Artikel Ku : Refleksi sumpah pemuda



Sejarah bangsa ini terbentuk dari sebuah kekuatan yang  menekankan pada perubahan untuk lebih baik. Lahirnya sumpah pemuda bisa di samakan gaungnya seperti ucapan Mahapati Gaja Mada, panglima tertinggi Majapahit yang  bersumpah atas nama palapa hendak menyatukan wilayah nusantara dalam satu panji yakni bendera kerajaan Majapahit. Sumpah palapa itu kembali terdengar di awal abad 20 setelah ratusan tahun bangsa barat menginjakan kakinya di tanah nusantara.  sumpah yang  bernama sumpah pemuda ini merupakan sebuah apresiasi yang  dilakukan oleh pemuda Indonesia saat itu.
Atas nama bangsa Indonesia mereka bersumpah, bukan lagi atas nama kerajaan. Atas nama persatuan mereka juga bersumpah bukan atas nama kekuasaan. Sebuah kecerdasan yang  dibangun oleh para pemuda nusantara dalam merefleksikan pendidikan modern yang  ahirnya bisa menyatukan nusantara dalam bentuk modern. Dimana kebebasan serta persatuan menjadi sumpah tertinggi dalam mewujudan kedaulatan kelak 1945 oleh  founding father  kita, Soekarno-Hatta. Sebuah pondasi baru bangsa ini pun diakui baru terbentuk pada masa pendidikan modern masuk ke Indonesia. Tidak hanya perbedaan yang  akan disatukan olehnya namun lebih dari itu, Munculnya perasaan senasib yang  memang menjadi sebuah penciptaan baru dalam tatanan peradaban baru bangsa. Perjuangan fisik oleh para pendahulu adalah sebuah cerminan bahwa bangsa ini tidak hanya melalui fisik untuk memperjuangkan kemerdekaan. Perjuangan fisik hanya melahirkan ksatria lokal tanpa ada satu antara satu dengan lainnya.
Jong ambon, jong java, jong sumatera, jong sunda, jong batak dan berbagai elemen pemuda berkumpul dalam kesatuan PPPI (Persatuan Pelajar Pemuda Indonesia ) dalam sidang kedua 1928. Kali ini mereka hendak menujuh sebuah kesepakatan, bahwa bangsa ini sudah saatnya bangkit. Kesepakatan dalam menghilangkan perbedaan Ras, etnik, agama, bahkan latar belakang sosial, ekonomi dan pendidikan menjadi sebab kelahiran sumpah pemuda. Mensahkan secara massal bahwa penggunaan bahasa melayu sebagai bahasa pengantar, Cikal bakal bahasa Indonesia, juga  bahasa yang  akan digunakan bangsa ini sebagai bahasa nasional indonesia. Lewat kaum intelektual ini jugalah patut diberikan sebuah ungkapan terima kasih. perjuangan dalam menekan ego etnosentrisme telah melahirkan sebuah satu kata sepakat dalam poin sumpah pemuda.
Sumpah pemuda yang  lahir pada tanggal 28 oktober 1928  adalah jawaban terhadap konsep liberal yang  diperdebatkan oleh penjajah kolonial. Pengerukan kekayaan alam hingga ahir abad 19 menjadi legitimasi dasar bahwa bangsa ini harus merdeka dalam tatanan yang  sesungguhnya. Perkenalan pendidikan juga merupakan sebuah balas budi yang  telah dilakukan oleh kaum belanda, seperti yang  telah diserukan oleh Van Deventer atau dikenal Multatuli. Lewat tulisan yang  menggambarkan kengerian kala melihat bangsa Indonesia yang  merasakan   kemiskinan dalam keterpurukan feodalisme serta kolonialisme.

Kini 84 tahun sejak pristiwa besar itu berlalu. sumpah pemuda tetap langgeng sebagai legitimai kebangsaan yang  menekankan persatuan serta kesatuan bangsa dan bahasa. Bahkan sepanjang zaman ini jua lah persatuan mahasiswa tetap terjalin hingga saat ini. Munculnya aktivis yang  hidup di masa masing-masing mencoba menggali idealisme kebangsaan sebagai bagian dari nasionalisme. Namun pascareformasi mahasiswa tidak lagi menjadi agen persatuan mahasiswa yang  menekankan pada kepeduliaan kerakyatan serta peka terhadap keadaan sosial. Malah permasalahan timbul sebaliknya mahasiswa kehilangan fungsi  menjadi  bagian internal dalam perubahan. Mahasiswa  kini lebih menyukai hidup yang  lebih dikenal dengan mahasiswa kupu-kupu (kuliah pulang-kuliah pulang). Anggapan umum bahwa beratnya menjadi mahasiswa yang  memiliki jiwa aktivis tersisih dalam seleksi alam.  Dominasi etos lingkunagan kampus serta mindset setidaknya menjadi indikasi bahwa mnejadi mahasiswa lebih kepada diamnya saja.
 Dunia kampus kekinian mengajarkan sebuah prestasi individual yang  menjauhkan mahasiswa dengan nilai pengabdian masyarakat.  Padahal persatuan yang  ingin diwujudkan dengan sumpah pemuda adalah sebuah refleksi yang  mengangkatkan sebuah kebersamaan serta memiliki kepekaan sosial yang  tinggi. Mahasiswa beralih fungsi dengan  hanya menjadi penonton. mindest dalam pemikiran bahwa lapangan pekerjaan yang  hendak dicari secara instan.
Banyak hal yang  akan menjawab, kenapa etos mahasiswa di setiap zamannya memiliki perbedaan. Seolah tidak ingin terjadi anakronistik terhadap penempatan waktu maka kita akan melihat bahwa mahasiswa dan perubahan dipengaruhi dengan kondisi yang  terjadi. Namun satu hal yang  tidak bisa dipungkiri bahwa mahasiswa adalah individu yang  bebas yang  memiliki cara dan karakter masing-masing dalam menjadi mahasiswa independen dalam bertindak, berbuat, serta bersuara. Maka jika hal itu saja tidak ada, bisa jadi etos mahasiswa telah luntur dan hilang. Mahasiswa yang  memang berada di garis individu yang  bebas namun juga tidak memiliki bagaimana menggerakan individu yang  bebas tersebut.
Negara-negara yang berada dibelahan manapun banyak menempatkan pemuda di garda terdepan dalam membangun sebuah perubahan. Negara yang  pro pemuda pun akan sedianya memberikan fasilitas tanpa batas dalam membangun pendidikan generasi muda. Kini indonesia berada di negara yang  maan serta makmur namun miskin dalam menempatkan fasilitas sehingga pencapaian minimal menjadi tolak ukur yang  dipertanyakan dalam membangun sdm generasi muda.
Sebuah krtitikan bagai semua orang, bahwa apa yang  telah dilakukan oleh kita dalam membangun bangsa ini?sebuah pertanyaan yang  patut dijawab tidak dengan buntalan teori yang  minus dengan tindakan. Bangsa ini akan besar dilihat bagaimana bangsa ini memperlakukan masa depannya, yakni pada pemuda. 

Artikel Ku : Perlawanan Mahasiswa


Dalam film dokumenter garapan Riri Rezha berjudul Gie, Soe Hok Gie ditanya tiga kali oleh orang terdekatnya, “Sebenarnya untuk apa perlawanan yang  ia lakukan ini?” Pertanyaan yang  dilontarkan oleh sahabat kecilnya Han, lantas sahabatnya Herman Lantang, kemudian ibundanya sendiri. Gie lantas menjawab dengan sebuah kepastian, bahwa kehidupan yang  dirasa tidak adil maka perlu dijawab dengan  perlawanan. Perubahan yang  terjadi adalah buah dari perlawanan yang  memang mengingkan sebuah tatanan baru dalam konsep kehidupannya. Gie melawan mewakili zaman, ia melawan tidak hanya sendiri namun secara individu. Langkah Gie untuk melakukan perubahan ia tawarkan dalam interprestasi zaman yang  menurutnya tidak adil. argumentasi yang  ia tuliskan dalam goresan pena menjadi sebuah kenangan yang  terus diingat oleh khalayak ramai.
Perlawanan Gie adalah wakil dari zaman, dimana angkatan mahasiswa 66 menjadi barisan pelopor sebagai mahasiswa pembaharu. Idealism mahasiswa tidak bisa ditawar untuk menjadi sosok pembaharu,s etidaknya itu lah simpulan untuk mengenal Gie. Bahwa mahasiswa adalah sebuah penjelmaan dalam intelektulitas yang  dekat dengan masyarakat sebagai objeknya. Kritis mahasiswa adalah dampak dari kondisi yang  merupakan bagian dari refleksi.
Namun itu sudah sangat lama, Gie telah wafat dalam pendakian terahir di Semeru. Namun catatan ia tetap dingat sebagai bagian intelektual yang  ingin terus diingat. Seolah hendak mengingatkan, bahwa   Gie memang telah lama wafat namun pikiran serta perbuatan hidupnya masih diingat oleh semua orang, khususnya oleh mahasiswa. Namun sampai kapankah?. Dalam ulasan Kompaskampus edisi Selasa, 3 Juli 2012 memuat kondisi mahasiswa kekinian yang  pragmatis serta apatis. Dari semua komentar mahasiswa yang  memang cenderung mengakui bahwa mahasiswa kini telah jauh berbeda dengan mahasiswa di zaman perubahan.
Jarang ditemui, bahkan tidak lagi ditemukan sosok mahasiswa idealisme cerdas yang  berani menantang. Kalau pun itu ada. Ia adalah individu yang  mencari jati diri dengan menampilkan sosok idealism didalam hidupnya. Iklim kampus telah banyak merubah pondasi mahasiswa dalam stigma berfikirnya. Mahasiswa hanya dituntut untuk cerdas tanpa kepekaan pada kondisi lingkungan. Organisasi-organisasi ala mahasiswa hanya menjalankan kegiatan serimonial yang  tidak memiliki visi kerakyatan. Akibatnya kepekaan mahasiswa terhadap kondisi bangsa ini semakin minim. Kepedulian mahasiswa cukup dalam sebuah momen-momen yang  hendak diabadikan dalam album periode kesuksesan saja.
Penulis ingat kala mengikuti acara peringatan reformasi yang  diadakan di kampus UNP Mei 2012 silam. Muncul kesepakatan yang  jelas bahwa mahasiswa kini memang banyak mengalami perubahan dalam pola pikirnya. Para panelis yang  menjadi narasumber utama menyadari mahasiswa kini memang menjadi apatis karena memiliki ego dalam visinya masing-masing. Dimana organisasi dan individu mencari kepuasan diri dengan cara masing-masing tanpa adanya idealisme yang  ditanam. Akibatnya parktik birokrat tidak lagi kawal oleh mahasiswa sebagai agen kontrol. jati diri sebagai seorang mahasiswa hilang dalam konsep maknawi sebagai mahasiswa.

Perlu mahasiswa untuk kembali memahami jati dirinya sebagai orang pelawan dengan kondisi zaman. Perlawanan yang  dilakukan menjadi sebuah iktikad bahwa ia memang kritis untuk mampu menjadi pembaharu. Modernisasi mahasiswa telah membuat mahasiswa untuk lebih gampang dalam mengolah suasana kampus yang  menjadi ladang ilmu. Bukan malah sebaliknya mahasiswa semakin dimanjakan dengan teknologi dalam sikap apatisnya. Memilih kesibukan yang  tidak menyangkutkan diri dengan orang lain atau diam dengan ketenangannya.
Padang, 25 Juli 2012

Artikel Ku : Mahasiswa dan dunia malam


Lekat, sekiranya kesan yang  pertama sampaikan tentang dunia malam bagi mahasiswa. Hal ini mungkin mendasari dengan banyaknya kasus menyimpang yang  banyak menemukan mahasiswa di setiap kasusnya, baik kasus dalam asusial, maupun dalam dunia criminal lainnya. Hal ini berawal dari dunia malam, dimana penyesuaian antara aturan baku dunia malam yang  sedikit renggang menjadi celah dalam memamfaatkan situasi ini. Contohkan saja dalam aturan lalu lintas, dimana memasuki malam hari lebih leluasa dengan mengendarai motor tanpa menggunakan peralatan keamanan sepeti helm atau surat kendaraan. Celah kecil seperti iilah yang  membuat mahasiswa memamfaatkan dunia kala malam hari ini.
Identik baik atau buruk dalam memandang dunia malam?. Maka menjawabnya adalah sebuah pisau yang  bisa diartikan dalam dua perbuatan. Secara negative tentu celah seperti ini diammafaatkan mahasiswa dalam melakukan aktivitas menyimpang yang  ahirnya merugikan diri sendiri. Bahkan tidak jarang adu tanding dalam aksi balap motor jalan raya yang  dilakukan mahasiswa malah berujung dengan kecelakaan dan kematian. Namun tidak menapikan bahwa celah ini juga dimamfaatkan sebagai hal yang  positif. Dimana rutinitas kerja yang  penuh dengan tugas serta hal lain membuat kepenatan yang  tak jarang menimbulkan rasa bosan harus mendapat solusi.
Tidak jarang dalam dunia mahassiwa memamfaatkan dunia di malam hari sebagai aktivitas dalam memberikan rasa penat dengan kesenangan yang  positif, salah satunya menikmati udara malam bersama teman sejawat di satu kawasan seperti café atau alam bebas seperti pantai. Sebuah kepenatan yang  dilalui dengan rasa jenuh akan hilang dengan menikmati malam yang  penuh kesenagan bagi jiwa. Maka dari itu perlu adanya pengawasan serta antisipasi dalam membawa diri dalam melakukan aktivitas di malam hari. sebuah pilihan kala menjatuhkan pilihan untuk menikmati malam karena aktivitas pada malam hari bukan aktivitas produktivitas kerja sehingga tidak menjadi beban secara psikologi. disamping itu ada rasa ketengangn dalam menikmati malam dengan penuh keleluasaan.
Kota padang, Sumatera Barat mungkin bisa dijadikan sebagai conroh bagaimana dunia malam di sini. Setidaknya kota yang  tidak begitu besar ini menjadi penuh dengan penduduk yang  berstatus mahasiswa. Dimana kota padang memiliki banyak kampus serta sekolah yang  menjadi daya tarik bagi orang lain untuk mengecap pendidikan di kota padang.  Banyaknya mahasiswa yang  menempuh pendidikan di kota bengkoang ini juga menjadi daya tarik dalam membuat fasilitas yang  disediakan, khususnya bagi mahasiswa yang  ehndak melepaskan penat kala malam hari. Maka tidak heran jika pada malam hari masih di sentral-sentral mahasiswa yang  berada di kos-kosan menjadi tempat yang  terus hidup baik siang maupun malam. Hal ini dikarenakan kebutuhan mahasiswa itu sendiri dalam melaknjutkan aktivitasnya.
Walau seperti itu antisipasi dalam menjaga pergaulan malam agar tidak menyimpang tidak bisa dilepaskan dari peran diri sendiri. Dimana tindakan menyimpag yang  dilakukan kerap pelakunya merupakan pelaku individu sendiri. Maka dari itu perlu adanya antisipasi serta aturan dari dinas terkait dalam kegiatan pada siang hari maupun pada malam hari. menjadikan dunia malam yang  tidak identik dengan dunia yang  kelam adalah dengan memberikan sebuah pencitraan dalam diri pribadi bahwa dunia malam akan memberikan kesan positif. tidak diungkiri kerap menemukan geombolan mahasiswa yang  menjalankan aktivitas malam dalam sebuah komunitas untuk melaksanakan kegiatanya. salah satu kegiatan dalam bidang seni.   
Padang, 16 April 2012

Artikel Ku : Modernisasi Adat


Siapapun pasti akan mengenal negara kecil bernama Jepang. Sebuah negara yang  terletak di ujung timur Asia, kondisi geografis alam yang  rentan dengan bencana alam banyak mendewasakan negara tersebut menjadi negara yang  siap. Namun kehebatan negara tersebut tidak terletak satu hal saja, melainkan beragam. Sejak terjadinya pristiwa Restorasi Meiji tahun 1868 Jepang mengalami perubahan pesat dalam segi sosial, politik, ekonomi, agama, hingga budaya. Politik isolasi pada masa pra restorasi hanya membuat Jepang menjadi negara taklukan Eropa yang  menganut paham imperialisme. Singkatnya restorasi yang  ia lakukan adalah pengembalian terhadap kearifan lokal yang  mereka miliki namun tidak menolak perubahan modernisasi. Sebuah kebijakan oleh kaisar melalui restorasi meiji yang  siap melakukan dinamisasi dengan kebudayaan asing. Alhasil hingga saat ini Jepang mampu mendedikasikan diri sebagai negara modern dunia dengan budaya yang  tetap terpelihara. 
Bagaimana dengan negara Indonesia?.Prof.Mursal Esten dalam buku Minangkabau Tradisi Dan Perubahan mengatakan bahwa selayaknya adat dikembangkan demi sebuah kemajuan. Dimana dalam perumpaannya, keberadaan adat yang mengekang kemajuan dan menyelaraskan kebudayaan nenek moyang hanya menimbulkan konflik internal kebudayaan. Maka dari itu, perlu adanya dinamisasi adat dan zaman yang  kian berubah. Perubahan zaman memang telah menyulitkan untuk memegang adat asal (asli_red), bahkan tidak dipungkiri generasi adat yang  dilahirkan malah semakin terjerumus dalam lembah teknologi yang  mengandalkan rasionalisasi berfikir logika. Memang adat adalah lambang dalam identitas sebuah bangsa yang  dipertahankan, namun agaknya perlu adanya pembaharuan yang  dilakukan dalam membuat sebuah pola dinamisasi.
Secara pasti, lambat laun pergerseran nilai adat dan budaya dengan zaman modern semakin terasa. Salah satu contoh dalam hal gender, pergeseran status wanita dalam lapangan perkerjaan era lampau dikecam sebagai sebuah aib yang  tidak sepantasnya. Namun sekarang dalam era modern wanita memanuhi berbagai sektor pekerjaan  produktif tanpa ada paksaan. Wanita tidak lagi dipandang sebagai kaum minoritas yang  bergelut dengan rumah tangga saja. Apakah adat akan melarang lagi? Tentu tidak. Pergerseran yang  tampak dalam masyarakat dalam berbagai bidang, baik pendidikan, kesehatan, agama, bahkan dalam proses pertumbuhan anak.
 Dalam sebuah kriris kebudayaan bangsa ini adalah semakin punah penggunaan serta pemahaman adat daerah masing-masing. Bahkan dalam sebuah ulasan di media harian nasional menuliskan, adanya sekelompok peneliti kebudayaan melakukan kunjungan  ke wilayah Indonesia bagian timur. Dimana dalam perjalanannya bertujuan untuk membuat sebuah catatan tentang eksistensi adat lokal yang  masih bertahan. Proyek diatas menyiratkan adanya ketakutan jika terdapat kebudaayaan asli hilang akibat para pewaris tidak mempelajari adat karena zaman yang  tidak relevan memakai adat tersebut. Akibatnya, muncul konflik serumpun melayu kala sebuah ikon budaya dedikasikan dan diambil alih sebagai budaya khas negara lain.

Saat ini mindset dalam generasi muda bahwa adat adalah sesuatu yang  bersifat kuno dan tidak penting dipelajari. Para pemimpin adat yang  semakin dilema sosial dalam mengembangkan nilai-nilai lokal malah semakin terkucilkan. Maka mengambil kutipan yang  dikatakan oleh Mursal Esten bahwa selayaknya adat memang tetap dilestarikan namun dengan cara berfikirnya yang  maju (tidak mengekang). Hal ini menyesuaikan diri dengan kondisi di negara Jepang bahkan negara Cina yang  memang mengadopasi nilai-nilai lokal sebagai identitas diri yang  bisa dilihat dunia. Ikon budaya lokal memang akan bertemu dengan modernisasi maka jalan tengah yang  diambil adalah menyesuaikan diri antara nilai-nilai lokal dan modernisasi.
Dalam dialog yang  pernah diadakan di UNP April 2012 lalu membahas tentang kearifan lokal dalam Minangkabau. Dalam dialog tersebut mengungkapkan bahwa nilai-nilai kearifan lokal yang  ada di Minangkabau yang  ditinggalkan malah mengadopsi nilai budaya modern tanpa ada penyaringan. Kearifan lokal memang secara nyata banyak ditinggalkan oleh banyak generasi muda bahkan oleh para birokrat selaku motivator dalam mengembangkan kearifan lokal tersebut.
 Membangun sebuah peradaban memang memiliki akar dalam membuat perubahan sebagai pijakan dasar. Adat yang  memang menjadi identitas bangsa seharusnya memang dipelihara sebagai identitas wajib warga negara Indonesia. Namun kemerosotan nilai moral serta ekonominya mengatarkan sebuah kebebasan semu. Negara tidak lagi dipandang sebagi negara maju.
Maka dari itu melalui kearifan lokal adalah sebuah pendekatan dalam memahami budaya sebagai identitas diri. Indonesia yang  memiliki keragaman dalam hal budaya tentu menjadi sebuah acuan terhadap budaya yang  unik di mata dunia. Keunikan yang  tidak dimiliki oleh negara lain atau bangsa lain menjadi karakter yang  perlu dilestarikan. Ketika melihat pada dua kebudayaan Jepang dan Cina ada dua hal yang  menarik, pertama budaya modernisasi yang  dilakukannya terus maju hingga saat ini. Kedua, konsistensi culture atau kearifan lokal sebagai budaya yang  dipegang teguh menjadi sebuah  identitas yang  ingin dunia melihatnya. Intinya ada keterkaiatan antara dua poin diatas dalam kesehariannya. Modernisasi dan kearifan lokal bukan menjadi lawan yang  saling menjatuhkan namun kawan yang  saling menguatkan.
Indonesia sebenarnya memiliki budaya yang  bisa dijual di mata dunia, salah satunya Bali. Namun toh tidak cukup jika hanya mengedapankan Bali sebaai ikon budaya padahal seluruh wilayah Indonesia unik dengan  budayanya. Kecintaan generasi muda dalam penanaman kearfian lokal adalah tanggungjawab semua pihak. Layaknya Jepang dalam membuat sebuah perubahan melalui Restorasi Meiji. Sedangkan Indonesia sedang akan menunggu apakah ia akan konsisten terhadap budaya kearifan lokal atau memilih modernisasi barat tanpa ada penyaringan. 
Padang, 30 April 2012

Munculkah Mahasiswa Angkatan 12?



Dalam catatan sejarah telah mencatat mahasiswa pada periode masing-masing membuat sebuah gebrakan dengan menumbangkan sebuah rezim. Dimana mahasiwa membuat sebuah kesepakatan terhadap kemajuan kesejahteraan rakyat secara utuh. Mahasiswa angkatan 66, dimana dalam pergesekan zamannya, mahasiswa ini ikut menumbangkan rezim orde baru era Seokarno. Kondisi perpolitikan Indonesia masa perang dingin memang menyeret Indonesia dalam dua kekuatan besar, Uni Soviet dengan aliran komunis dan AS dengan aliran demokrasi liberalnya. Kemampuan serta kondisi zaman telah mengenang mahasiswa angkatan 1966 sebagai mahasiswa pendobrak sebuah tirani. 
Lain halnya dengan mahasiswa angkatan 98 atau dikenal sebagai mahasiswa reformasi. Dimana mahasiswa yang  telah menumbangkan rezim sesudah orde lama, yakni kekuasaan dari tangan soeharto. Lagi, kekuasaan melalui tangan mahasiswa sebagai kekuataan people of power. Kekuatan masyarakat yang  menuntut sebuah keadilan. Maka sejak reformasi bangsa ini dalam lingkup demokrasi yang  menempatkan pemerintah dalam sebuah konstitusi yang  terbuka. Intinya kritik dan pernyataan dilakukan secara terbuka tanpa ada intervensi dari pihak mana pun. Namun sebuah guratan kekecewaan terhadap zaman pasca refromasi yang  berjalan bagi bangsa ini, bahwa sebuah perubahan hanya berada dalam perubahan yang  tidak tetap. KKN, kemiskinan, bahkan pengangguran tetap menjadi sebuah penyakit pemerintah yang  tidak kunjung sudah.
Kini, memasuki periode abad millennium tahun 2012 sebuah bibit penolakan kebijakan pemerintah agaknya kian meluas. Dimana pelopornya tetap dilakukan oleh sang aktor indenpenden, mahasiswa. Beberapa mahasiswa yang  berada di berbagai perguruan tinggi secara de facto menolak dengan kebijakan pemerintah yang  tidak merakyat. Terahir dengan isu kenaikan harga BBM, dimana isu tersebut kini bukanlah isapan jempol belaka. Kondisi pro-kontra antara pemerintah dan masyarkat toh tetap menaikan harga minyak. Padahal secara umum dapat diketahui bahwa kenaikan atas nama BBM hanya akan menambah sebuah beban baru bagi rakyat kalangan menengah ke bawah. Bahkan tidak bisa dipungkiri lagi bahwa akan memunculkan sebuah gerakan dalam membuat perubahan secara revolusi.
Solusi yang  tidak soluktif melalui pemberian BLT walau dengan menaikan tarifnya tetap bukanlah jalan tengah terbaik. Kondisi di lapangan yang  jelas nyata, dimana mereka orang-orang kaya rela memasangkan muka miskin agar mendapat tunjangan beberapa ratus ribu rupiah. Sementara si miskin yang  asli harus berjiba ku dengan adminstrasi birokrasi yang  semakin tidak merakyat. Solusi melalui BLT  nyata telah ditolak sebagai jalan yang  diambil oleh pemerintah dalam memberikan sebuah tawaran perbaikan.
Satu hal yang  perlu diantisipasi adalah menjaga sebuah kepercayaan antara rakyat dengan pemerintah terpilih melalui demokrasi. Kondisi ketidakpercayaan akan membawa masalah yang  fatal bagi negeri ini. Permasalahan negeraa yang  tampak di depan rakyat semakin membuat sebuah opini kepercayaan rakyat terhadap sang pemerintah.

Istilah demokrasi yang  merakyat kini hanya dijadikan sebagai bualan belaka. Dimana hukun yang  seharusnya mengalami reformasi 14 tahun silam hanya sebagai isapan belaka. Bahwa pemerintah yang  mengatasnamakan rakyat kian menyempit dan luntur seiring dominasi politik   busuk yang  terjadi saat ini. Masih terasa ingat bagaimana sebuah pra kondisi terhadap frustasi publik terjadi dalam sepanjang beberapa bulan terahir. Mulai dari pembakaran diri mahasiswa dari kampus marhanisme Sondang, dimana ia memilih mati dengan membakar diri sebagai bentuk muaknya terhadap negera ini yang  tidak selesai dalam menyelesaikan pelanggaran HAM di Indonesia . Walau ahirnya kematiannya memang tidak menyulut sebuah konflik setidaknya sebuah ungkapan secara serius menjadi sebuah pertanda. Lain halnya dengan pristiwa terhadap goresan luka oleh terdakwa tersangakah korupsi, Sutiyoso oleh salah seorang aktivis LSM dalam sebuah persidangan.
Menarik tentunya, kondisi pra kondisi yang kemungkinan  bisa memicu sebuah trigger . Dimana puncak konflik hanya diambang pintu. Maka perlu adanya gerakan yang  menenangkan dan memberikan kemenangan bagi rakyat secara umum. Pemerintah yang  tidak mampu memberikan sebuah pengembalian kepercayaan hendaknya mundur dan membuat sebuah gerakan dalam melahirkan tokoh pro rakyat.  jika hal itu tidak dilakukan maka boleh jadi, memang akana da gerakan dalam memunculkan gerakan mahasiswa di tahun yang  dianggap sacral, tahun 2012.

Padang, 20 Maret 2012

Catatan perjalanan : Tempat Pengasinganku adalah Rumahku

( Catatan perjalanan : Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende-NTT ) Perjuangan seperti apa yang bisa dilakukan Dalam keadaan terkucil sep...