Judul
: Bandit Dan Pejuang Di
Simpang Begawan
Penulis
: Julianto Ibrahim
Penerbit
: Bina Citra Pustaka
Tebal
: 318 Halaman
Tahun
terbit : 2004
Buku ini merupakan hasil tesis yang pernah dilakukan oleh penulis dalam
merampungkan studi S2 di Universitas Gajah Mada (UGM). Dalam tesis ini, Julianto
sebagai seorang akademisi yang bergerak di jurusan sejarah mencoba mengolah sebuah
pristiwa yang terjadi masa revolusi.
Dimana dalam sejarah Indonesia, masa revolusi fisik adalah sebuah pristiwa
yang memang penuh perjuangan. Proklamasi
yang dikumandangkan oleh Seokarno dan Hatta
adalah pernyataan yang telah lama
dinanti oleh bangsa Indonesia. Kedaulatan Indonesia telah ada sejak tanggal 17 Agustus
1945. Namun belanda yang dimotori oleh NICA
datang dan hendak menjadikan Indonesia kembali sebagai wilayah jajahannya.
Pristiwa revolusi 1945-1950 adalah sebuah fakta dari sejarah bangsa ini.
Dimana pun terjadi pergolakan selama masa revolusi,
khususnya pulau jawa sebagai sentral kekuasaan dan kekuatan. Menilik hal ini,
maka Julianto memberikan sebuah fakta
erhadap kondisi sosial saat itu. Dimana dalam pergolakan secara fisik telah
banyak dijelaskan oleh berbagai sumber dan literature, maka Julianto melihat lebih mikro kondisi masyarakat Surakarta
sebagai objek penelitiannya. Penelitian
secara spesifik ini menuliskan, bahwa nilai-nilai para pejuang yang ikut dalam pergolakan selama revolusi fisik
mengalami sebuah pergolakan. Secara mentalitas, terjadi dualisme kepentingan,
pertama mentalitas secara nasional yang
memang melakukan perjuangan untuk kemerdekaan serta kedaulatan yang utuh, dan kedua perjuangan yang hanya menumpang untuk kepentingan pribadi
yakni melakukan perampokan atas nama banga Indonesia.
Tentu, sebagai seorang sejarahwan tidak hanya
menilik pristiwa tersebut dalam satu struktur masa saja. Sebaliknya, Julianto menarik benang panjang terhadap posisi wilayah
Surakarta dalam sejarahnya. Dimana
posisi Surakarta memang merupakan
kekuatan sisa dari kerajaan mataram. Setelah perjanjian yang pernah dilakukan oleh kerajaan mataram dan
belanda telah memecah mataram dalam beberapa kekuatan yang terpecah. Pertama keraton Surakarta dan keraton Yogyakarta. Berbeda dengan Yogyakarta
yang memang berada dalam satu kekuatan
saja, namun suarkarta terpecah dalam dualisme Mangkubumi dan Kasusunan. Perpecahan
yang dilihat oleh Julianto ahirnya menimbulkan sebuah konlik kekuasaan
yang berada dalam perpecahan. Dari
sinilah lantas memunculkan sistem stratifikasi masyarakat yang terbagi dalam kasta-kasta sendiri. Masyarakat
kelas menengah ke bawah ahirnya membenci kalangan bangsawan yang pro belanda.
Kemunculan para pejuang bisa dianalogikakan bahwa Indonesia
yang diserang dalam bentuk agresi memunculkan
para pejuang dari berbagai lapisan masyarakat. Sangat berbeda dengan dengan
bandit yang muncul karena kebencian
yang tertahan dengan para bangsawan.
Maka selama masa revolusi, para bandit selain melawan belanda, juga melakukan
penjarahan, perampokan oleh para bandit dari rumah para bangsawan, pedagang
cina, dan kaum eropa. Dendam yang telah
membatu ahirnya membuat para bandit terus melakukan perampokan secara continue.
Sebagai karya
ilmiah tentu buku adalah salah satu buku yang
menarik. Kalangan akademisi akan melihat bahwa buku yang membahas posisi masyarakat dari sisi
sosiologi, sejarah, bahkan dalam hal moral. Walau dengan bahasa yang mungkin akan menyulitkan para pembaca awam
dengan bahasa yang ilmiah. Penggunaan data-data
pristiwa yang lengkap patut menjadi
nilai lebih dari sebuah karya Julianto ini. Maka bagi kalangan akademik yang memiliki pandangan secara humanis akan
mendapat sebuah sumber referensi dalam sebuah karya sosial.
No comments:
Post a Comment