Judul
: Sang Pencerah
Penulis
: Akmal Nasery Basral
Penerbit
: Mizan
Tebal
: 462 Halaman
Tahun
terbit : Oktober 2010
Nama
aslinya adalah Muhammad darwis, anak dari katib Masjid Gede Yogyakarta, Kiai
Abu Bakar. Dimana darah keturunan mereka masih sejalan dengan tokoh penyebar Islam
di nusantara yakni Syeh Maulana Malik sebagai salah satu sunan. Tidak seperti
anak-anak lainya yang di didik untuk
menjadi seperti masyarakat lainnya yang
kolot dengan adat serta pemimpin, Muhammad Darwis tumbuh menjadi sosok pemuda yang kritis yang
mempertanyakan kondisi zamannya. dimana prilaku dalam menjalankan agama
yang terkesan pendek serta tidak
rasional dalam menjalankan, sesajen yang
kian banyak dilakukan menjadi pertanyaan besar bagi si Darwis muda.
Buku
ini merangkum sejarah pendirian sebuah organisasi masa bernama Muhammadiyah
yang didirikan pada tanggal 12 November
1912 sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia. Organisasi ini memberikan warna
dalam memperlihatkan kondisi sezaman, Penulis mengajak pembaca untuk memahami
kembali kondisi masyarakat di masa kolonial Hindia Belanda. Dimana masa
tersebut, tanah nusantara telah diambil oleh belanda sebagai bangsa asing
yang menerapkan sistem imperialisme.
Belanda
akhirnya memang menjajah Indonesia dengan system yang dibuat dalam beberapa ratus tahun. Kondisi ini
malah menjadi sebuah perlawanan yang
kian panas namun kian padam. Akibatnya sistem sosial masyarakat pun
terkotak kotak dalam kepentingan asing. Meminjam teori dari Furnival bahwa
masyarakat majemuk Indonesia dibagi dalam kondisi masing-masing terkotak-kotak.
Salah satunya terlihat dalam novel ini, dimana kondisi masyarakat Jawa Tengah menjadi
masyarakat yang feodal yang turut dengan kondisi tersebut.
Muhammad
Darwis yang tidak lain adalah Kiai Ahmad
Dahlan lantas mempelajari Islam di Mekkah. Pengaruh pembaharuan Islam dari Jamaludin
Al Afgani telah membuat pola pikir Ahmad Dahlan untuk membawanya ke tengah
masyarakat.
Konflik
demi konflik terus berdatangan. Mulai dari kesalahan kiblat, pola pendidikan
madrasah, serta pendirian Muhammadiyah. Masyarakat yang awam serta taklid lantas menjadikan Dahlan dan
para muridnya sebagai bagaian dari aliran sesat (kiai kafir). Terlebih setelah
dahlan dengan gaya biola dalam mengajarnya lantas menjadi anggota dalam
perserikatan priyayi BO yang dianggap
seabgao jelmaan londo ireng dari Belanda.
Buku
ini menarik, layaknya film Sang Pencerah
itu sendiri karena mampu menjadikan sebuah refrensi sejarah untuk masyarakat.
kalangan umum pantas untuk membaca buku sebagai bentuk wisata sejarah yang menarik. Namun kekurangan dalam menjelaskan
kondisi masyarakat tentu bisa menjadi tanda tanya bagi pembaca. Dimana kotak-kotak
masyarakat dikarenakan apa? dan bagaimana kondisi pemerintahan saat itu? walau
seperti itu gaya bahasa dalam buku ini tetap menarik dan mudah dicerna oleh
setiap kalangan.
No comments:
Post a Comment