Resensi Buku : Negeri Para Markus

Judul : Kisah Para Markus Penulis : Ismantoro Dwi Yuwono Penerbit : Medpress Tebal : 236 Halaman Tahun terbit : 2010
Buku ini merupakan sebuah catatan yang menganalisis beberapa kasus penyimpangan keuangan di negeri ini. Penulis memberikan perspektif terhadap kondisi negara dan birokrat yang telah perampokan terhadap uang rakyat. Buku ini mengajak pembaca untuk melihat kembali berbagai kasus besar yang mandeg karena ulah pihak yang berkepentingan. Beberapa kasus antara lain, kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) hingga kasus Bank Century menjadi pedoman utama dalam buku ini. Melalui buku setebal 236 halaman ini, pembaca akan mendapatkan sebuah analisis tersendiri terhadap kasus keuangan di negeri ini ternyata dilakukan atas campur tangan orang lain (Markus). Buku ini juga menjelaskan cara kerja markus yang ahirnya mampu mengurangi atau memperkeruh kasus menjadi samar-samar dan ahirnya ditutup. Tentu dalam pemaparan ini penulis agaknya hendak memberikan sebuah kesatuan pendapat bahwa seharusnya korupsi dan markus lenyap dari bumi nusantara. Namun ada pertanyaan yang cukup menggelitik dalam melakukan pemusnahan terhadap dua hal diatas yakni apakah kita juga bisa mengungkap dalang sebenarnya pelaku korupsi dan markus ini? Dalam beberapa tahun terahir muncul kasus kriminalisasi yang menimpah rakyat pinggiran yang tidak berpunya, yakni Prita Mulyani terduga kasus mencemarkan nama Rumah Sakit Omni karena pelayanan yang tidak professional, kedua kasus Mbah Mirah pelaku pencurian 2 buah kakao sebuah pabrik dengan niat hendak ditanam agar namun ia malah diringkus, kemudian kasus yang juga menimpah Kadana seorang buruh perkebunan yang di fitnah dengan kasus pembunuhan yang dilakukan teman sejawatnya sendiri. Ketiga orang tersebut adalah sebagian kecil dari rakyat yang telah dimamfaatkan oleh markus dalam kriminalisasi. Tidak ada pertolongan kecuali rasa iba yang dirasakan oleh publik. Sebaliknya pemerintah sok kuasa dengan mengatakan bahwa semua harus melalui proses hukum. Pemandangan ini tentu berbeda kala kasus besar yang melibatkan orang besar malah mendapatkan sikap ekslusif pejabat birokrasi. Beberapa kasus yang penulis lakukan adalah perkara BLBI yang terjadi tahun 1998. Bank yang mendapatkan dana talangan BI merupakan lima Bank yang sedang kolaps akibat resersi ekonomi global. Indonesia yang tidak mampu menjaga kestabilan ekonomi menjadikan kondisi makin parah. Maka ahirnya dikeluarkan 164 trilyun atas perintah presiden sebagai dana talangan. Dimana dalam proses ini Bank yang telah mendapat dana talangan wajib membayarkan dalam kurun waktu 1 bulan, namun ahirnya itu ditangguhkan dan dijadikan selama 5 tahun. Memasuki tahun 1999 mucul sebuah bukti bahwa dana 138, 44 trilyun telah mengalami kesewangan. Walaupun pada tahun 2000 pencairan dana talangan sudah dikembalikan senilai 75 triliyun namun sisa dana raib. Maka pada ahirnya pada tahun 2008 kasus BLBI dituup setelah banyaknya intervensi oleh pejabat yang memang menginginkan kasus ini ditutup. Analisa selanjutnya pembaca digiring kepada permasalahan baru yakni kasus Bank Century yang mendapatkan dana talangan layaknya blbi senilai 6,7 trilyun. Rekayasa dana talangan ini karena dianggap bahwa Bank Century jika kolaps maka akan mengganggu kestabilan perbnkan nasional. Padahal kasus Bank Century adalah sebuah perampokan yang dilakukan oleh sang pemiliknya sendiri yakni Robert Tantular. Tentu saja dana kas Bank Century yang hanya sekitar 2 trilyun namun mendapatkan dana berlipat yakni 6,7 trilyun. Maka oleh Jusuf Kala mengatakan bahwa negera ini telah dirampok oleh si pemilik Bank Century . Sebaliknya pemilik kebijakan yakni Boediono, Sri Mulyani dan beberap pejabat lainnya merasa tidak bersalah dengan melakukan dana talangan tersebut. Hingga kini kisah Bank Century tetap menjadi tanda tanya, kemanakah uang 6,7 triyun ini? Buku ini cukup kritis untuk membahas sebuah kasus besar di Indonesia. Tentu saja bahwa dalam analisis ini mengajak pembaca juga mampu memberikan opini dalam melihat kasus besar yang janggal di sekitar kita. Selain membahas kasus perbankkan buku ini juga membahas mengenai posisi dan peran markus dalam lingkungan pemerintahan Indonesia. Dimana pengungkap bukti adanya dana talangan ini adalah Susno Djuajdi yang mengatakan bahwa intitusi hukum terdapat markus yang memang membuat scenario kasus. Hal ini lantas yang membuat nantinya Gayus sebagai pelaku markus yang ditangkap. Pembaca akan merasa bosan yang penjelasan buku ini yang ditulis seara berualang pada bab selanjutnya. Maka dari itu rasanya tidak salah jika ingin membuat catatan singkat untuk memberikan runut pristiwa dalam sebuah kertas. Buku yang pantas kiranya dibaca oleh kalangan akademik dan simpatisan yang peduli dengan hukum di Indonesia.

Resensi Buku : Kesetiaan Srikandi Indonesia

Judul : Biografi Inggit Penulis : Reni Nuryanti Penerbit : Ombak Tebal : 380 Halaman
Seokarno adalah presiden pertama Indonesia. Sejarah telah mencatat bahwa kebesaran nama Seokarno tidak hanya dari sosoknya sebagai pemimpin pertama bangsa ini. Sebaliknya, Seokarno menjadi tokoh pergerakan yang mampu memikat dengan derasnya kata-kata dari dirinya. Dialah Seokarno yang menjadi singa podium, dialah sosok ratu adil yang terlahir dari bangsawan jawa, dialah Seokarno yang belajar dari raja tanpa mahkota HOS Tjokroaminoto. Namun Seokarno bukanlah sosok berani berdiri tanpa ada akar yang membantunya untuk berdiri. Salah satu akar tersebut adalah sosok Inggit Ginarsih. Selain sebagai pemimpin yang memikat hati rakyat, Seokarno juga mampu menjadi lelaki yang memikat bagi kaum hawa, salah satunya Inggit. Pertemuan keduanya yang menjadi pertanda kebangkitan Seokarno sebagai sosok yang berkarakter. Pertemuan keduanya terjadi ketika Seokarno hendak melanjutkan sekolahnya di THS Bandung. Oleh mertuanya HOS.Tjokroaminoto memberikan pesan bahwa Seokarno tinggal di rumah salah aktivis Serikat Islam yakni Sanusi. Pertemuan melalui studi inilah yang mengantarkan Seokarno bertemu dengan sosok gadis ayu yakni Inggit Ginarsih. Perasaan cinta antara Seokarno dan Inggit memang sebua perasaan yang menjadi gejolak rasa diantara keduanya. Rentangan umur yang terpaut jauh tidak menjadi masalah bagi Seokarno sendiri untuk mencintai sosok Inggit yang lebih tua sekitar 13 tahun. Pernikahan keduanya pun berlangsung pada tanggal 24 Maret 1923. Pernikahan yang terjadi antara Inggit dengan Seokarno dilakukan setelah Inggit resmi bercerai dengan Sanusi. Pernikahan keduanya ini menjadi sebuah jejak langkah baru bagi Inggit maupun Seokarno untuk saling mendampingi. Kepribadian Inggit yang tangguh dalam memberikan perhatian kepada Seokarno memang bukan kebetulan semata. Dimana Inggit yang memang sudah terbiasa dengan aktivitas pergerakan pada saat itu. Inggit mampu menjadi wanita yang peka dengan kondisi zaman yang memang butuh perubahan. Di usia Seokarno yang menginjak pada usia 20 tahun an merupakan usia yang sangat stabil dalam memerankan diri sebagai seorang lelaki. Begitu dengan diri Seokarno, sebagai lulusan teknik dengan status sebagai Ir (Insinyur) namun Seokarno tidak menjadikan gelar tersebut sebagai jalan hidupnya. Sebaliknya Seokarno menjadi pemberontak terhadap rezim imperialisme. Berguru kepada HOS Tjokroaminoto menjadikan Seokarno paham bahwa bangsa merupakan bangsa yang terjajah. Namun sayang, pemahaman ahir antara Seokarno dan HOS.Tjokroaminoto terlepas setelah gaya perjuangany berbeda. Kini setelah Seokarno menyakinkan diri untuk mengabdikan diri terhadap kemerdekaan bangsa Indonesia maka Seokarno pun mulai melakukan provokasi sehingga terbentuk partai nasional Indonesia (PNI) namun Seokarno menjadi bulan-bulanan dalam perjuangan mencari massa tersebut. Berkali-kali Seokarno ditangkap dengan berbagai tuduhan “penghasut”, Seokarno tidak tahan bahkan cenderung melemah dengan ideology perjuangannya namun sosok Inggit mampu menjadi bara dalam membangkitkan Kusno(Seokarno_red) untuk berjuang dengan pidato kemerdekaannya. Buku ini cukup kritis dalam mendeskripsikan sosok Inggit dalam model karakternya. Dimana kemampuan Inggit mungkin hamper sama dengan sosok perempuan nyai ontosoroh dalam novel “Bumi Manusia” karya Pramoedya Ananta Toer. Inggit mampu menjadi seorang ratu yang tidak hanya berjalan layaknya permaisuri. Kehadiran Inggit dalam jiwa Seokarno bukan hanya menampilkan bahwa inggit hanya sosok istri yang kalem dengan segala keterbatasannya, sebaliknya inggit yang hanya tamat sekolah dasar mampu menjadi wanita yang memiliki kemampuan bagi Seokarno. Dalam masa-masa pergerakan Inggit juga ikut menyonsong propaganda dalam mewujudkan kemerdekaan. Inggit sangat mengerti beban menjadi istri bagi sang pemimpin seperti Seokarno. Bahkan klimaks dalam perjuangan Inggit terlihat ketika perpisahan Inggit dengan Seokarno di penjara Sukamiskin. Selanjutnya Inggit menjadi teman setia Seokarno ketika mengalami pembuangan di Ende Flores. Di pembuangan ini jua yang menyebabkan Seokarno jatuh sakit baik secara fisik karena malaria dan psikologis karena tidak dapat melakukan aktivitas politik. Namun Inggit kembali mampu menjadi teman yang setia dengan menguatkan Seokarno untuk tetap optimis. Maka ahirnya Seokarno bangkit dan mulai menata kembali mentalitas perjuangannya, namun sayang hingga hari kemerdekaannya sang Srikandi Indonesia tidak menjadi pendamping sang tokoh proklamator karena resmi bercerai setelah Seokarno kembali dari pembuangannya di Bengkulu 1943.

Resensi Buku : Gusdur dan Kelebihannya

Judul : 41 warisan kebesaran gus dur Penulis : M.Hanif Dhakiri Penerbit : LKiS Tebal : 204 Halaman Tahun terbit : 2010
Sejarah bangsa ini tidak pernah lepas dari banyaknya orang yang hidup didalamnya. Seperti halnya sosok KH Abdurrahman Wahid atau lebih dikenal dengan gusdur, presiden ke empat indonesia. Mengenal sosok gudur maka seolah mengenal sosok yang kontroversial di mata masyarakat saat ia masih hidup. Ia tipe yang membingukan kala mengatakan hendak ke kanan ternyata ia malah berbelok ke kiri. Walau seperti itu, pemikirannya yang mampu merevalitasi, disorientasi, bergaya modernism mampu memecah pemikiran yang tradisionalisme. Buku ini merupakan sebuah rangkuman dari banyak hal tentang pemikiran dari gusdur dalam 41 pokok pemikirannya. Harapan ketika pembaca emmbaca buku adalah sebuah pemahaman terhadap intergritas yang dimiliki oleh gus dur selama ia hidup. Kematian Gusdur pada tanggal 30 desember 2009 silam memberikan sebuah tanda duka yang mendalam. Dimana sosoknya sebagai seorang begawan politik ini sangat disegani oleh kalangan kawan sejawat bahkan oleh lawan. Pemikiran-pemikiran dari sosok Gusdur mungkin memang menyesuaikan dengan apa yang dimilikinya dan lingkungannya. Dimana sejarah garis keturunan gusdur memang seorang putra dari tokoh hebat bangsa ini yakni KH.Hasyim Asyari dan H Ahmad Wahid Hasyim. Mereka adalah tokoh pendiri Persatuan Ulama (NU)dan menjadi panglima dalam mendukung indonesia pada saat perjuangan. Legitimasi seperti inilah yang menjadikan sosok gusdur mampu menjadi orang yang hebat. Bahkan dalam silsilah kerajaan Gusdur masih mempunyai hubungan dengan Raden Brawijaya IV yang nantinnya bersambung ke Jaka Tingkir (Kerajaan Pajang). Salah satu yang menjadi pokok dari kekuatan pikiran gusdur adalah pemikirannya dalam melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan keadilan. Sosoknya yang sangat inspiratif ini mampu melahirkan tokoh didikannya seperti Hasyim Muzadi, Alwi Shihab, Mahfud MD, dan tokoh lainnya. Mereka dididik dengan gaya Gusdur yang sangat luwes dalam melihat sebuah perbedaan dalam kehidupan sekitar. Karir yang dilakukan oleh Gusdur ini merupakan buah perlawanan ketika yang ia lakukan pada masa Orde Baru. Dukungan Gusdur untuk mendirikan ICCI menjadi awal perlawanan pada 1990-an. Bahkan memasuki masa pemilu tahun 1992 Gusdur melakukan orasi yang bertempat di Istora senayan, hasilnya 200.000 simpatisan NU mendukung orasi dalam pristiwa itu yakni menolak kembali kepemimpinan Soeharto. Tumbangnya orde baru dan naiknya gusdur menjadi Presiden setelah melakukan pemilihan umum langsung menjadi buah lahirnya demokrasi. Bahkan Gusdur sebagai kepala pemerintahan mampu menjadi sosok yang yang toleran terhadap perbedaan, seperti halnya memberikan kewenangan terhadap kaum tionghoa untuk melakukan upcara hari besar dan kemudian. Dimana sebelumnya selama 32 tahun kebebasan etnis Tionghoa dibatasi. Buku ini bagus dibaca oleh kalangan umum maupun kaum intelektual yang hendak memahami pemikiran tokoh besar bangsa ini. Sosok gusdur yang dikenal sebagai bapak pluralism menjadi tanda bahwa Islam yang menjadi agama yang sangat mengharagi dengan perbedaan antar golongan, ras, dan agama. Sikapnya yang tidak menyukai kekerasan menjadikan dia sebagai orang baik yang dikenang sepanjang masa. Bahasa yang ringan dalam menjelaskan namun kurang kritis dan analitis tulisan yang membahas pemikiran ini sehingga masih dangkal jika dibaca oleh kalangan intelektual. Perlu agaknya pengarang menuliskan secara dalam bagaimana sosok Gusdur ditengah umat dan euforianya.

Resensi Buku : Ketika Kuli Menjadi Pilihan

Judul : KULI Penulis : M.H. Szekely Lulofs Penerbit : Graffiti Press Tebal : 115 Halaman Tahun Terbit : 1985
Novel ini awalnya diterbitkan dalam Bahasa Belanda tahun 1931 di Den Haag. Lulofs menuliskan pengalaman yang ditemuinya di tanah Deli kemudian merangkainya dalam sebuah novel. Tentu saja, di zamanya peredaran novel ini membuat gempar pemerintah Belanda. Lulofs dianggap sebagai penghasut bagi orang-orang yang berkepentingan. Sama halnya dengan sosok humanis lain seperti Multatuli, Lulofs memang memihak kepada rakyat (kuli kontrak) yang tertindas dengan system yang tidak lazim dan berpihak. Dalam sebuah lembaran cerita yang singkat Lulofs mencoba menuliskan apa yang sedang terjadi di tanah Deli, tanah yang memiliki bau surge namun sebenarnya neraka bagi kaum proletar. Menjadi seorang kuli kontrak tentu bukan pilihan bagi semua orang yang kini bekerja sebagai seorang kuli kontrak. Memang impian tak sesuai dengan kenyataan yang dihadapi. Sama halnya dengan sosok utama dalam novel ini yakni ruki. Ia berasal dari sebuah desa yang jauh di sunda (jawa barat). Setiap hari ia hanya bekerja di sawah dan hidup dengan neneknya. Kehidupannya yang terasa biasa dan tidak ada perubahan membuat Ruki terbuai dengan kata-kata seorang calo yang berasal dari tanah betawi untuk memilih kerja di Deli. Tidak hanya ruki, namun semua penduduk desa dibuatnya menjadi gelisah dengan cerita tanah emas di tanah Deli. Calo sang pembual terus-menerus datang ke kampung tersebut dan memberi mereka mimpi-mimpi indah di tanah sumatera itu, wanita, harta, dan pekerjaan yang mudah. Ruki hanyalah pemuda polos yang ingin tahu seperti apakah tanah surga itu, maka tanpa pikir panjang ia pun berangkat menujuh tanah Deli. Padahal di lain sisi sang nenek telah melarang Ruki untuk pergi ke Deli. Dengan tekad yang bulat, Ruki bersama 3 orang teman sekampungnya berangkat ke Deli. Perjalanan yang penuh impian mulai buyar ketika Ruki mulai mendapat bentakan dari centeng-centeng tenaga kerja. “Apa pun yang tuan katakana nanti kamu harus jawab iya..mengerti” ancam sang centeng. Masih dengan penuh kepolosan Ruki pun mengiyakan semua pertanyaan dari tuan besar. Maka ia pun memberikan cap jempol di sebuah kertas yang penuh dengan barisan tintah hitam. Ia memang tak tahu, ia memang bodoh namun kebodohannya hilang kala ia dimasukan dalam satu gerbong asing yang berisi orang-orang seperti dirinya. Malang, saat ia hendak beranjak untuk meninggalkan gerbong ia malah mendapatkan sebuah hantaman sehingga membuatnya terluka. Kini Ruki pun mulai menghitung alur nasib untuk tidak pernah kembali seperti dulu lagi. Ia berlayar menujuh sebuah pulau yang selama ini tak pernah bayangkan. Umpatan, cacian, makian menjadi kata-kata yang wajar untuk didengarkan dan diterima. Berkenalan dengan Sidin, Karimun dan Karminah membuat mereka menjadi senasib dengan perjalanan ini. Selama perjalanan ini Ruki dekat dengan Karminah seorang buruh nyonya Belanda namun dijual oleh kakaknya diganti untuk membeli kerbau di kampungnya. Kedekatan Ruki yang semakin dekat ini kerap memberikan simapti kepada Karminah dengan sepotong kue kala Karminah kelaparan. Namun agaknya Ruki memang harus kehilangan karminah kala ia diambil oleh centeng madura dan memperkosanya. Kini Ruki paham bahwa dia, Karminah dan ratusan orang dalam kapal ini memang tak ubahnya bagai budak yang siap diperintah apa pun tanpa ada penolakan. Tidak ada lagi keadilan yang akan diperoleh di sini. Bahkan semua benda-benda tajam yang dimiliki pun dilucuti oleh para centeng. Tidak ada perlawanan dari siapa pun selama perjalanan ini. Tanah Deli adalah tanah yang panas dengan pohon besar yang mejulang. Tak butuh waktu lama perjalanan antara pelabuhan dan tanah Deli. Kini Ruki pun telah mendapat jatah kamar yang bagi berempat dengan teman-teman yang asing baginya. Sebuah cangkul baru ia terima namun disertai makian yang berisi aturan bahwa semua kuli kontrak harus bagun sesuai dengan aturan yang ada dan bekerja dengan arahan dari setiap mandor perkebunan. Ruki adalah orang baru yang bingung dengan pekerjaannya yang tidk sesuai dengan apa yang ia bayangkan, ia menjadi ingat kamppung halamnanya, kerbau, dan neneknya. Inilah tanah Deli yang tidak memiliki pola moral daam sebuah aturan agama maupun adat. Berjudi menjadi sebuah hal yang lumrah oleh kuli setiap mereka gajian. Ruki yang hanya memiliki modal pas-pas an pun bertaruh dan hasilnya ia pun kalah. Kini kekayaan yang ia miliki hanya modal baju yang ia kenakan itu saja. Bertemu dengan Saimah seorang wanita sundal (pelacur) Ruki langsung menjadi wanita ini sebagai pemuas nafsunya. Sayangnya Saimah ngamuk kala ia tahu bahwa Ruki adalah kuli miskin yang tak sanggup membayar. Pernah terfikir Ruki untuk kembali ke Jawa ketika kontrak kerja selama tiga tahun habis namun setiap hendak melaksanakan niatnya tersebut bayangan judi dan wanita bebas setiap gajian kerap ia gunakan samai habis. Ahirnya ia pun ta memiliki apa pun untuk dibawa ke kampungnya. Sampai Ruki berumur 50 tahun ia masih menjadi seorang kuli yang tak pernah bisa untuk kembali ke kampungnya.pernikahannya dengan Wiryo seharusnya bisa membuat Ruki kembali ke kampungnya karena Wiryo selalu menabung dari hasil pendapatan mereka. Sayangnya setelah semua tabungan yang ia kumpulkan harus tandas semalam hanya karena ulah Ruki untuk kembali ke meja judi. Ahirnya Ruki pun siap untuk mati di tanah pengasingan ini. Buku ini menarik sekali untuk dibaca oleh kalangan akademisi sosial sehingga mampu memberikan sebuah pikiran kritis untuk menyusunnya dalam lanjutan penelitian. Lulofs tidak menampilkan sebuah kompleks masalah dalam sebuah narasi panjang sehingga cerita terksesan meloncat dalam takaran umur. Pemamfaatan tokoh Ruki agak pasif dalam memerankan dirinya sebagai seorang kuli. Walau seperti iu buku mampu sebuah karya yang resprentatif sehingga menjadi sebuah studi yang sangat menarik.

Resensi Buku : Iron Man Si Tukang Cuci

Judul : Iron Man (pahlawan pembela penampilan) Penulis : Iwok Abqary Penerbit : Lingkar Pena Kreativa Tebal : 180 Halaman Tahun terbit : 2011
Di Amerika Serikat (AS) Iron Man merupakan sosok kuat dengan baju besinya, namun jika di Indonesia Iron Man adalah pekerjaan untuk mencuci baju (binatu). Tentu saja, perbandingan antara Iron Man ala Amerika dengan Iron Man buatan Indonesia jauh berbeda. Bahkan jika dibandingkan ibarat pinang dibelah dengan kampak, salah satunya pasti hancur. Begitulah isi dalam buku humor ini. Buku yang bukan sekedar humor namun menceritakan sebuah perjuangan dari seorang lelaki duda beristri lima (aneh). Bukan, oleh penulis dalam buku ini menceritakan perjuangan Jodi seorang siswa SMK yang baru lulus sekolah bersama teman seperjuangannya Beno dalam mendirikan sebuah usaha bernama Iron Man. Jodi yang berasal dari keluarga serba pas, rumah pas, wajah pas, baju pas, bahkan keuangan serba pas suatu ketika mendapatkan sebuah wasiat dari emaknya sang tukang goreng yang seringkali memberikan bonus Cuma-Cuma dalam membeli gorengnya. Sebuah setrika jadul namun awet dan masih bisa dipakai. Awalnya Jodi hendak membuang setrika tersebut ditempat barang bekas (dijual). Namun setelah merenung seharian di sebuah tempat gelap dikolong tempat tidur ahirnya Jodi dan Beno mendeklarasikan sebuah usaha bernama Iron Man. Usaha Jodi yang masih terbilang masih baru ini menjadi nasib hidup Jodi yang kini berstatus pengangguran lepas tamat UN. Maka bisa ditebak pakai hom pim pa bagaimana perjalanan sukses Iron Man ini. Dimulai dari pelanggan yang sepi diawal minggu pembukaan Iron Man gara-gara iklan yang ia buat dalam bentuk bahasa inggris, akibatnya warga yang melihat mengatakan bahwa Jodi sedang memberikan selebaran untuk tidak merokok sembarangan. Tentu saja, setelah tahu akan hal itu Jodi bergegas merubah papan nama menjadi “pangkalan ojek halilintar” (kok tambah g nyambung). Bersama Beno teman akrab namun kerap disangkah badak lepas ahirnya papan nama kini diperbaharui menjadi “Iron Man sang pahlawan pembela penampilan”. Aksi iklan sepanjang jalan pun dilakukan agar banyak orang memberikan order jasa cucian kepada Jodi. Tidak hanya Jodi dan beno yang ikut terseret dalam arus usaha ini namun juga emak sang bunda tercinta juga ikut dalam demo Anti KKN (lha ini apa ne) maksudnya ikut dalam memberikan iklan kepada langganannya. Sambil menjual gorengan emak memberikan macam-macam diskon kepada pelanggannya mulai dari beli goring 10 gratis cuci 1 kain handuk, beli 20 gratis cuci kaus kaki, namun jika dibeli semua gorengannya maka hadiahnya silakan ambil Jodi (pelanggan pun kabur). Namun inilah kocaknya dalam buku ini, dimana pembaca akan selalu dan selalu tersenyum dengan tingkah pola sang emak, Jodi, beno, dan beberapa pemain figuran lainnya yang numpang top di bacaan humor ini. Buku yang ringan dengan bahasa yang sangat mudah dipahami namun sulit dimenegrti oleh orang buta dan balita (tentu iya). Tidak menggunakan humor yang bersifat cabul namun mendidik dengan cara Jodi memulai usahanya yang sedrhana namun semangat luar binasa (biasa). Bagus untuk dibaca oleh semua kalangan yang hendak memberikan rehat kepalanya agar bisa lebih nyaman dalam mengerti isi buku ini. Selamat mencoba,

Resensi Buku : Meraih Kemanangan Dengan Menyambut Pagi

Judul : Dahsyatnya Bangun Pagi, Tahajud, Subuh, dan Dhuha Penulis : Fadlan Al Ikhwani Penerbit : Ziyad Visi Media Tebal : 174 Halaman Tahun terbit : 2012
Islam adalah agama yang memiliki banyak mukzizat bagi setiap penganutnya. Dimana ketika kita pernah membaca kisah para mualaf (orang yang baru masuk Islam) mereka mengatakan bahwa ketertarikannya dengan Islam dimulai dengan cara beribadah yang kecil namun penting dan sangat bermamfaat. Salah satu contohnya adalah dengan senang untuk bangun di pagi hari. Agama islam telah menetapkan kewajiban bagi kaum muslim untuk selalu bangkit dari tidurnya di setiap pagi. Bahkan sangat dianjurkan jika mampu bangun di kala orang masih terlelap. Tentu saja kewajiban ini bukan hanya sekedar perintah yang tidak memiliki mamfaat, sebaliknya bangun pagi dan melakukan ibadah kepada Allah menjadi salah satu kunci kemenangan manusia dalam mengadapi hari ini. Maka melalui buku setebal 174 halaman ini penulis mengajak para pembaca untuk menjadikan udara dan suasana pagi sebagai moment kebangkitan dan merayakan kemenangan. Pembaca akan diberikan sebuah mutiara kata-kata bahwa pagi adalah sebuah langkah awal kebangkitan. Maka rasanya tdiak berlebihan jika penulis buku mengatakan bahwa kemenangan yang ia peroleh adalah sebuah kemenangan yang dimulai di pagi hari. Buku ini bisa menjadi salah satu buku referensi yang pantas bagi muslim yang buta akan mamfaat pagi hari. Tentu saja bagi banyak kalangan buku akan menjadi sebuah pencerahan yang akan memberikan dampak bagi tubuh, pikiran, dan hari ini. Bagi muslim telah ditetapkan bahwa kewajiban shalat berjamaah menjadi sebuah kunci kemanangan. Namun jika shalat berjmaah telah lalai dan bahkan ditinggalkan maka ia telah kehilangan cara bijak untuk menjadi orang yang sukses. Penulis menuliskan bahwa sesungguhnya muslim memiliki 4 kemenangan besar dalam hidupnya jika bisa dilakukan dengan baik yakni kemenangan pertama ketika ia bangun pagi, kemenangan kedua ketika ia shalat tahajud, kemenangan ketiga ketika ia shalat subuh berjamaah dan kemenangan keempat ketika ia mampu shalat dhuha. Tentu saja dalam buku ini menjelaskan makna dan mamfaat untuk menjalankan aktivitas ibadah yang memiliki 4 kemenangan. Maka bergeraklah untuk melakukan shalat tahajud, subuh dan dhuha sebagai bagian dari aktivitas hidup kita. Lakukan pekerjaan dengan tidak meninggalkan kebiasaan untuk mendekatkan diri kepada allah sehingga rezeki kita pun akan selalu dicukupkan oleh Allah. Sebaliknya jika rasa malas masih menajdi batu sandungan kemudian kita kalah maka tentu kita telah menjadi orang yang merugi karena menyiakan kesempatan untuk meraih 4 kemenangan. Kelebihan seperti ini lanats menjadi sebuah cerimnan bahwa islam sebagai agama yang memang memberikan mamfaat bagi umatnya. Tentu saja bagi umat yang memang istiqomah dalam menjalankan ibadahnya.

Resensi : Tukang Kayu Yang Bermartabat

Judul : Pemimpin Rakyat Berjiwa Rocker Penulis : Yon Thayrun Penerbit : Naura Books Tebal : 254 Halaman Tahun terbit : 2012
Orang penting namun tidak ingin dianggap penting, itu yang menjadi ciri teladan dari sosok Jokowi. Pemimpin bergaya sederhana yang dibantu oleh pendamping dengan cara sederhana. Tidak berlebihan jika publik menjadikan Joko Widodo sebagai tokoh panutan Indonesia saat ini. Memulai karir sebagai tukang kayu, pengusaha, hingga menjadi sosok pemimpin dilaluinya dari perjuangan awal yang sangat berat. Jokowi tipe manusia yang suka berjalan bebas namun terarah, seringkali ia melabrak protokoler dalam melakukan sidak di lapangan atau melabrak kumpulan birokrasi yang panjang.dan rumit. Dia pemimpin yang berprinsip bahwa antara rakyat dan pemimpin jangan ada jarak. Karakter kepemimpinan yang dimiliki oleh Jokowi tidak muncul dengan mudah, sebaliknya ia musti melalui banyak cobaan dalam kehidupannya. Optimis dalam memandang hidup serta tidak ragu-ragu menjadikan ia memiliki banyak peluang. Buku akan membedah perjalanan kehidupan sosok si Joko yang miskin hingga menjadi pribadi yang sukses namun tetap terbuka kepada orang lain. Banyak pemimpin yang memang memulai dengan kehidupan yang sulit, layaknya Jokowi yang dilahirkan tahun 21 Juni 1961 di Jawa Tengah. Kehidupannya yang berat waktu kecil tidak jarang membuat ia terus diboyong oleh ayah dan ibunya bersama saudaranya pindah tempat karena rumah sementara (penghuni liar). Hingga ahirnya Jokowi numpang ke salah satu keluarganya. Himpitan kemiskinan mendekatkan Jokowi dengan kayu dan bambu dalam hidupnya. Sang ayah yang hanya tukang ini menjadi inspirasi setidaknya bagi Jokowi kelak kuliah jurusan kehutanan. Selain mengenal kayu dan bambu, Jokowi juga mulai mengenal music rock sejak SMP. Setiap pulang sekolah ia bersama teman sejawatnya bersama melihat latihan grup rock di daerah Trencem. Baginya musik rock mampu mendobrak zaman, music rock dimainkan dengan penuh semangat serta bebas. Hal ini lantas menjadikan Jokowi menjadi fans dari banyak grup music rock sejak masih ABG. Joko adalah Joko, bukan Jokowi. Namun kini Joko Widodo lebih dikenal dengan Jokowi. Kisah ini pun ditulis bahwa pelanggan asal Perancis yang menjadikan nama Jokowidodo dengan Jokowi. Menurut pelanggan kayu tersebut bahwa agar tidak susah membedakan antara Jokowi dengan nama joko lainnya. Kehidupan dia dari pengusaha akyu yang sukses tidak membuatnya menjadi tertutup bahkan semakin terbuka. Maka tidak heran jika selama menjabat sebagai walikota Solo ia menjadi tokoh yang gampang dihubungi. Media-media Solo baik cetak maupun eletronik menjadi media yang sangat transparan soal Jokowi ini. Dimana Jokowi tidak menutup pintu informasi baik tentang dirinya maupun tentang apa yang dilakukannya khususnya saat ia menjabat sebagai walikota. Baginya wartawan adalah kawan yang sangat penting dalam mengatualisasikan tentang kondisi Solo sekitar. Maka dari itu, Jokowi terus mengatakan bahwa Jokowi dan pers adalah patner untuk memperjuangkan aspirasi rakyat. Buku yang sangat menarik karena mampu ditulis dengan bahasa yang ringan sehingga publik secara umum bisa menjadikan buku sebagai refrensi dalam mengenal sosok salah satu pemimpin. Namun buku ini masih kurang tajam dalam memfokuskan tentang sosok Jokowi dalam satu periode yang tetap sehingga membaca baru mengenal Jokowi dari sosok luarnya saja.

Resensi Buku: Norman Si Beruang Tangguh

Judul : Jejak Sang Beruang Gunung Norman Edwin Penulis : Ganezh Penerbit : Andi Publisher Tebal : 300 Halaman Tahun terbit : 2006
Gua akan terus berjalan dan loe masih tertarik. Loe pasti akan senang mendengar cerita-cerita gua. Karena gua sering caritas, orang-orang merasa akrab, Dan apabila saatnya gua mati, gentian orang akan cerita tentang gua. (Norman Edwin) Kutipan kalimat ini tertulis ketika memulai membaca kisah Norman Edwin di awal bab buku petualangannya ini. Melalui buku ini Ganezh mencoba mengenang kembali sosok Norman, sosok petualang yang menjadi panutan bagi pencinta alam. Kisah tentang Norman selama masa hidupnya, dimana dalam buku ini agaknya berhasil dalam menjelaskan sosok karakter dari si beruang tangguh ini. Tentu saja, melalui buku ini memberikan sugensti kepada pembaca untuk meniru Norman dalam hal mentalitasnya. Dimana Norman lelaki yang pantang menyerah namun mencintai kebersamaan dan kepeduliaan. Semasa hidupnya Norman mencoba menjadi penerang bagi adik-adik yang juga mencintai alam. Ia bukanlah lelaki yang sombong namun keras. Persembahan dalam buku menjelaskan jejak langah norman Edwin sebagai seorang petualang sejati. Rasa candu kepada alam iatularkan kepada semua teman-temannya, bahkan juga kepada anaknya sendiri bernama Melati. Sejak kecil melati sering diajak Norman untuk mendaki ke beberapa pegunungan di Indonesia. Tentu saja, pendakian yang memang berbahaya ini memiliki tujuan pembelajaran bagi anak perempuannya ini. Norman mengajarkan Melati untuk mencintai alam sebagaimana Norman bahkan sang ibu, Karina. Maka jiwa petualang lantas ikut menular kepada melati hingga ia dewasa kelak. Hingga saat ini Norman Edwin menjadi tokoh legenda bagi pencinta alam, khususnya MAPALA UI. Norman berhasil menjayakan namanya semasa hidup hingga ahir kematiannya di sebuah pegunungan di puncak Aconcagua, Amerika Selatan. Norman memang seorang petualang yang mengejar kejayaan baginya, MAPALA, dan Indonesia. Bahkan oleh banyak orang mengatakan bahwa kejayaan Norman sejajar dengan legenda pendaki dunia, bahkan sama dengan Soe Hok Gie tokoh aktivis mahasiswa yang meninggal di Gunung Semeru pada tahun 1967. Norman maupun Gie memiliki kesamaan dalam menjadikan alam sebagai teman yang setia. Kedunya seolah sepakat bahwa dengan mendaki maka ia telah terbebas dari sebuah kepenatan hidup. Namun Norman bukanlah seorang orator politik namun ia juga penulis bahkan menembus media karena kegigihannya dalam menekuni bidang tulis-menulis. Norman dilahirkan di sebuah daerah bernama Sungai Gerong kota mpek-mpek Palembang pada tanggal 19 januari 1955. Semasa kecil Norman telah memiliki jiwa petualang yang kuat. Kehidupan keluarga yang kerap berpindah tempat menjadikan ini sebagai awal atau tanda bahwa dirinya nanti akan juga berpindah tempat dalam mencari suasana yang nyaman namun menantang. Namun sayang umur Norman terlalu muda untuk menjadi seorang manusia yang akan beranjak tua. Pada tanggal 20 maret 1922 Norman bersama teman dekatnya Didiek meninggal dalam melakukan pendakian di Gunung Aconcagua. Hidup Norman penuh dengan petualangan, lebih dari 50 tahun petualangan yang dia lakukan adalah petualangan yang mendekatkan diri dengan maut. Namun Norman sosok yang menjadikan setiap pengalaman sebagai pelajaran untuk berbenah setiap ia terhindar atau selamat dari maut. Ia pantang menyalahkan siapa pun dalam sebuah pristiwa yang terjadi kesalahan namun Norman memilih berbenah dari kesalahan agar tidak terjadi lagi. Buku panjang dalam menceritakan kisah Norman dan obsesinya. Bahkan kematiannya di puncak gunung iblis tersebut adalah sebuah petualangan rekam jejak UI untuk menaklukan tujuh pegunungan di benua-benua yang ada di dunia. Namun kini kenangan terhadap obsesi tersebut berhenti di puncak gunung kelima mereka. Bacaan yang bagus bagi setiap petualang agar mampu menjadi petualang yang sejati. Namun buku ini kurang menjelaskan bagaimana kisah keluhnya seorang Norman semasa kuliah. Tentu dalam mengemasnya ini ketika seperti dalam sebuah kisah atau novel akan menggugah bagi pembaca.

Resensi Buku : Gie dalam Biografi

Judul : SOE HOK GIE (biografi sang demostran 1942-1969) Penulis : Muhammad Rifai Penerbit : Garasi House Book Tebal : 235 Halaman Tahun terbit : 2010 Mengenal sosok Gie bukan sekedar mengenal dari sisi pencitraan Gie yang hanya seorang penulis namun ia memiliki banyak sisi yang masih menjadi misteri bagi banyak kalangan. Buku merupakan sebuah kelanjutan atau sebuah analisis yang dicoba penulis tulis dalam sebuah buku biografi. Dimana dalam merangkai seri biografi ini penulis mencari refrensi melalui karya-karya ilmiah yang mendukung analisanya. Bagi pembaca yang hendak mengetahui bacaan tentang Gie , tentu buku ini bisa menjadi salah satu refrensinya. Penulis menggunakan bahasa yang sederhana dalam menjelaskan sosok Gie dalam karir hidupnya. Buku ini cukup detail dalam menulis perjalanan hidup seorang Gie dari awal kelahirannya. Dimana Gie adalah keturunan peranakan cina Indonesia yang berasal dari wilayah Hainan (cina selatan). Keluarga Gie datang ke Indonesia pada tahun 1870-an melalui jejak langkah kakeknya pertama kali Sok Hoen Tjiang. Kelahiran soe hok Gie pada masa perang dunia INI pada tanggal 17 desember 1942 memberikan sebuah isyarat akan lahirnya sosok yang membawa perubahan. Penulis memberikan sebuah ilustrasi bahwa Gie merupakan penjelmaan dari sebuah batu kerikil yang lahir dari Gunung Semeru. Tanda kelahirannya adalah sebuah tanda akan adanya perubahan besar dari gejolak bangsa yang ditimbulkan. Dalam berbagai literatur yang menulis Soe Hok Gie sepakat bahwa Gie memang dilahirkan dengan cara berfikir yang kritis dan selalu bertanya untuk memperjelas sebuah kondisi keadaan. Genitas dari sang ayah Soe Lie Pit menurun kepada Gie yang kelak menjadi batu sandungan bagi pemerintah di zamannya. Ayahnya seorang penulis yang menghasilkan karya berbagai buku-buku yang pernah diterbitkannya. Hal ini jualah yang mendasari Gie untuk menjadi penulis seperti ayahnya. Prilaku yang keras yang terus ditunjukan oleh Gie memang ia lakukan sejak masih remaja baik kepada gurunya sendiri kala di lokal maupun melalui teman-temannya. Ia terus terang dengan apay ada di dalam dirinya tanpa ada basa basi. Baginya melalui perbedaan akan melahirkan sebuah perubahan. Melalui perlawanan jua bangsa ini merdeka melalui para tokoh-tokoh besar bangsa ini. Puncak dari hidup Gie adalah ketika ia berada di tataran mahasiswa. Bersahabat dengan teman-teman di fakultas sastra FSUI menjadikan Gie bersama temn-temanya menelurkan banyak ide-ide baru baik bagi fakultasnya maupun bagi pemerintahan di zamannya. Ia sosok yang kritis namun mencintai alam sehingga kegiatan mendaki menjadi salah satu aktivitas yang menyenangkan bagi mereka. Melalui mendanki pula Gie merenung tentang zaman dan perubahan. Gie yang masuk kuliah di jurusan Sejarah Fakultas Sastra yahun 1961-1967 mendedikasikan diri dengan menulis untuk perubahan. Banyak kalangan yang menilai bahwa lambang pergerakan mahasiswa adalah Soe Hok Gie , dimana sikapnya yang idealis dan tidak kenal kompromi. Ia bergabung dengan aktivis GEMSOS namun ia juga berkenlan dengan aktivis yang berada diluar kampus. Walau seperti itu Gie tidak menyukai adanya kepentingan luar kampus yang digunakan untuk kepentingan dalam kampus. Ia adalah aktivis pencinta alam namun ia juga pernah menjadi sosok pemimpin senat mahasiswa di ahir masa perkuliahannya. Gie merupakan teman bagi penanya yang selalu mengkritik arah perubahan zaman yang salah. Ia keras dengan sosok pemerintahan yang otoriter dalam membuat sebuah kebijakan yang mejauh dari rakyat. Walau kritik terhadap kondisi perpolitikannya sangat tajam namun menurut Jhon Maxwell mengatakan bahwa Gie tidak memberikan pengaruh melalui pandangannya terhadap akademik kampusnya tentang pemikiran politik Gie yang kuat tersebut. Ia bersama teman-temanya lebih memilih mendirikan organisasi apolitis yakni MAPALA (Mahasiswa Pencinta Alam). Pada masa puncak kejatuhan Soekarno melalui kudeta gagal PKI, Gie memberikan sebuah spirit untuk ikut menumbangkan rezim Soekarno. Namun peralihan menujuh masa orde baru, Soeharto malah menjadi rezim kuasa yang adiakuasa, dimana banyak tahanan atau simpatisan PKI menjadi korban tindakan militer orde baru. Gie mulai merenung diahir masanya menjadi mahasiswa. Dimana pilihan menjadi pascamahasiswa menurutnya hanya ada tiga macam, menjadi politisi sebagaimana yang didapatan teman-teman gerakan mahasiswa, menjadi wartawan, atau menjadi dosen. Pergulatan semacam ini lantas Gie simpulkan menjadi dua saja menjadi pelacur intelektual atau menjadi intelektual kritis maka ahirnya Gie menjadi seorang dosen di UI untuk tetap menjaga kekritisannya sebagai intelektual.

Catatan perjalanan : Tempat Pengasinganku adalah Rumahku

( Catatan perjalanan : Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende-NTT ) Perjuangan seperti apa yang bisa dilakukan Dalam keadaan terkucil sep...