Resensi Buku : Stop menjadi guru, tapi…

Judul : Stop Menjadi Guru Penulis : Asep Sapaat Penerbit : Tangga Pustaka Tebal : 288 Halaman Tahun terbit : 2012 =================================================================
Menjadi guru adalah profesi yang sangat mulia. Kemuliaan seorang guu tentu saja patut diberikan kepada guru yang memang memiliki dedikasi untuk membangun bangsa ini melalui pendidikan. Buku Stop Menjadi Guru ini merupakan buku yang terlahir dari pengalaman Asep Sapaat ketika bertemu dengan guru dari berbagai daerah. Melalui pengalamannya inilah, Asep Sapaat menuliskan bahwa menjadi guru butuh nilai lebih dari sekedar paham atau tahu saja. Sosok guru yang berdiri di depan lokal adalah sosok guru yang memiliki potensi kejiwaan yang mampu menginspiratifkan siswanya. Namun sebuah bencana ketika sosok guru bukan lagi menjadi figur bagi siswanya. Melalui buku ini, pembaca akan diajak untuk melihat berbagai peristiwa yang dialami oleg guru-guru di berbagai daerah dan dunia. Penghargaan guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa seharusnya cukup dikatakan sebagai pahlawan tanpa ada kata “tanda jasa”. Kemampuan serta kemauan sosok guru yang mengabdikan diri untuk mencerdaskan bangsa seharusnya memang dikenal sebagai pahlawan, setidaknya pahlawan bagi siswanya. Namun apakah guru-guru tersebut memang telah memiliki dedikasi yang mulia? Asep Sapaat menjelaskan sebuah kontradiksi yang terjadi dalam dunia pendidikan Indonesia yang miris. Posisi menjadi guru menjadi profesi yang sangat menarik dalam beberapa tahun terahir ini. Salah satu yang membuat posisi guru menarik adalah dalam segi financial, dimana guru mendapatkan gaji yang berlipat dalam program sertifikasi. Namun dalam hal lain profesi guru yang bertugas mendidik siswa malah terabaikan. Universitas keguruan yang seharusnya mampu melahirkan guru yang kompeten kini mulai semakin krisis dalam mengeluarkan guru berkualitas. Buku yang ditulis oleh Asep Sapaat banyak menitikberatkan sebagai sosok yang perlu diatur kembali, walaupun kesalahan dalam pendidikan bangsa ini tidak hanya terletak dipundak guru namun Asep Sapaat lebih memilih bahwa gurulah yang harus banyak berbenah. Memang dengan menitikberatkan hanya kepada guru bacaan dalam buku ini tidak berimbang. Walau seperti buku ini tetap bacaan yang berkualitas untuk menjadi panduan bagi guru, mauun calon guru. Mungkin buku ini juga bisa dikatakan sebagai sebuah bentuk apresiasi yang dilakukan oleh Asep Sapaat dalam membangun hubungan yang simetris dalam menemukan sosok guru dan tujuan untuk menjadi guru. Dimana Asep Sapaat memberikan sebuah kontradiksi dalam pengalamannya tentang kondisi di berbagai daerah. Salah satu pengalaman yang pernah ia lakukan ketika dirinya berada dalam sekolah, kemudian meminta seluruh guru untuk mengumpulkan bahan RPP namun hanya ¼ saja yang mengumpulkan. Setidaknya butuh seminggu Asep Sapaat bisa mengumpulkan semua RPP guru sekolah tersebut karena baru dibuatnya. Alhasil Asep Sapaat menuliskan bahwa jika guru tidak ada merencakan sebuah proses pembelajaran maka guru terseut sedang merencanakan sebuah kegagalan dalam proses belajar.

1 comment:

Catatan perjalanan : Tempat Pengasinganku adalah Rumahku

( Catatan perjalanan : Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende-NTT ) Perjuangan seperti apa yang bisa dilakukan Dalam keadaan terkucil sep...