Kisah Keluarga Asuh Sederhana

Judul : Rumah Seribu Malaikat
Penulis : Yuli Badawi dan Hermawan Aksan
 Penerbit : Hikmah
Tebal : 423 Halaman
 Tahun terbit : Cetakan III Desember 2011

Semua telah tertuliskan, bagaimana kisah perjalanan manusia selama hidupnya. perjalanan yang dialami Badawi dan Yuli dalam mengarungi bahtera rumah tangganya. Pertemuan mereka dengan anak-anak yang terbuang dan dibuang menjadi jalan rezeki tersendiri bagi mereka, dan sahabat mereka yang menyaksikan ketulusan dari sepasang suami istri ini. Buku ini merupakan sebuah buku perjalanan yang dilalui oleh Yuli selaku penulis, istri dan ummi bagi anak-anaknya yang berjumlah puluhan tersebut. Selama bertahun-tahun ia bersama sang suami berperan menjadi orang tua asuh bagi anak-anak yang terlantar. Tentunya, dalam buku ini Yuli juga berbagi dan menawarkan sebuah motivasi yang sama sebagai sesama muslim dan sesama manusia untuk saling membantu. Profil keduanya yang berasal dari keluarga serba pas-pasan dan berada dalam lingkungan pekerjaan yang sederhana namun memiliki kekayaan rezeki yang melimpah. Azzam, bernama lengkap Muhammad Azzam dilahirkan di sebuah tempat kelahiran Mat Atik. Namun sayangnya bayi yang baru dilahirkan ini lantas ditinggal lari oleh ibunya sendiri tanpa meninggalkan tanda atau bekal apa pun. Yuli pada awalnya ragu untuk mengambil anak tersebut. Mengingat banyaknya anak yang telah mereka ambil dan diasuh. Namun karena dorongan naluri dan yakin bahwa rezeki di tangan Allah SWT maka Azzam pun ia ambil untuk dirawatnya. Secara rasional, tentu kedatangan Azzam menambah beban dalam kehidupan keluarga Yuli dan Badawi yang telah memiliki empat orang anak kandung. Namun sekali lagi sebuah ketulusan serta niat yang ikhlas maka Yuli pun menganggap bahwa pekerjaan itu adalah amanah dari sang Khalik. Setelah azzam, Yuli mendapatkan bayi-bayi lain yang dilahirkan oleh ibu yang tidak siap secara mental, psikologis, maupun ekonomi. Muhammad Baqir, Muhammad Daffa, Muhammad Fakrurozi, Putri az Zahra, Saina, dan anak-anak asuh lain yang memang dipelihara dengan secara baik. Pertemuannya dengan anak-anak yang tidak beruntung tersebut ada kesan tersendiri. Pertemuannya dengan sosok bayi bernama Naurah yang diitinggalkan hanya karena kemampuan secara mental tidak siap, namun jika diukur dari segi ekonomi keluarga tersebut memiliki kemampuan yang cukup. Hikmah yang seperti ini yang membuat keluarga Badawi belajar untuk senantiasa bersyukur atas nikmat kepercayaan dari Allah yang diberikan kepada mereka. Penulis mengungkapkan bahwa ia banyak menemui hal yang ajaib yang dia terima secara tidak terduga. Rezeki yang menjadi rahasia Tuhan telah memberikan keduanya untuk ikhlas dalam mengemban amanah tersebut. Kekaguman setiap kenalannya mulai dari kalangan dokter, sahabat kerja, bahkan tukang sayur menjadi pintu rezeki dalam membesarkan anak-anak tersebut. Maka tekad serta niat untuk terus mendidik anak-anak yang lahir dari latar belakang yang berbeda membuat mereka lebih siap secara alami dalam mendidik anak-anak. Di dalam buku memang menceritakan semua hal yang menurutnya menjadi titik poin utama dalam kehidpan mereka. Kondisi saat keduanya berada dalam lingkungan yang serba pas-pasan membuat sebuah titik kulminasi untuk bisa menjadi manusia yang berguna. Pertemuan dengan para sahabat yang setia kawan dan tanpa pamrih akan membuat haru pembaca olehnya. Cara dan sikap dalam kehidupan sehari-hari yang tetap sederhana terus ia ajarkan kepada anak-anaknya tanpa ada pilih. Keadilan dalam memberikan kasih sayang dan nafkah kepada anak-anak kandung dan anak asuh menjadi sebuah cerminan dalam memelihara anak yatim maupun anak yang tidak beruntung. Pembelajaran moral dan sikap yang diajarkan Yuli maupun Badawi patut ditiru bagi khalayak ramai yang ingin membina keluarga yang cerdas dan beriman. Tidak adanya rasa saling cemburu maupun konflik kasih sayang menandakan bahwa pengajaran sikap dan moral tidak perna dilepaskan untuk anak-anak ini. Kesantunan anak-anak tesebut juga terlihat bagaimana cara bicara dalam kesehariannya, bahkan sosok pemabntu yang berada di rumah memiliki status bukan sebagai pembantu tapi khadimah yang dipanggil dengan panggilan mbak. Model seperti ini menjadi titik pengajaran penting dalam menghargai orang lain. Keberuntungan keluarga Badawi memang atas berkah yang mereka lakukan selama ini. Secara pendanaan yang semakin sulit namun selalu ada uluran tangan yang tidak dikenal untuk membantunya. Gerakan tetap menabung kelak menjadi pilihan terahir jika kendala keuangan yang mereka hadapi. Sikap tanpa pamrih ini lantas menjadikan mereka menjadi pembicara dalam berbagai acara baik, dalam wawancara majalah maupun koran, TV, Radio, bahkan dalam acara seminar. Akibatnya hampir setiap hari muncul donator-donatur yang tidak terduga, dan juga kedatangan anak-anak yang terlantar untuk menjadi bagian dari anggota keluarga Korp.Permai. Namun buku memiliki beberapa penggambaran cerita yang sedikit berulang sehingga bisa menimbulkan sedikit kebosanan bagi pembaca, selain itu runut dalam sistematika waktu yang acak menjadikan pembaca untuk mengulang beberapa bab ke belakang untuk memahaminya. Tentu buku ini menjadi bahan wajib bagi kalangan masyarakat umum dalam menyikapi fenomena saat ini. Gerakan sosial melalui perhatian pada anak yang terlantar memang tidak bisa dibebankan oleh negara yang memang menjadi lembaga terbatas dan dibatasi. Mencoba meniru yang telah dilakukan oleh Yuli dan Badawi akan menimbulkan sebuah anpirasi dalam membangun perhatian yang sosial yang lebih baik lagi.

No comments:

Post a Comment

Catatan perjalanan : Tempat Pengasinganku adalah Rumahku

( Catatan perjalanan : Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende-NTT ) Perjuangan seperti apa yang bisa dilakukan Dalam keadaan terkucil sep...