Perjalanan : BERKUNJUNG KE WISATA JENJANG KOTO GADANG

“Da, ati-ati jangan ka tapi, beko rabah tampek pijaknyo (bang hati-hati jangan ke tepi nanti roboh pijakannya” seru seorang pemuda kepada salah satu pengunjung ketika nekat hendak mengambil foto ke tepi pagar pembatas. Sejak diresmikan pada tanggal 26 januari 2013 silam oleh Menteri Komunikasi Tifatul Sembiring Jenjang Koto Gadang atau dikenal great wall Bukittinggi menjadi magnet bagi para pengunjung. Aset wisata yang berada di Nagari Koto Gadang kecamatan IV Koto ini mampu menambah deretan salah satu pilihan bagi banyak pengunjung untuk datang berkunjung ke Sumatera Barat. Wahana wisata yang dibangun untuk memberikan sentiment wisata yang berbeda yakni memberikan nuansa eksotis alam di Bukittinggi. Penulis yang telah melakukan kunjungan wisata ke Jenjang Koto Gadang (17/2) memang memberikan penilaian tersendiri terhadap wisata di tempat ini dibandingkan dengan berkunjung ke tempat wisata lainnya. Jenjang Koto Gadang menawarkan suasana alam Minangkabau yang masih hidup di tanah ini melalui panorama alam yang asri dan alami. Dalam beberapa waktu sejak diresmikannya Jenjang Koto Gadang jumlah pengunjung banyak berdatangan dari daerah sekitar singgah dan menikmati perjalanan alam Jenjang Koto Gadang ini. Pembuatan wisata Jenjang Koto Gadang memiliki keunikan dengan jumlah anak tangga sekitar 1000 tangga. Banyaknya anak tangga dan miniatur ini seolah mendeskripsikan tentang kejayaan tembok besar di Republic Rakyat Cina (RRC). Replika yang dibangun pun hendak menyerupai dengan tembok besar cina yang menjadi salah satu keajaiban dunia. Jenjang Koto Gadang dibangun dengan bentuk bagian tepi dengan bentuk yang sama namun berbeda kualitas serta maksud dan tujuan pembangunan antara tenbok besar cina dan Jenjang Koto Gadang. Pengunjung yang dating menelusuri celah tebing yang menghubungkan antara kota Bukittinggi dengan Koto Gadang-Agam Adapun deskripsi rute yang dilewati dalam melakukan perjalanan ini memang hanya boleh ditempuh dengan berjalan kaki, walaupun ada cela yang bisa menggunakan sepeda motor yang digunakan oleh penduduk sekitar untuk kegiatan sehar-hari. Maka setiap pengunjung yang hendak berkunjung hendaknya memarkirkan kendaraan dibeberapa rumah penduduk yang disulap menjadi tempat parkir mendadak dengan biaya parkir antara 2000-5000 rupiah per kendaraan. Kesan yang didapatkan selain keindahan alam bagi setiap pengunjung adalah rasa lelah yang memang menjadi hal yang harus terbiasa. Jenjang Koto Gadang yang merupakan penyebrangan melintasi antar bukit ini membutuhkan waktu berjalan normal antara 40-50 menit dengan rute jalan yang menurun tajam, mendaki jejang tangga yang curam, serta jembatan kayu yang hanya boleh dinaiki dengan jumlah tertentu. Maka dari itu tips bagi pengunjung yang akan datang hendaknya pada saat sore maupun pagi hari. Jenjang Koto Gadang tidak memiliki tempat berteduh dari panasnya matahari, tentu saja dengan panjangnya rute perjalanan jika tidak melihat situasi dan kondisi alam maka rasa kelelahan akan berlipat jika nekat melakukannya pada siang hari. Sebaliknya jika perjalanan dilakukan pada saat pagi atau sore hari biasanya menjadi suasana yang pas bagi bersama maupun individu melewati jenjang sambil menikmati suasana alam. Tidak ada pungutan yang dilakukan saat ini bagi pengunjung yang datang setidaknya ini menjadi nilai positif yang memang perlu diperhatikan bagi pengelola wisata terhadap pungutan liar. Namun beberapa hal yang menjadi catatan penting kala melihat Jenjang Koto Gadang penulis riskan dengan bentuk fisik kekuatan bangunan di tempat ini. Dimana animo pengunjung yang datang terus bertambah setiap hari libur harus mampu menahan kualitas bangunan Jenjang Koto Gadang baik pada bagian tembok ketika bersandar, jembatan kayu, bahkan keamanan. Berkaca dibeberapa tempat yang menjadikan tempat wisata sebagai salah satu pilihan namun terjadi kecelakaan akibat minimnya perhatian pemerintah dalam melihat asset wisata dengan jumlah pengunjung. Kunjungan ke tempat wisata pada haril ibur agama maupun nasional semakin membludak secara berlipat disbanding dengan hari normal. Jika kondisi ini (kualitas) mampu memberikan rasa nyaman bagi banyaknya pengunjung (kuantitas) maka tentu saja Jenjang Koto Gadang akan menjadi magnet tidak hanya bagi sumatera barat tapi juga menarik bagi kalangan wisatawan domestic maupun turis. Semoga, Antara Wisata dan Penghasilan Walaupun belum genap dua bulan sejak diresmikan pada ahir Januari 2013 silam namun animo masyarakat kini banyak berdatangan. Tidak hanya dari pengunjung Bukititnggi namun juga dari luar daerah tersebut. Tidak heran memang jika menilai bahwa Jenjang Koto Gadang memang sangat bagus dengan panorama alam yang memikat. Maka tidak salah kiranya jika pengunjung biasanya mengabadikan moment perjalanan ini dengan hasil foto-fotonya. Moment yang sangat menarik hati bagi setiap pengunjung. Namun lain minat wisatawan lain pula dengan minat penduduk sekitar yang melihat animo pengunjung yang dating tiap harinya. Dimana penduduk sekitar lantas memamfaatkan moment ini dengan memberikan fasilitas lain berupa menggaleh atau berjualan di sekitarnya. Penduduk menjadikan ini sebagai aset usaha yang menguntungkan dengan banyaknya pengunjung yang datang. Saat ini cukup beragam animo masyarakat yang memulai usahanya dengan cara menjual minuman, makanan ringan, bahkan menjual jasa parkir. Walau seperti itu, agaknya kondisi seperti ini memiliki nilai positif maupun negatif jika dicermati secara baik. Hal positif tentu saja dirasakan oleh penduduk sekitar yang mampu memamfaatkan cela bisnis ini untuk mengembangkan usaha sehingga mencukupi kebutuhan hidupnya, begitu juga dengan pengunjung yang tentu membutuhkan kesediaan kebutuhan tersebut selama perjalanan di Jenjang Koto Gadang yang melelahkan. Namun ketiadaan sistematis di Jenjang Koto Gadang menjadi pertimbangan antara lain tadak ada kesediaaan tempat sampah menjadikan sampah yang berserakan di sekitar jenjang maupun arah perjalanan. Selain itu, kondisi tempat parkir dengan keamanan tentu harus diwaspadai.

No comments:

Post a Comment

Catatan perjalanan : Tempat Pengasinganku adalah Rumahku

( Catatan perjalanan : Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende-NTT ) Perjuangan seperti apa yang bisa dilakukan Dalam keadaan terkucil sep...