematang mungkin sudah dipersiapkan. Aku tetap menadaki,
” Maaf riani aku akan tetap mendaki”





***

Udara gunung membuat badan ku mulai merasakan dingin. Perjalanan menujuh puncak hampir sampai. Sesekali aku beristirahat aku kemabli mengeluarkan ponsel kecil ku ini. Sesekali aku mengirimkan keadaan ku melayang jauh ribuan km ke riani. Sekedar memberi kabar keberadaan serta apa yang kulihat.
Namun sejak awal keberangkatan Riani tak menjawab telpon maupun membalas sms ku. padahal sebelum pergi aku ingin mendegar suaranya agak sejenak. Rasa kerinduan merasuk diam-diam ke hati ku aku akan meninggalkan dia seolah dalam waktu yang lama. Bolak-balik ku hubungi namun tetap tak ada balasan.
Rasanya ia memang marah dengan keputusanku yang tetap mendaki. Namun apalah daya. Kini aku berangkat tampa kesan dari riani hanya dingin dan diam yang ia berikan. Kemarahannya membuat perjalnanaku berisi penuh dengan bayangannya.
Lamunanku memang sampai Riani aku tak tahu apa yang ia lakukan saat ini. Adakah doa yang ia krimkan. Tiba-tiba sebuah pesan singkat masuk ke layar ponsel
“Dari : riani
Arya, maaf aku tidak membalas sms kamu.
Hati2 y… aku harap kamu pulang dengan selamat dengan segudang ceritamu. Aku menunggu mu arya.. “
Dinginya udara tiba-tiba mengahngat dengan pesan singkat riani, aku tak peduli dengan dingin dan lelahnya perjalananku namun Riani telah memberikan aku spirit untuk menghadiahkan sebuah kerinduan yang ada pada kami bersama . entah kapan ku mantapkan hati ku untuk menjalin hubungan yang lebuh serius dengan Riani selepas pendakian ini.
“Riani tunggu aku” batin ku.

***
Rumah sakit ini begitu mewah dengan fasilitasnya. Namun aku tidak ambil peduli dengan rumah sakit ini, namun langkah ku saling berkejaran dengan gearan batinku untuk mencari riani. Sms yang kerap ku kirimkan tak selamanya diterima melainkan masih tersimpan rapi dikotak pesan. Dirinya harus berjuang menghadapi penyakit kanker yang dideranya ini.
Mungkin ini tanda yang diberikan kala bersikeras melarangku. Ada rasa sesal, sangat menyesal karena tak mampu menemaninya saat kritis ini.
Kini apalah arti penyesalan riani terbaring pucat dipmebaringan umum ini. Pipinya yang masih putih sungguh membuat kecatikan dirinya yang tidak pudar. Semua berkumpul di sebelah Riani bunda, ayah, adik-adiknya bahkan Fita teman akrabnya. Aku hanya mematung menjaga keadaan seolah aku juga bisa tegar menghadapi semua ini. Langkahku yang mendekat membuat aku jelas merasakan aura Riani.
Ingatanku melayang membayangakn bagaimana perkenalanku dengan Riani. Kini kedekatan ku yang telah memantapkan hatiku bersiap kecewa akibat kebodohan ku menanti gadis ku yang terbaring koma bertarung dengan penyakitnya. Sesekali aku melihat parasnya yang memang membuat aku takluk bersamanya. Kini harapan baru untuk mengikat hubungan ami gakanya harus berhenti cukup disini. Riani akan mati.
“ketika hati ini, tetapkan pilihan.
Adakah kuasa diri tuk coba abaikan.
Selalu ku katakan engkaulah yang terjaga dalam setiap langkah kau tetap mimpiku……”
aku bersenandung di sisinya menemaninya mengagtikan kehadiran ku yang seharusnya ada bersamanya.

***
Lembaran diari Riani puluhan kali ku buka. Dia menuliskan semua tentang ku disetiap halamanya. Apakah aku mencintainya? Sebuah pertanyaan ahir yang ingin ku jawab kepadanya namun bagaimana?. Rasa tanyaku seakan mengulang penyesalan ku yang telat sangat telat. Aku telah meninggalkan Riani hanya tuk ego ku.
Sebuah kuburan dengan nisan yang masih baru kerap aku kunjungi. Pascaoperasi tidak membuat keadaan Riani membaik malah semakin memburuk. Riani pergi meninggalkan semua dengan tersenyum namun tidak untuk ku ia pergi dengan tanda Tanya apakah aku pun mencintainya?. Kini hanya rasa penyesalan yang aku dapatkan.
Mungkin hanya dengan butiran doa ini aku mampu berdoa semoga Riani tetap bersama di hati ini. Aku berjanji bahwa kamu tetap hidup Riani di hati ku.

Sebuah harapan yang tak pernah terungkap dan diungkapkan

Merenung Untuk Sebuah Idealisme

Dalam buku yang dicetak oleh LP3S UI berjudul “Catatan Seorang Demonstran” yang berisi latar belakang dan perjalanan sosok seorang Soe Hok Gie. Pemuda keturunan Tionghoa namun memiliki jiwa nasionalis murni. Dalam buku ini menceritakan melalui catatan harianya bahwa Gie membentuk karakter dirinya sesuai dengan kondisi zamannya. Ia sosok keras yang mempertahankan idealialismenya yang murni untuk memberikan sebuah keadilan tanpa sebuah dedikasi. Kondisi zaman yang harus menempel dengan penguasa membuatnya secara tegas untuk menolak hal seperti itu.
Gie hanya seorang mahasiswa, lebih tepatnya seorang pemuda yang masih mencari jati dirinya dengan membuat pondasi lewat Idelalismenya. Tidak jarang idealismenya juga yang menjauhkan dirinya dari keramaian birokrasi pemerintahan. Di ahir catatan ia masih berujar “Apakah semua yang ia lakukan ini memiliki kegunaan?”. Sebuah pertanyaan yang menanyakan pada dirinya, sosok Gie yang gencar memberikan kritikan pedas lewat mata pena yang tida pernah surut menulis. Lewat sorakan dalam demonstrasi yang tidak pernah berhenti berteriak atas nama keadilan, dan lewat argumennnya dalam menata negara yang bermasyarakat sesungguhnya. Maka ahirnya pun semua mata mengakui bahwa dari sebuah idealismenya Gie dikenang sampai saat ini.
Sebuah dedikasi saat menjadi mahasiswa tentunya memiliki pondasi dalam berfikir yang terstrukur bahkan lebih kompleks dalam membuat idealism yang kuat. Tidak hanya dengan mencontohkan dengan sosok Gie, namun juga dengan mahasiswa yang hidup di eranya atau yang dikenal dengan angkatan 66. Sebuah kekuatan dalam mendorong mahasiswa membuat mereka memiliki sebuah arti dari idealis. Sejarah yang membuktikan bahwa kekuatan tangan besi pemerintahan pun tumbang dengan kuatnya idealisme yang tertanam. Pristiwa yang terjadi dalam rentetan sejarah Indonesia pun masih teringat dimana mahasiswa memiliki andil dalam menempatkan kekuatanya sebagai ideologi mandiri tanpa batas.
Namun sejauh mana sebuah idealisme itu akan bertahan?. Pertanyaan ini jugalah yang banyak ditanyakan dalam melihat dinamika bangsa ini. Kasus korupsi yang menempatkan kaum intelektual telah merugikan rakat Indonesia dengan nilai angkah yang terbilang wah. Padahal sebelum para birokrat intelektual mendedikasikan diri dalam birokrasi pemerintahan kehidupan para birokrat dimulai dari sebuah idealisme sebagai mahasiswa. Dimana mereka dengan lantang mengatakan bahwa nilai sebuah kesejahteraan diperuntukan hanya untuk seluruh rakyat Indonesia. Nilai keadilan tanpa toleransi dijunjung sebagai hal utama yang dilakukan. Maka dari itu,sampai idealisme tersebut sampai dimana ia memiliki batasannya ketika toh para kaum inteletual terbelenggu dengan jeratan kasus korupsi.
Pancasila dan UUD 1945 yang digaungkan sebagai landasan dasar dalam menempatkan kepentingan rakyat dalam kebijakan pemerintah seolah hanya sebuah simbolis belaka. Kepentingan pribadi dan kepentingan pesanan sebagai unsur utama dalam menjalankan kebijakan yang mengatasnamakan rakyat Indonesia.
Mungkin benar jika idealism tidak bisa memaksakan dengan menempatkan sosok Gie. Namun setidaknya ada hal yang ia pertahankan yang patut diingat. Menempatkan kepentingan rakyat tanpa ada nilai lain dibelakangnya. kini sebuah perenungan untuk menjadi mahasiswa yang memiliki intergritas dalam membuat sebuah perubahan. Tidak hanya itu, namun juga ada harapan yang selalu ia hidupkan dalam memuali perjalanan mahasiswa, dimana konsep dunia kampus merupakan sebuah miniatur negara sebelum terjun dalam masyarakt yang kompleks.
Banyaknya mahasiswa yang memiliki perbedaan bukan sebuah msuh yang ditakuti atau pun di hindari. Perbedaan yang timbul hanya karena cara pendang yang berbeda. Latar belakang, ditambah dengan idealisme membuat cara pandang dari berbagai sisi. Walaupun seperti itu, setidaknya jangan biarkan sebuah idelialisme yang ada saat ini memang memiliki sebuah tanggal berahir sebuah idealism untuk hidup.

On Time

Bangsa ini bermasalah dengan waktu. Namun waktu yang dipermasalahkan bukanlah sebuah waktu yang sempit, atau waktu yang padat. Sebaliknya malah waktu yang tidak tepat. Banyak sudah penilaian orang lain dalam menilai sisi waktu yang dimiliki oleh bangsa ini, waktu di Indonesia lebih lambat dari jam yang seharusnya. Maksudnya kala berjanji untuk bertemu jam 7 bisa panjang lagi waktunya hingga jam 8 atau malah jam 9. Hal ini belum lagi dengan rapat, atau pekerjaan lainnya yang menimbang waktu sebagai awal pekerjaan. Memang perihal waktu adalah hal basi yang dibicarakan, tapi toh solusi dalam menangani waktu cenderung lambat dan malah tidak berhasil.
Sebuah prioritas yang besar dalam kondisi saat ini yang menekankan sebuah waktu dalam intensitas pekerjaan, Waktu adalah jarum yang menunjukan kompetensi di mata orang lain. Jika berbicara siapa mnausia yang tidak terlambat tentu semua sepakat bahwa manusia pernah telat, namun pertanyaan apakah sebuah keterlambatan akan menjadi sebuah kebiasaan saja atau hanya sebuah fenomena kebetulan. Dalam berbagai ulasan di media cetak maupun eletronik memberitakan pejabat yang mangkir dari tugasnya atau malah bolos dalam menjalankan tugas, hingga terlambat yang seolah menjadi hal yang biasa.
Menurut M.Soeparno dalam bukunya yang berjudul “Revolusi Karakter Bangsa “ mengatakan bahwa bangsa Indonesia memang saat ini terperosok dalam sebuah kebudayaan yang buruk, salah satunya korupsi dan waktu. Akibatnya keinginan dalam menciptakan bangsa yang memiliki SDM berkualitas akan terhambat. Dalam bukunya ia juga menambahkan bahwa walau bangsa ini penuh dengan penyakit tersebut bukan berarti tidak bisa diubah. Bukankah sebuah penyakit seperti korupsi telah menjadi sebuah kebudayaan yang buruk. Maka Perlu adanya perubahan dalam mengatur sebuah itu dengan melakukan dinamikan perubahan kebuadayaan dari korupsi menjadi anti korupsi, dari tidak tepat waktu menjadi On Time. Bukankah sebuah kebuadayaan akan berputar dan terus berubah.
Memulai drai hal yang terkecil adalah hakikat dalam melakukan sebuah perubahan, salah satunya dalam memahami waktu dan memamfaatkannya. Abad saat ini adalah persaingan seperti lomba lari, dimana dalam lomba tersebut dikikuti dengan garis start yang sama kemudian beralari, dan siapa yang tercepat maka dia yang menjadi pemenang. Sedangkan bagi yang hanya diam, atau lambat maka akan kalah dalam lomba tersebut.
Menjaga sebuah waktu adalah bentuk keprcayaan orang lain. Bukankah dalam melihat karakter orang lain dapat dilakukan dengan berbagai hal termasuk mengukur waktu dalam kesehariannya. Berbeda antara oaring yang terlambat dan kerap terlambat. Kebiasaan dan kebetulan meruapakan dua hal yang berbeda dan bisa diubah. Maka jangan hanya perkataan dalam membauat sebuah perubahan namun juga dengan sebuah tindakan yang perlahan atau cepat. Jika hal itu berhasil maka akan menjadikan waktu saat ini memang memiliki daya guna yang akan mencitrakan pribadi baik secara pribadi maupun secara umum kepada orang lain, bahwa kami mampu membuat sebuah perubahan nantinya.

Kebangkitan Nasional atau Kebangkitan Intelektual

Perayaaan nasional dalam bulan Mei terdapat dua moment besar yakni Hari Pendidikan serta Hari Kebangkitan Nasional. Dalam moment kali ini penulis memilih untuk kembali membahas bagaimana perkembangan moment dari Hari Kebangkitan Nasional.
Dalam catatan sejarah memang telah menegaskan bahwa pada tanggal 20 Mei 1908 berdiri sebuah organisasi yang dinamakan Boedi Utomo. Landasan dengan berdiri BO ini menjadikan sebagai lambang kebangkitan nasional. BO yang di ketuai oleh dr.Wahidin Soedirohoesodo merupakan aktor penting dari berdirinya BO serta menyebarkan pengaruhnya ke kalangan kaum priyayi jawa. Memang jika Karirn Wahidin selain sebagai lulusan STOVIA (sekolah kedokteran), Ia juga seorang aktivis pergerakan yang bergerak dengan redaktur di sebuah majalah bernama Retnhadhoemilah. Perjalanannya sejak mengembangkan BO ini, Ia mengembangkan rasa nasionalisme di kalangan priyayi Jawa sehingga membuatnya tergerak untuk membuat badan resmi sehingga menjadi wadah dalam menanamkan nasionalisme kebangsaan.
Berdirinya BO memang dipatok sebagai kehadiran sebuah cahaya dalam inteletualnya di zamannya. Dimana pada awal abad 20 kondisi bangsa Indonesia masih dalam kekuasaan colonial Belanda, namun dalam perkembanganya sistem liberalisasi telah masuk dan berkembang di Indonesia. Maka bentuk perlawanan terhadap sistemkolonialisme pun dilawan dengan sistempendidikan inteletual hal ini tentu berbeda dengan perlawanan dalam bentuk fisik yang pernah diperjuangankan melalui perlawanan Pangeran Diponegoro, Imam Bonjol dan pahlawan lainnya. Akibat munculnya BO merupakan sebuah kebangkitan awal dalam memacu tumbuhnya organisasi lainnya yang berkembang pesat dengan sistemideology yang saling berbeda-beda.
Namun dalam perkembangan BO ini ada hal yang menarik yakni, penetapan BO sebagai lambang kebangkitan nasional yang diperingati setiap tahunnya. Bahkan BO memang dianggap sebagai pelopor utama dalam memunculkan gerakan nasionalismenya. Apakah demikian adanya?.
Kembali catatan sejarah tidak hanya mencatatkan BO sebagai organsasi tunggal yang pertama kali berdiri namun ada beberapa organisasi yang juga bersifat nasionalisme yang muncul, yakni perkembangan Serikat Dagang Islam (SDI) yang didirikan oleh H.Samanhudidan (1906), dimana dengan SDI dan jalur dagangnya memberikan rasa nasionalisme kebangsaan. Selain itu juga ada media yang bergerak dalam bidang pers Medan Prijaji yang didirikan oleh R.M Djokomono Tirtoadisurjo (1907), dimana dengan kehadiran Medan Prijaji membuat surat surat kabar ini sebagai pelopor dalam kebangkitan nasionalisme bagi kaum intelektual dan masyarakat Indonesia secara umum.
Maka dari ini dapat dibuat sebuah simpulan bahwa tidak hanya BO yang pertama kali berdiri, karena sudah ada organisasi yang berdiri sebelumnya yakni organisasi yang berdiri melalui sistemdagang (SDI) dan organisasi melalui sistempers yakni Medan Prijaji. Namun toh masih BO yang dianggap sebagai lambang berdirinya organisasi yang menjadi ikon dalam kebangkitan nasional. Banyak hal interprestasi kenapa BO dianggap sebagai pelopor dari kebangkitan nasional, salah satu sebab yakni karena aanya intervensi yang dilakukan oleh pemerintah saat itu dalam memunculkan pamor akan kehadiran BO sebagai landasan uatama dalam kebangkitan nasional.
Bagi penulis jika menilik dengan berdirinya BO yang dikaitkan dengan era kebangkitan nasional agak menyanksikan. Dimana BO yang didirikan memiliki kelemahan-kelemahan yang dianggap urgent dalam membangkitan rasa nasionalisme bangsa Indonesia. Antara lain dengan membatasi anggota yang hanya berasal dari golongan priyayi saja, bahkan dalam pergerakannya BO dijadikan sebagai badan legal yang digunakan pemerintah kolonial dalam memberikan pengaruh yang besar dalam masa liberalisasi. Dimana sistemyang digunakan Belanda dalam era liberalism difungsikan dalam tiga hal besar yakni edukasi, irigasi, dan transmigrasi. Ketiganya dilakukan tentu memiliki andil yang cukup besar yakni semua kebijakan yang digunakan oleh Belanda harus berujung terhadap keuntungan bangsa Belanda. Maka dengan adanya BO dianggap sebagai sebuah kesuksesan dalam kacamata Belanda bahwa organisai yang didirikan oleh orang-orang Indonesia ini muncul hanya untuk memenuhi kepentingan Belanda saja.
Namun jika melihat dari dampak berdirinya BO mampu membuat sebuah tonggak baru yakni adanya perubahan dalam inteletualnya. Kebangkitan BO memunculkan organsasi yang vakum untuk kembai bangkit dalam menciptakan rasa nasionalisme bagi bangsa Indonesia. Era BO juga pantas dinilai sebagai era kebangkitan kamu intelektual, dimana para tokoh-tokoh nasionalis bergerak dalam membuat pergerakan yang lebih dari kemampuan BO itu sendiri. maka dari itu BO memang tidak dipandang sebagai pelopor kebangkitan nasional namun sebuah kebangkitan secara inteletual. Dimana asas nasionalisme dibalas dengan perjuangan dalam menjadikan bangsa ini sebagai bangsa yang merdeka.
Penetapan BO sebagai lambang kebangkitan nasional tersebut memang agak susah disangkal dengan organisasi sebelumnya. Namun agakanya tidak hanya memandang BO sebagai organisasi yang dekat Belanda, namun lebih dari itu bahwa dalam menjadikan bangsa mampu memberikan kontibusi yang besar. BO sebagai pejabat yang hidup dalam ruang sidang maka akan memberikan pengaruh terhadap segala kebutuhan Belanda. Semangat juang dalam memberikan pengaruh nasionalisme kepada kaum priyayi merupakan sebuah cara yang digunakan untuk menjaring bibit nasionalisme yang terus dikembangkan.
Era pergerakan memang merupaka era yang sangat yang penting dalam memberikan kontribusi dalam menyusun kemerdekaan bangsa Indonesia. Berdirinya organsasi yang berlandaskan nasional, komunis, hingga Islam menjadi sebuah masa baru dalam melawan kekuasaan yang non akademik. Namun adanya ragam dan macam organsasi yang hidup dan berkembang ada koordinasi tokoh masing-masing. Namaun dengan gaya seperti itu, setidanya manusia memiliki satu tujuan yang sama yakni kemerdekaaan bangsa indoensia.

Catatan perjalanan : Tempat Pengasinganku adalah Rumahku

( Catatan perjalanan : Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende-NTT ) Perjuangan seperti apa yang bisa dilakukan Dalam keadaan terkucil sep...