Resensi : Masihkan mereka pahlawan?



Judul               : Pahlawan-Pahlawan Yang  Digugat
Penulis             : Eka Nada Shofa Alkhajar
Penerbit           : Penerbit Katta
Tebal               : 128 Halaman
Tahun terbit     :  2008



Apakah mereka masih dikatakan sebagai pahlawan? Begitulah eka menandai beberapa pahlawan Indonesia  yang  diragukan idealismenya. Tulisan kritis ini hadir setelah menelaah kondisi kekinian. Eka menuliskan tedapat 7 pahlawan nasional yang  perlu dikritisi kekuatannya untuk dijadikan sebagai seorang pahlawan. Memang pahlawan akan menjadi sebuah telaah baru saat ini. Dimana memang akan menjadi masalah bagaimana pahlawan itu muncul. Persoalan criteria pahlawan cukup mudah dengan menempatkan perampok di pihak belanda centris diganti menjadi pahlawan di mata Indonesia  centris.
Bagaimana sumatera barat, atau Indonesia  menganggap imam bonjol sebagai pahlawan muslim yang  melawan be;anda jika kiranya tangan berlumuran dengan darah rakyat. Dalam sebuah petisi yang  ditulis Mudy Situmorang kepada pemerintah Indonesia . Imam bonjol telah melakukan sebuah pemusnaan massal yang  menghabiskan jiwa manusia dalam jumlah  besar dalam kurun waktu (1813-1833). Pasukan paderi dalam wewenang Imam Bonjol telah melakukan invansi kejam terhadap keluarga Kerajaan Pararuyung dan masyarakat Mandailing serta rajanya Sisingamangaraja X (Sumatera Utara) di zamannya. Paham Wahabi yang  ia bawa membawa sebuah misi untuk pembersihan ajaran mistis non islam di Sumatera Barat. Hasilnya puluhan ribu melayang sebagai korban perang yang  akan dikenang sampai saat ini.
Tidak cukup dengan Imam Bonjol, sosok kepahlawan dari Sultan Agung kerajaan Mataram pun kian dipertanyakan. Kekuasaan kerajaan Mataram di masanya memang telah membangun mataram dalam puncak kejayaan. Dalam kekuasaan yang  ia lakukan, Sultan Agung mendedikasikan diri sebagai raja kolonial lokal yang  akan menguasai seluruh pulau Jawa. Bahkan wilayah luar pulau Jawa pun tunduk dengan mengirim upeti kepada Raja Mataram tersebut. Nilai-nilai kepahlawan dalam diri  Sultan Agung Mataram kian ditanyakan karena cara dan sikap dari Raja Mataram ini. Espansi politik yang  dilakukannya bukan menyatukan diri dalam melawan Kolonial VOC di Batavia namun untuk espansi perluasaan dilakukan dalam rangah  jawanisasi.
Perlawanan dalam melakukan luasan kawasan ia lakukan dengan gagah berani, satu per satu wilayah tunduk. Espansi terhenti kala melakukan perlawanan dari Batavia yakni VOC. Kerajaan maritim Mataram dalam melawan VOC selalu terhenti, dan kalah. Maka Raja Mataram ini lants melakukan hukuman dengan membunuh para panglima perang yang  gagal dalam melakukan espansi salah satunya Adipati Rangga Gempol. Kekalahan Mataram telah membuat Sultan terus melakukan peperangan, ahirnya memberikan dampak pada kematian sultan sendiri. Cara sultan dalam melakukan espansi atas nama Jawanisasi patut ditanyakan sebagai pahlawan nasional. Gebrakan dalam melawan VOC itu benar, namun niat yang  dilakukan sang sultan kini dipertanyakan.
Buku ini menarik untuk melakukan sebuah analisis kritis dalam menyandang sebuah nilai pahlawan. Nilai kepantasan kini dipertanyakan juga sampai saat ini. Seperti gelar pahlawan untuk presiden negeri ini soeharto, dan gus dur. Faktor kelayakan memang kerap menjadi pertimbangan. Semoga buku ini menjadi penarik hati yang  menarik bagi kalangan akademisi yang  kritis.      





No comments:

Post a Comment

Catatan perjalanan : Tempat Pengasinganku adalah Rumahku

( Catatan perjalanan : Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende-NTT ) Perjuangan seperti apa yang bisa dilakukan Dalam keadaan terkucil sep...