Resensi Buku : Keteguhan dan Kesabaran si Ridwan



Judul                : Hati Yang  Bercahaya
Penulis               : Wiwid Prasetyo
Penerbit            : Diva Press
Tebal                : 282 Halaman
Tahun terbit      : Mei 2011


Novel yang  menceritakan tentang sebuah realita  hidup di tengah masyarakat saat ini. Zaman yang  telah membuat kondisi masyarakat yang  semakin terjebak dalam arus modernisasi yang  telah menghilangkan nilai-nilai moral serta spiritual didalamnya. Walau seperti itu, harapan untuk berbuat serta pencari kebaikan tetap akan ada, seperti sosok Ridwan yang  mampu menjadi seorang lelaki yang  istiqomah. Berbekal pengetahuan agama serta nilai moral yang diajarkan sejak kecil, ditambah dengan sosok istri yang  soleha berkarakter Umi Hanifa membuat Ridwan menjadi sosok yang  teguh dalam menjalankan prinsip hidupnya.
Ridwan hanya berasal dari keluarga sederhana dari kampung Sriwulan daerah Jawa Timur. Latar belakang keluarga yang  memang menjunjung tinggi amanah serta iman membuat keluarga ini hidup dengan warna tersendiri dibanding keluarga lain yang  telah terkontaminasi dengan arus zaman. Sebagai seorang sarjana tamatan sekolah tinggi agama membuat Ridwan menjadi seorang wartawan yang  istiqomah dalam menjalankan setiap tugasnya. Walau seperti itu tetap tidak bisa dipungkiri bahwa Ridwan pun pernah menjalani hidup sebagai seorang lelaki muda yang  tersesat dalam lingkaran hidupnya. Seiring waktu yang  berjalan lantas ahirnya mempertemukan dirinya dengan Umi Hanifa, gadis cantik dengan ciri jilbab yang  selalu lekat dengan kepribadian Hanifa.
Pernikahan dirinya dengan Hanifa memang memberikan sebuah berkah tersendiri bagi Ridwan. Seorang istri yang  selalu patuh terhadap suami namun tak pernah lalai kalau untuk mengingatkan kala suami khilaf. Hanifa juga mampu menjadi istri yang  tidak pernah menuntut keistimewaan yang  penuh dari sang Abi dalam menjalani bahtera rumah tangga. Bahkan kala menunggu sang anak pertama di tahun ketiga pernikahan keduanya mampu manjadi sosok yang  sabar kala banyak gunjingan tetangga atas terlambatnya untuk mempunyai anak. Keduanya menjadi manusia yang  selalu taqarub kepada Allah dengan senantiasa membagi rezeki dan berdoa.
Dalam bab lain diceritakan sosok Ridwan menjadi penjaga sebuah langgar reot namun sederhana. Hanya dirinya, Mbah Salam, serta Arif lah yang  menjadi peramai masjid allah tersebut. Moralitas masyarakat yang  rusak telah membuat telah membuat mereka tidak lagi menjadikan masjid sebagai tempat suci. Contohkan saja dengan prilaku preman Sriwulan Kojak yang  menjadi Firaun dengan  menjadikan arena desa menjadi tempat perjudian. Bahkan kerap menjadikan langgar sebagai tempat yang  perjudian tanpa ada yang  berani mengusiknya.
Penulis masih juga masih membicarakan moralitas kala Ridwan dengan lantang menolak perbaikan langgar oleh Ganurekso sosok terhormat dikampung tersebut dan Harto. Baginya tidak pantas jika uang haram lantas dialihkan dalam proyek pembangunan sebuah tempat suci. Kesucian harta dalam pembangunan adalah sebuah infak ahirat yang  tetap ditanyakan. Dimata Ridwan kedua orang tersebut tak ubahnya sebagai manusia munafik yang  menghalakan cara untuk mencari harta tanpa ada batasan normal.
Novel ini sangat menarik karena banyak memberikan sebuah tema perjuangan dalam mencapai hati yang  kuat seperti sosok Ridwan. Realita masyarakat yang  kini hidup memang bukan lagi sebuah kebohongan kala manusia banyak menjadikan materi sebagai agama baru. Nilai moral dan agama tidak lagi menjadi acuan dalam penjelmaan kehidupan yang  serba moder ini. Penokohan Ridwan agaknya mampu menjadi inspirator dalam menjadi manusia yang  memiliki kesadaran serta tanggungjawab. Gaya penulisan yang  menceritakan secara pedih kondisi masyarakat memang bagian dari khasnya seperti di novel lainya, Orang Miskin Dilarang Sekolah.
Namun sayangnya gaya novel yang  tanggung menjadikan masalah sebagai inti pokok tidak menemui sebuah klimaks yang  bagus. Ceritanya meloncat dengan tidak memberikan sebuah pijakan yang  bagus dalam membuat benang merah. Akibatnya setiap jalur masalah tidak sukses mengantarkan pembaca untuk termotivasi secara kuat. Sosok Ridwan yang  tiba-tiba hilang dari keluarga?Umi Hanifa yang  trauma?kehadiran sosok Bagas yang  mencintai pelacur? Bahkan penyelesaian langgar menjadi tanda tanya yang  tidak selesai. Malah timbul masalah baru dari akibat modernisasi yakni aliran sesat, dimana aliran ini telah menyesatkan teman-teman dekat Ridwan yakni Hamid dan Ucok. Mereka berhasil diselamatkan, namun tetap alur ceritanya tanggung untuk dipahami secara logika. 
  





No comments:

Post a Comment

Catatan perjalanan : Tempat Pengasinganku adalah Rumahku

( Catatan perjalanan : Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende-NTT ) Perjuangan seperti apa yang bisa dilakukan Dalam keadaan terkucil sep...