Resensi : Bumi Manusia



Judul                : Bumi Manusia
Penulis : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit            : Lentera Dipantara
Tebal                : 535 Halaman
Tahun terbit      : Cetakan XVI, 2010

Minke, Nyai, Dan Dia
Buku ini telah mengalami cetakan yang  ke 16 dalam edarnya. sebuah buku favorit yang  telah memenangkan berbagai penghargaan dari seluruh dunia, kecuali Indonesia. walaupun buku dituliskan oleh tangan anak putra bangsa, yakni pram. namun buku-buku ini banyak beredar di dunia luar. hal ini mungkin biasa jika melihat kondisi di zamannya. dimana buku yang  ciptakan selama mendekam di penjara selama di pulau buru oleh rezim orde baru. buku-buku yang  berbau pki, komunis, dan sosialis dibakar dan dilarang untuk dibaca. maka dari itu, buku-buku karya pram lantas menjadi konsumsi luar negeri. baru lepas dari masa orde baru, kekuatan muda untuk membangkitka karya pram mulai dihidupkan kembali. salah satu yang  diterbitkan yakni Bumi Manusia.
Banyak ungkapan-ungkapan pram yang  dituliskan dalam roman ini. Dimana penguatan dengan kata-kata tersebut seolah memang mencerminkan sosok pram dalam statusnya dan idealismenya. Roman yang  ditulis ini adalah sebuah karya non fiksi yang  ditulis dengan gaya romantisme. Melalui sosok minke yang  tak lain adalah seorang anak dari bupati di wilayah semarang memperlihatkan kondisi di zaman tersebut.
Jika dilihat dari sisi ketebalan buku tentu pembaca pada awalnya akan merasa buku ini akan banyak scenario dalam alur ceritanya. Namun setelah membaca maka pembaca akan  merasakan sebuah karya yang  berbeda dari seorang pram. Proses cerita yang  tidak banyak bertele-tele banyak memperlihatkan sosok idealism dalam kehidupannya. Sama halnya dengan pram yang  memang memiliki cara pendang tersendiri.  
Minke adalah seorang siswa tingkat ahir HBS yang  memiliki nama pena Max Tolennar ia memang berasal dari kalangan ningrat, yakni anak dari seorang bupati. Namun ia tidak pernah menyebutkan jati dirinya sebagai seorang birokrat yang  feudal. Sebagai seorang siswa yang  menumpang dikediaman seorang menner perancis yakni Jean Marais Minke menjadi sahabat yang  setia bagi kalangan indo tersebut, khususnya oleh may, anak dari menner tersebut.
Suatu ketika Minke diajak teman sejawatnya robert  surhoof untuk berkunjung ke rumah salah satu temannya Robert wellema di wonokromo. Sesampai di sana sebuah kisah romantic terukir kala minke berkenalan dengan Ananelis wellema. Keduanya bertemu seolah telah lama mengenal. Sebagai seorang pribumi awalnya minke ragu untuk berkenalan dengan annalis. Apa lagi robert suhoof memang memliki rencana tersendiri yakni untuk mengenal annalies. Namun rupanya rasa hati yang   bertemu lantas memudahkan minke untuk mengenal annalies. Bahkan sang ibu yang  tak lain adalah seorang nyai ontosoro menyambutnya dengan tatapan yang  sumringah.
Entah bagaimana kisah cinta tersebut dimulai diawal halaman roman ini. Namun penulis memang membuat pembaca tersihir dengan gambaran romantis yang  unik. Sepulang dengan Wonokromo minke kembali kepada kesibukannya.namun ia tetap ingat dengan sosok annalies yang  cium diawal pertemuannya. Kisah berlanjut kala minke setuju untuk menginap di wonokromo untuk menemani annalies yang  jatuh sakit karena ditinggal pergi oleh minke. Balutan demi balutan cerita seru pram sugguhkan kepada pembaca. Bagaimana keluarga annalies yang  rapuh sejak ayahnya Wellema tiba-tiba menjadi sosok kakuh yang  dingin. Pembaca juga digiring ke dalam sebuah konflik yang  tajam kala pengadilan Den Haag Belanda melakukan putusan hukum atas kekayaan yang  dimiliki Wellema oleh istrinya yang  sah. melalui pengadilan di hindia belanda lantas menjatuhkan berbagai sanksi kepada nyai ontosoro dan kekayaannya.
Banyak sudut pandang yang  akan diambil dari buku, baik posisi Minke sebagai pribumi ningrat yang  tidak ingin menjadi bupati atau semacamnya. Sosok nyai sebagai gundik namun bisa menjaga kehormatan dirinya sehingga mampu menjadi sosok cerdas. Kemudian sosok sir menner jean marais yang  jatuh cinta kepada hindia belanda sejak lelah melawan pribumi Aceh. penulis memang meringkas sebuah ksiah dalam buku yang  enak dibaca serta bahasa yang  ringan. walau ahir kisah memang berahir bad ending namun penulis lantas menyambungnya di bab 2 buku romannya nanti.
Semua kalangan dapat membaca karna ini merupakan sebuah kisah yang  memang terjadi. Siapa pun berhak untuk bersuara akan masalah yang  terjadi di masa ini. Sosok pahlawan tak selamanya kuat memang benar. Maka lawanlah dengan pendidikan sebagai unsure utama dalam perlawanan di abad 20 awal.




Resensi Buku : Dedikasi Si Guru Honor



Judul               : Sepotong Janji
Penulis             : Widya Prasetyo
Penerbit           : Diva Press
Tebal               : 215 Halaman
Tahun terbit     : 2010


Kalau dahulu mencari sosok guru tanpa tanda jasa maka banyak sekali sosok seperti Omar Bakrie yang  hidup dan berjuang dalam pencerdasan kehidupan bangsa. Namun saat ini dedikasi tersebut kian luntur, banyak sebab mungkin karena mentalitas guru yang  tidak lagi seperti sosok dulu. Dimana mereka rela mengejar menjadi guru hanya karena bentuk balasan jasa PNS yang  ringan bekerja namun penuh dengan tunjangan. Belum lagi terjadi penupukan guru di daerah perkotaan dibanding dengan wilayah pedalaman atau terpencil.
Walau seperti itu, masih ada sosok guru yang  komitmen untuk mendedikasikan diri menjadi guru di pedalaman. Salah satunya Mafrudin, ia adalah sarjana pendidikan jurusan Tarbiyah. Sebagai seorang sarjana pendidikan agama ia lantas mengabdikan diri menjadi guru di wilayah pedalaman di daerah Sumatera Utara. Ia mengajar dengan honor bulanan sebesar rp.250.000 per bulan. Jumlah tersebut sesungguhnya memang tidak mencukupi kebutuhan hiudpnya dan 3 anaknya tersebut. Berulang kali Umak menyarankan untuk mengganti pofesi lain yang  lebih baik, namun Mafrudin menghiraukannya. Ia memang bertekad untuk tetap mengajar dengan upah yang  ala kadarnya tersebut di sekolah swasta yang  kian minim siswanya.
Kehidupan menjadi guru honor tidak membuat dirinya terpencil dalam hal dedikasi di dunia pendidikan. Buktinya sebanyak 2 kali berturut-turut ia lantas menjadi guru teladan di kabupaten tersebut. Namun sayangnya dedikasi yang  ia lakukan toh hanya ia rasakan bersama para teman-temannya hanya sebatas piagam dan penghargaan saja. Keacuhan pemerintah kerap kali membuat hatinya menjadi kecil dan sedih sebagai salah satu guru honor yang  kian tidak diperhatikan.  
Novel ini banyak menceritakan problematika kehidupan seorang guru yang  melakukan dedikasinya dalam hidupnya. kondisi krisis yang  Mafrudin rasakan semakin pilu kala istrinya, Aisyah  dan Umaknya meninggal. draktis ia harus mengurus seorang diri ketiga anaknya yang  masih anak-anak tersebut. walau pun suadh ada kehadiran dr.Rosmaida namun Mafrudin enggan untuk mencintai sang dokter yang  tulus membantunya setiap saat.  
Penulis banyak memberikan beban masalah kepada sang tokoh dalam novel ini. Selayaknya dalam kehidupan nyata dimana manusia memang tidak pernah lepas dari masalah. Namun derasanya masalah tersebut membuat gaya cerita menjadi kurang menggigit serta penuh kepasrahaan saja. Dimana Mafrudin memang rela untuk tidak mencari jalan laih hanya karena senang di sekolah swasta adalah hal yang  memang luar biasa. padahal mungkin ada cara lain yang  eru dilakukan oleh sang tokoh dalam membuat sebuah gebrakan dalam memahamkan arti peting pendidikan. Selayaknya George Mortenson yang  rela mengajar di pedalaman Afganistan namun dengan teori dan cara yang  baru sehingga memancing pendapat dunia.
Sebagai sebuah kisah buku ini bagus, maka dari itu selamat membaca kisah seorang idealism dalam melakukan pengabdian atas nama pendidikan. Bahwa memang seorang guru memiliki fungsi penting dalam penyelenggaraan pendidikan.
  Peresensi : Priondono
Mahasiswa Universitas Negeri Padang
Aktif dalam Komunitas Jejak Pena







Resensi Buku : Pembaharuan Islam Dari Tanah Kauman



Judul               : Sang Pencerah
Penulis             : Akmal Nasery Basral
Penerbit           : Mizan
Tebal               : 462 Halaman
Tahun terbit     : Oktober 2010


Nama aslinya adalah Muhammad darwis, anak dari katib Masjid Gede Yogyakarta, Kiai Abu Bakar. Dimana darah keturunan mereka masih sejalan dengan tokoh penyebar Islam di nusantara yakni Syeh Maulana Malik sebagai salah satu sunan. Tidak seperti anak-anak lainya yang  di didik untuk menjadi seperti masyarakat lainnya yang  kolot dengan adat serta pemimpin, Muhammad Darwis  tumbuh menjadi sosok pemuda yang  kritis yang  mempertanyakan kondisi zamannya.  dimana prilaku dalam menjalankan agama yang  terkesan pendek serta tidak rasional dalam menjalankan, sesajen yang  kian banyak dilakukan menjadi pertanyaan besar bagi si Darwis muda.
Buku ini merangkum sejarah pendirian sebuah organisasi masa bernama Muhammadiyah yang  didirikan pada tanggal 12 November 1912 sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia. Organisasi ini memberikan warna dalam memperlihatkan kondisi sezaman, Penulis mengajak pembaca untuk memahami kembali kondisi masyarakat di masa kolonial Hindia Belanda. Dimana masa tersebut, tanah nusantara telah diambil oleh belanda sebagai bangsa asing yang  menerapkan sistem imperialisme.
Belanda akhirnya memang menjajah Indonesia dengan system yang  dibuat dalam beberapa ratus tahun. Kondisi ini malah menjadi sebuah perlawanan yang  kian panas namun kian padam. Akibatnya sistem sosial masyarakat pun terkotak kotak dalam kepentingan asing. Meminjam teori dari Furnival bahwa masyarakat majemuk Indonesia dibagi dalam kondisi masing-masing terkotak-kotak. Salah satunya terlihat dalam novel ini, dimana kondisi masyarakat Jawa Tengah menjadi masyarakat yang  feodal yang  turut dengan kondisi tersebut.
Muhammad Darwis yang  tidak lain adalah Kiai Ahmad Dahlan lantas mempelajari Islam di Mekkah. Pengaruh pembaharuan Islam dari Jamaludin Al Afgani telah membuat pola pikir Ahmad Dahlan untuk membawanya ke tengah masyarakat.
Konflik demi konflik terus berdatangan. Mulai dari kesalahan kiblat, pola pendidikan madrasah, serta pendirian Muhammadiyah. Masyarakat yang  awam serta taklid lantas menjadikan Dahlan dan para muridnya sebagai bagaian dari aliran sesat (kiai kafir). Terlebih setelah dahlan dengan gaya biola dalam mengajarnya lantas menjadi anggota dalam perserikatan priyayi BO yang  dianggap seabgao jelmaan londo ireng dari Belanda.         
Buku ini menarik, layaknya film Sang Pencerah itu sendiri karena mampu menjadikan sebuah refrensi sejarah untuk masyarakat. kalangan umum pantas untuk membaca buku sebagai bentuk wisata sejarah yang  menarik. Namun kekurangan dalam menjelaskan kondisi masyarakat tentu bisa menjadi tanda tanya bagi pembaca. Dimana kotak-kotak masyarakat dikarenakan apa? dan bagaimana kondisi pemerintahan saat itu? walau seperti itu gaya bahasa dalam buku ini tetap menarik dan mudah dicerna oleh setiap kalangan.  



Resensi Buku : Cobalah Untuk Menulis


Judul               : Kiat Menjadi Penulis Sukses
Penulis             : Abu Al Ghifary
Penerbit           : Mujahid Press
Tebal               : 133 Halaman
Tahun terbit     : Mei 2003


Abu al Ghifary  bukanlah nama sebenarnya dari sang penulis, kata-kata Al Ghifary   adalah salah satu harapan yang  ia sematkan dari nama anaknya dalam buku ini. Sebagai seorang penulis yang  telah malang melintang di dunia kepenulisan membuat dia (Abu) untuk menuliskan hasil pengalaman dalam bentuk buku, yang  ia persembahkan kepada masyarakat luas. Sejak Tsanawiyah (MTS) ia telah melakukan penulisan dalam bentuk yang  sederhana. Layaknya seorang anak yang  sedang hobi ia pun menggunakan mesin ketik untuk menuliskan semua ide-ide tulisan dalam buku-buku hasil karyanya tersebut.
Secara pribadi, memang buku ini sudah lama terbit dari tahun 2003. Namun  jika menilai kualitas dan gaya bahasa buku ini tentu agaknya mahasiswa, pelajar, atau penulis pemula akan membutuhkan hal ini.
Buku ini  memang sebuah pengalaman yang  telah abu lakukan sejak lama. Dimana Abu menjadikan proses menulis sebagai bagian dari hobi yang  menjadi rutinitasnya sejak remaja. Pekerjaan menjadi penulis pemula membuat dia terus mengasah diri untuk menjadi penulis yang  professional. Harian lokal Jawa Barat kini tentu mengenal namanya dan kredibilitas sebagai seorang penulis yang  mumpuni, Harian Pikiran Rakyat, tabloid Salam, majalah Iber, Bandung Pos  dan berbagai media masa lainnya. 
Abu mengatakan bahwa butuh semangat serta kerja keras untuk mencapai impian tersebut. Jika menjadi penulis, maka harus terus mencoba dan melakukan koreksi diri. Dimana banyak penulis kala memulai tulisan namun cepat putus asa. Akibatnya banyak penulis muda yang  masih belajar kian minim. Jangan cepat berpuas diri menjadi salah satu tips yang  Abu katakana dalam buku sederhana ini, dimana dengan tidak cepat berpuas diri akan menambah keilmuan untuk terus menghasilkan karya tulis yang  terbaik.
Perkara menulis adalah perkara proses dalam menghasilkan tulisan setidaknya seperti itu simpulan dalam buku ini. Dimana seorang penulis harus memiliki deadline tersendiri dalam menyelesaikan tulisan-tulisan tersebut. Selain it uterus membaca bahan bahan dalam menunjang refrensi bacaan dalam menulis sebuah opini. Ketajaman isi, gaya bahasa, serta tepat waktu akan menjadi bahan pertimbangan dalam menghasilkan sebuah tulisan yang  kreatif serta orisinil. Maka dari itu, lakukan lah untuk menjadi seseorang yang  handal menjadi penulis.




Resensi Buku : Catatan Penjara Si Mochtar


Judul                : NIRBAYA
                        Catatan harian Mochtar Lubis dalam penjara orde baru
Penulis : Mochtar Lubis
Penerbit            : yayasan obor indonesia
Tebal                : 142 Halaman
Tahun terbit      : 2008

Catatan Penjara Si Mochtar
Siapa yang  tidak kenal dengan Mochtar Lubis, orang awak yang  idealis serta berani dalam meneguhkan prinsipnya. Dia bukan berasal dari kalangan penguasa layaknya Soekarno atau pun Soeharto. Walau seperti itu ia banyak disegani kawan maupun lawan sebagai tokoh nasional yang  memang memiliki kharisma dalam hidupnya. Sekali lagi, ia bukan dari golongan elit yang  memiliki tangan kekuasaan, namun ia adalah bagian dari bangsa ini yang  berasal dari kalangan akademik. Ia kritis dan tidak suka berbelit dalam menyampaikan pendapat maupun opini. Mungkin hal ini jua lah yang  membuat ia terus menjadi incaran oposisi yang  menjadi lawan mainya.
Penjara bukan hal asing lagi bagi lelaki yang  dilahirkan di Padang, 7 Maret 1922 silam. Sebagai orang lapangan, ia adalah jurnalis yang  tangguh dalam memimpin harian Indonesia Raya. Bahkan ia juga menjadi pengagas pendirian harian Antara yang  kini masih eksis sebagai media online secara nasional.
Buku catatan ini merupakan sebuah penggalan dari kisah nyata dari Muchtar Lubis yang  mendekam dipenjara di masa orde baru dibawah kepemimpinan Soeharto. Dia dipenjara pada tanggal 4 Februari 1975. Walau hanya sebentar (sebulan_red) proses penjara yang  ia jalani, dibanding dengan masa Soekarno, dimana ia dipenjara hingga 10 tahun lamanya namun Muchtar tetap tidak berhenti untuk berkarya melalui ide tulisannya. Buku adalah catatan harian dari si Muchtar selama menjalani penjara. Tidak hanya catatan selama mendekam, namun buku ini juga menceritakan surat-suratnya untuk Hally sang istri tercinta. 
Catatan ini adalah saksi hidup terhadap kondisi seseorang yang  merasa tertekan, bahkan dalam rekam sejarah tidak hanya muchtar saja yang  masuk penjara dan menghasilkan sebuah catatan menarik, Hamka pun juga pernah dipenjara di masa orde lama kala ia dianggap menentang pemerintahan Indonesia. Tan malaka yang  menulis buku dengan judul dari penjara ke penjara juga berisi catatan menarik dalam hidupnya yang  menjadi catatan penting. Namun satu hal yang  penting dari perjalana yang  dialami oleh para tokoh-tokoh diatas adalah idealismenya sama sekali tidak memudar apa lagi mengalah.
Muchtar yang  dalam tulisannya mengataka bahwa ia tidak mengerti kenapa ia ditahan dengan tiba-tiba? Namun agaknya ia paham bahwa memang sebagai sosok yang  pedas dalam berkata melalui tulisannya. dimana kebenaran yang  ia sampaikan tidak menjadi pembenaran akan nasibnya. maka ahirnya ia pun dipenjara. bersama para tahanan Gesaptu yakni para tokoh PKI dan orang yang  dituduh PKI Muchtar menghabiskan hari-hari tersebut. jenderal omar dhani sebagai tokoh yang  dihukum mati menjadi teman karib si muchtar. omar mengatakan bahwa ia telah mendapatkan hukuman mati, namun selama Sembilan tahun mendekam penjara ia tidak juga tewas. Setiap malam omar mengatakan kepada muchtar bahwa dirinya seolah menghadapi kematian yang  biasa dilakukan tengah malam. Kini si omar menunggu matinya lagi.
Buku menarik dengan sebuah cerita yang  menggambarkan kondisi saat itu. Ia adalah bagian dari tahanan yang  sedang menjalani proses keadilan yang  semakin sempit. Keadilan yang  gaungkan presiden soeharto hanya bualan yang  tidak pernah ada. Kini muchtar hanya terus menulis untuk memastikan bahwa tetap aka nada harapan di hari esok.   





Resensi Buku : Keteguhan dan Kesabaran si Ridwan



Judul                : Hati Yang  Bercahaya
Penulis               : Wiwid Prasetyo
Penerbit            : Diva Press
Tebal                : 282 Halaman
Tahun terbit      : Mei 2011


Novel yang  menceritakan tentang sebuah realita  hidup di tengah masyarakat saat ini. Zaman yang  telah membuat kondisi masyarakat yang  semakin terjebak dalam arus modernisasi yang  telah menghilangkan nilai-nilai moral serta spiritual didalamnya. Walau seperti itu, harapan untuk berbuat serta pencari kebaikan tetap akan ada, seperti sosok Ridwan yang  mampu menjadi seorang lelaki yang  istiqomah. Berbekal pengetahuan agama serta nilai moral yang diajarkan sejak kecil, ditambah dengan sosok istri yang  soleha berkarakter Umi Hanifa membuat Ridwan menjadi sosok yang  teguh dalam menjalankan prinsip hidupnya.
Ridwan hanya berasal dari keluarga sederhana dari kampung Sriwulan daerah Jawa Timur. Latar belakang keluarga yang  memang menjunjung tinggi amanah serta iman membuat keluarga ini hidup dengan warna tersendiri dibanding keluarga lain yang  telah terkontaminasi dengan arus zaman. Sebagai seorang sarjana tamatan sekolah tinggi agama membuat Ridwan menjadi seorang wartawan yang  istiqomah dalam menjalankan setiap tugasnya. Walau seperti itu tetap tidak bisa dipungkiri bahwa Ridwan pun pernah menjalani hidup sebagai seorang lelaki muda yang  tersesat dalam lingkaran hidupnya. Seiring waktu yang  berjalan lantas ahirnya mempertemukan dirinya dengan Umi Hanifa, gadis cantik dengan ciri jilbab yang  selalu lekat dengan kepribadian Hanifa.
Pernikahan dirinya dengan Hanifa memang memberikan sebuah berkah tersendiri bagi Ridwan. Seorang istri yang  selalu patuh terhadap suami namun tak pernah lalai kalau untuk mengingatkan kala suami khilaf. Hanifa juga mampu menjadi istri yang  tidak pernah menuntut keistimewaan yang  penuh dari sang Abi dalam menjalani bahtera rumah tangga. Bahkan kala menunggu sang anak pertama di tahun ketiga pernikahan keduanya mampu manjadi sosok yang  sabar kala banyak gunjingan tetangga atas terlambatnya untuk mempunyai anak. Keduanya menjadi manusia yang  selalu taqarub kepada Allah dengan senantiasa membagi rezeki dan berdoa.
Dalam bab lain diceritakan sosok Ridwan menjadi penjaga sebuah langgar reot namun sederhana. Hanya dirinya, Mbah Salam, serta Arif lah yang  menjadi peramai masjid allah tersebut. Moralitas masyarakat yang  rusak telah membuat telah membuat mereka tidak lagi menjadikan masjid sebagai tempat suci. Contohkan saja dengan prilaku preman Sriwulan Kojak yang  menjadi Firaun dengan  menjadikan arena desa menjadi tempat perjudian. Bahkan kerap menjadikan langgar sebagai tempat yang  perjudian tanpa ada yang  berani mengusiknya.
Penulis masih juga masih membicarakan moralitas kala Ridwan dengan lantang menolak perbaikan langgar oleh Ganurekso sosok terhormat dikampung tersebut dan Harto. Baginya tidak pantas jika uang haram lantas dialihkan dalam proyek pembangunan sebuah tempat suci. Kesucian harta dalam pembangunan adalah sebuah infak ahirat yang  tetap ditanyakan. Dimata Ridwan kedua orang tersebut tak ubahnya sebagai manusia munafik yang  menghalakan cara untuk mencari harta tanpa ada batasan normal.
Novel ini sangat menarik karena banyak memberikan sebuah tema perjuangan dalam mencapai hati yang  kuat seperti sosok Ridwan. Realita masyarakat yang  kini hidup memang bukan lagi sebuah kebohongan kala manusia banyak menjadikan materi sebagai agama baru. Nilai moral dan agama tidak lagi menjadi acuan dalam penjelmaan kehidupan yang  serba moder ini. Penokohan Ridwan agaknya mampu menjadi inspirator dalam menjadi manusia yang  memiliki kesadaran serta tanggungjawab. Gaya penulisan yang  menceritakan secara pedih kondisi masyarakat memang bagian dari khasnya seperti di novel lainya, Orang Miskin Dilarang Sekolah.
Namun sayangnya gaya novel yang  tanggung menjadikan masalah sebagai inti pokok tidak menemui sebuah klimaks yang  bagus. Ceritanya meloncat dengan tidak memberikan sebuah pijakan yang  bagus dalam membuat benang merah. Akibatnya setiap jalur masalah tidak sukses mengantarkan pembaca untuk termotivasi secara kuat. Sosok Ridwan yang  tiba-tiba hilang dari keluarga?Umi Hanifa yang  trauma?kehadiran sosok Bagas yang  mencintai pelacur? Bahkan penyelesaian langgar menjadi tanda tanya yang  tidak selesai. Malah timbul masalah baru dari akibat modernisasi yakni aliran sesat, dimana aliran ini telah menyesatkan teman-teman dekat Ridwan yakni Hamid dan Ucok. Mereka berhasil diselamatkan, namun tetap alur ceritanya tanggung untuk dipahami secara logika. 
  





Catatan perjalanan : Tempat Pengasinganku adalah Rumahku

( Catatan perjalanan : Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende-NTT ) Perjuangan seperti apa yang bisa dilakukan Dalam keadaan terkucil sep...