catatan perjalanan : Hamparan keindahan di tanah Dieng




Berawal dari sebuah pertanyaan, tentang apa itu dieng? maka kaki ini akhirnya sampai di daratan tinggi  Dieng. Sebuah tempat wisata yang menjadi ikon bagi dua kabupaten di Jawa Tengah, Banjarnegara dan Wonosobo. Dieng yang berada di ketinggian sekitar 2000 meter dari permukaan laut ini adalah bagian paket wisata yang tersebar di Provinsi Jawa Tengah. Jika Magelang terkenal dengan ikon wisata Candi Borobudur, Purwokerto  Andang Pangeran, maka lihatlah Dieng yang indah dengan dataran luas mahakaryanya.
 Dieng memang berada di ketinggian puncak. Namun  menempuh perjalanan ini, aku  harus melewati perjalanan lintas kabupaten yang memiliki jalanan mulus namun  rawan bagi pengendara motor. Jalanan yang mulus berimabng dengan keramaian di pecan awal 2015.  Dan, aku memulai perjalanan ini dari titik start Kalibagor, Banyumas jam 08.30 WIB. Menggunakan motor beat kepunyaan Intari Nur Faisah aku pun ikut membawanya menjadi pemandu perjalanan kali ini.



“Bismillahitawaqaltu.....” baitan doa menjadi langkah start perjalanan ini. Hari Minggu yang ramai (10/01) meyakinkan aku bahwa Dieng pasti akan ramai juga nantinya. Perjalanan pun melaju seiring dengan lajunya kecepatan motor beat yang aku naiki ini. Selain pemilik motor yang aku bawa untuk ikut serta, aku pun membawa sebuah ransel yang menjadi pendamping dalam perjalanananku selama ini, sebuah tas warna abu-abu bermotif hitam. Tidak banyak yang aku bawa kecuali perbekalan logistik dengan kamera. 

Aku telat, perjalanan ini tiba di gerbang Dieng pada jam 12.46 WIB. Seharusnya perjalanan ini bisa lebih awal. Aku lebih menyenangi perjalanan ini tidak terlalu buru-buru, aku juga ingin melihat perjalananku di lintas Kabupaten Banyumas-Purwoketo-Banjarnegara-Wonosobo, entah kapan aku bisa melihat ini kembali. Usai mengabadikan moment di gerbang awal Dieng aku melanjutkan ke wisata Dieng yang tersebar di sekitar Dieng. 
 Rupanya memang perjalananku tidak hanya sendiri, namun juga banyak wisatawan baik lokal sekitar Wonosobo yang datang ke Dieng namun juga dari luar kabupaten. Aku pun ingat beberapa minggu sebelumnya pernah berencana untuk ke Dieng pertama kali bersama teman-teman backpackeran yang namun gagal akibat cuaca (longsor Banjarnegara).





***
Ingin rasanya aku bersamamu lagi..
Menimati indahnya ala mini bersama.
Dan, aku selalu merindukan ini..

Mungkin memang ada hal, kenapa wisata ke alam memiliki perbedaan dibandingkan dengan wisata yang berada di sekitarperkotaan yang majemuk. Aku ambil garis besarnya saja, bahwa kota adalah wisata yang dibuat, sedangkan alam yang terbuat. Seperti itu rasanya aku menatap Dieng yang berada di ketinggian tertinggi. Udara yang dingin, kabut putih yang mulai menyelinap diantara celah-celah perbukitan, hingga alam hijau yang mempesona. Dieng itu tidak hanya satu, seperti yang aku pikirkan diawal mendengar kata Dieng, tapi Dieng itu banyak. Persebaran berbagai candi peninggalan agama Hindu masih terlihat kokoh walaupun usianya telah mencapai ratusan tahun lamanya. Hamparan rumput hijau juga terlihat datar dan rata, aku melihat beberapa keluarga yang sengaja menghabiskan waktu liburan mereka di sekitaran Dieng ini. Wisata alam dan pembelajaran sejarah rupanya, aku salut pada mereka.

Aku lebih memilih duduk di kompleks Candi Arjuna sambil memakan logistik yang aku bawa dari rumah. Cuaca yang sudah mulai panas walaupun udara masih terasa dingin membuat aku lebih memilih duduk bersama Intari di bawah pepohonan yang tidak jauh dari Candi Arjuna. Sesekali dai arah kejauhan aku mengabadikan candi ini dari 50 meter jarak mata memandang. 20 menit kemudian makan bersama usai, tenaga yang pulih usai kelaparan berat selama di jalan kini berlanjut memuli perjalananku kembali.



“Satu…dua…tiga…”
“Lompat…”
Aku melirik dengan sedikit tersenyum simpul, bukan iri ingin melakukan hal yang sama namun aku sedikit enggan untuk berfoto seperti itu. Beberapa anak-anak SMA kurasa mengabadikan foto dengan gaya alay, gaya yang kini menjadi trend.  Sembari Inta melakukan foto di sekitaran Dieng aku memilih untuk berkeliling diantara beberapa candi yang berdiri sejajar namun tidak berjauhan. Candi itu tidak terlau tinggi jika dibandingkan dengan tinggi prambanan maupun boobudur, sekitar enam meter aku rasa tinggi candi-candi yang berada di sekitar komplek arjuna. Candi-candi yang kokoh ini berisi banyak ukiran yang terukir di bagian sisi candi, selain itu jika melihat dari sisi kedalaman candi maka terlihat sosok patung yang memiliki nama-nama tersendiri seperti Candi Arjuna, Candi Puntadewa dan nama lainnya.

Beruntung rasanya bisa melihat candi-candi ini. Agaknya aku butuh waktu lagi, untuk melihat candi ini dari sisi pengetahuan ilmu sejarah. Aku akan kembali, begitu aku meyakinkan hati. Segala keindahan ini memang ada ikut campur masyarakat dan pemerintah dalam membangun tempat ini bertahan dan asri. Pelestarian ala mini sekitar Dieng semoga menjadi warisan bagi anak cucu tentang peninggalan bangsa yang hebat yang pernah hidup di Indonesia.


Kawah Sikindang, brrrrrrrrr…..

 Mendengar kata kawah biasanya terbayang sebuah bayangan yang brrrrr agak menakutkan. Bagi pendaki yang terbiasa mendaki biasanya akan menjaga diri ketika berada di bibir kawah. Namun tidak dengan Kawah Sikidang ini, kawah yang letaknya tidak jauh dari kompleks arjuna ini sangat indah mungkin, berbeda dengan anggapan di atas. Ibarat sebuah menu, setelah menikmati santapandi kompleks arjuna, maka destinasi selanjutnya yang harus di lihat adalah Kawah Sikidang.

Berada di ketinggian yang agak tinggi dari Kompleks Candi Arjuna, Kawah Sikandang memang sangatlah menarik. Kawahnya yang menggelegak ini menjadi pemandangan di sekitar. Tapi, untuk berada di kawah ini jangan lupa menggunakan masker untuk menutup mulut akibat bau dari belerang yang sangat menyengat dan beracun jika tehirup terlalu banyak.  Ada beberapa hal yang ketika berada di Kawah Sikandang ini. Pertama, ketika mampu berdiri di ketinggian kawah sikandang. Pada awalnya inta terasa agak enggan untuk mendaki melewati sisi kawah. Aku yang sedikit mendorongnya agar mampu mencapai puncak membuatnya takjub dengan pemandangan di atas Kawah Sikidang.
Kedua, eidelweis, sebuah bunga yang konon telah undang-undang larangan mengambilnya kini dijual bebas di sekitar Kawah Sikidang. Rupanya bunga ini memang dibolehkan untuk dipetik dan dijual bebas karena terdapat budidayanya. Dengan harga 15 ribu rupiah bunga ini bisa di bawa pulang. Ketiga, kuliner yang beragam dengan harga pas terdapat di sekitar. Tidak perlu khawatir akan harganya yang mahal, ekonomis bagi yang tidak membawa bekal dan ingin mencicipi makanan di sekitaran Dieng.
Kota Bengkoang, 2015   
      






No comments:

Post a Comment

Catatan perjalanan : Tempat Pengasinganku adalah Rumahku

( Catatan perjalanan : Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende-NTT ) Perjuangan seperti apa yang bisa dilakukan Dalam keadaan terkucil sep...