Catatan Perjalanan : Sehari di Gunung Meja, Kota Ende

“Untuk apa itu mas?” Gilang bertanya kepada penulis ketika sebuah beberapa botol minuman bekas sengaja penulis masukan ke dalam sebuah kantong plastik. “Benda-benda ini (botol dan plastik makanan_red) dikumpulkan untuk dibuang ke tempat yang seharusnya”. Ujar penulis kepada mereka. Selanjutnya sembari memasukan beberapa botol dan plastik, gilang sedikit mendengarkan penjelasan dari penulis bahwa benda-benda yang terbuat dari plastik maupun kaleng akan sulit mengurai. Oleh karena itu agar terjaga keasrian alam maka jangan membuang sampah di sembarang tempat. Gilang cs, yang masih sekolah tingkat dasar ini lantas ikut membantu mengumpulkan pembungkus makanan maupun minuman yang terbuat dari plastik untuk dimasukan ke dalam kantong plastik ini. Kejadian diatas adalah bagian dari cerita perjalanan yang penulis lakukan bersama teman-teman Guru Muda SM3T Ende, NTT 31 maret 2014. Perjalanan kali ini penulis bersama Guru Muda SM3T terdiri dari Pri, Dila, Tiana, Yuni, Sofi, Anggi, Cici, Mega, Hamda, dan Si Kecil Imam melakukan perjalanan menujuh Gunung Meja . Perjalanan mendaki Gunung Meja ini sama halnya dengan Gunung Iya. Dimana perjalanan ini lebih dikatakan sebagai karyawisata hicking sehari. ***
Gunung Meja sebagai bagian dari keindahan alam Kota Ende memang telah menjadi ikon untuk hicking bagi banyak kalangan. Jika Gunung Iya merupakan gunung aktif, lain halnya dengan Gunung Meja yang merupakan gunung tidak aktif. Adanya legenda Gunung Meja yang terpotong kepalanya oleh Gunung Iya akibat permasalahan asmara menjadi asbab gunung yang berbentuk meja ini menjadi gunung non aktif. Walau seperti itu, Gunung Meja adalah bagian dari kota yang pernah disinggahi Bung Karno sebagai gunung yang mempesona dilihat dari sudut manapun di Kota Ende ini. Untuk mencapai Gunung Meja ini membutuhkan beberapa persiapan yang harus dilakukan terutama menyiapkan bahan-bahan logistik atau makanan serta kondisi fisik yang fit. Menurut penulis Gunung Meja ini yang tidak setinggi Gunung Iya 650 Mdpl yakni sekitar ketinggian 400 Mdpl. Walaupun dengan ketinggian yang kurang dari Gunung Iya sebagai gunung aktif satu-satunya di Kota Ende, Gunung Meja tetap memiliki trek perjalanan yang menantang, khususnya bagi kalangan pemula yang hicking di Gunung Meja ini. ***
Jam menunjukan pukul 06.00 WITA. Personil yang memang telah berencana untuk hicking mulai bersiap-siap. Persiapan logistik berupa air minum dan makanan ringan menjadi persiapan utama, walaupun akhirnya persiapan ini dibeli di sebuah toko di sekitar kaki gunung meja. Arloji jam tangan penulis menunjukan pukul 07.05 WITA penulis bersama Guru Muda SM3T siap berangkat. Usai berfoto bersama maka dengan langkah pasti perjalanan dimulai. Perjalanan ini dimulai dari jalan Perumnas kos-kos raya sebagai rumah orang tua angkat Guru Muda SM3T asal kota padang. Tidak membutuhkan waktu yang lama untuk mencari kendaraan, penulis dan Guru Muda SM3T memilih menaiki sebuah angkutan yang biasa dipanggil bemo ini. Sedikit negosiasi tarif untuk menujuh Gunung Meja, akhirnya kesepakatan 5000 rupiah membawa penulis bersama Guru Muda SM3T menujuh perjalanan pertama hicking di Gunung Meja. Perjalanan dengan menggunakan bemo ini tidak membutuhkan waktu yang lama, kurang dari 20 menit perjalanan bemo yang juga dikenal dalam Bahasa Ende sebagai oto telah berada di sekitar Pondok Pesantren Wali Songo. Sembari menunggu tambahan personil yang hendak bergabung yakni Mega dan Mada ( Guru Muda SM-3T UNY) penulis dan rekan-rekan Guru Muda SM-3T melakukan perkenalan singkat di pondok pesantren tersebut. *** “Teman-teman sebelum memulai perjalanan ini kita berdoa terlebih dahulu untuk keselamatan diri “ Berdoa merupakan kegiatan yang menurut penulis wajib dilakukan ketika memulai perjalanan pendakian alam ini. Walaupun Gunung Meja berada dalalm ruang lingkup kota ende, namun keselamatan diri dalam alam tidak ada yang menjamin. Kearifan alam adalah hal yang banyak dan harus dipelajari sebagai manusia budiman yang mencintai alam Indonesia. Perjalanan dimulai…
Jam menunjukan waktu 07.30 WITA penulis dan Guru Muda SM-3T telah mulai melangkahkan kaki menujuh Gunung Meja. Rute perjalanan diawali dengan melewati perkebunan warga. Selama melewati perkebunan ini, Penulis melihat tanaman yang ditanam warga pada umumnya merupakan tanaman-tanaman pilihan yang bisa bertahan (hidup) dengan suhu udara yang panas yakni tanaman ubi dan pohon kelapa. Walaupun terdapat tanaman lain namun bukan prioritas tanaman yang akan ditanami. Dalam perjalanan beriringan penulis dan rekan-rekan Guru Muda SM-3T menikmati pemadangan alam yang terlihat di sekitar gunung meja. Perbukitan yang masih hijau masih terlihat asri dengan pepohonan yang cukup rapat. Selain itu, panorama ini semakin indah ketika melihat lautan yang membiru dengan cahaya matahari pagi ini. Semangat yang terihat dari rombongan Guru Muda SM-3T plus si kecil imam menjadi sugesti bahwa perjalanan ini akan sangat menyenanangkan. “Selamat datang di hicking Gunung Meja”
Sebuah sambutan yang terlontar oleh salah seorang Guru Muda SM-3T ketika akan melalui trek hicking. Perjalanan yang diawali dari perkebunan warga tidak terlalu lama. Selanjutnya trek hicking dimulai dengan pendakian melewat jalan setapak yang terus naik ke atas puncak gunung meja. Dengan tingkat kemiringan bertingkat sekitar 40 derajat hingga 50 derajat ini cukup membuat beberapa rekan-rekan Guru Muda SM-3T menggunakan sebuah tongkat kayu untuk menopang badan untuk naik ke atas. Tanah sebagai tempat berpijak juga bukan tanah lembab atau tanah bebatuan namun tanah kering yang membuat beberapa kali terpeleset olehnya.
Namun hicking ala pendakian ini memberikan nuansa yang berbeda. Dimana rute perjalanan pendakian ini dikelilingi oleh pepohonan alam yang eksotis. Tidak cukup dalam hitungan jari ketika beberapa kali pemberhentian rekan-rekan Guru Muda SM-3T menghabiskannya dengan berfoto. Moment yang pertama bagi rombongan termasuk penulis menjadi pemicu untuk mengabadikannya dalam bentuk jepretan¬ foto. *** Puncak gunug meja akhirnya ditaklukan oleh 9 personil Guru Muda SM-3T. perjalanan yang menghabiskan waktu sekitar 50 menit mengantarkan kami ke puncak gunung meja. Usai beristirahat sejenak perjalanan hicking dilanjutkan ke arah tugu yang memang menjadi titik puncak hicking yang dilakukan banyak orang. Hal ini terlihat dari aksi vandalis (coretan) yang terdapat di sekitar tugu.
Puncak Gunung Meja memang tidak seindah dengan Gunung Iya sebagai gunung aktif. Ruang mata yang terbatas memandang di sekiitar Gunung Meja bisa membuat kekecewaan bagi yang hendak melihat pantai lepas. Namun puncak tetaplah sebuah puncak yang memang memiliki perbedaan tanpa harus disamakan dengan puncak lainnya. Gunung Meja memang tidak memiliki ruang untuk memandang bebas namun cela-cela yang terdapat dalam pepohonan menjadi cela keindahan untuk melihat keindahan dari atas Gunung Meja ini. Pemandangan puncak merupakan pemandangan berupa tanaman liar yang tergabung dengan tanaman warga yang sengaja menanam tanaman yang bisa menopang hidup mereka. Gunung Meja juga menjadi lahan bagi mereka (warga) untuk mencari kayu bakar. Dalam proses pendakian ini penulis berpas-pasan dengan warga yang hendak pergi ke kebun untuk mencari kayu bakar atau memetik tanaman, pekerjaan yang biasa menjadi rutinitas mereka.
Perjalanan hingga di puncak Gunung Meja membawa sebuah rasa kebersamaan yang cukup erat. Latar sebagai Guru Muda SM-3T menambah rasa kebersamaan yang menghabiskan waktu di alam liar menjadi hangat. Kegiatan di puncak dihabiskan dengan makan bersama dengan makanan ringan ala kadarnya dan aksi jepret dengan berbagai kamera yang telah dipersiapkan. Sekitar dua jam penulis bersama rekan-rekan Guru Muda SM-3T menghabiskan waktu dipuncak. Sebelum turun, kembali ke rumah penulis bertemu dengan gerombolan anak-anak yang hicking tanpa pemandu dewasa. Tidak butuh lama gerombolan yang masih sekolah SD ini menjadi teman di perkenalan kami. ***
Perjalanan mendaki ke atas tidak seindah dengan pendakian menurun. Beberapa kali beberapa rombongan terjatuh ketika menuruni punggun gunung meja. Kondisi jalan yang berupa tanah kering ditambah dengan perlengkapan alas kaki yang tidak mumpuni membuat perjalanan ini berakhir dengan jatuh bangun rombongan. Namun akhir perjalanan ini penulis dan rekan-rekan Guru Muda SM-3T mendapat tumpangan dari sebuah mobil pengangkut tanah menujuh ke pasar ende. Perjalanan menujuh ke pasar inilah yang membawa mata penulis yang melihat lekat Gunung Meja berjalan menjauhinya. “Terimah kasih untuk hari ini,dan selamat berjuang untuk perjalanan selanjutnya..”

1 comment:

  1. perjalanan yang menarik, semoga bisa merasakan juga,..aminn

    ReplyDelete

Catatan perjalanan : Tempat Pengasinganku adalah Rumahku

( Catatan perjalanan : Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende-NTT ) Perjuangan seperti apa yang bisa dilakukan Dalam keadaan terkucil sep...