Resensi : Bumi Manusia



Judul                : Bumi Manusia
Penulis : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit            : Lentera Dipantara
Tebal                : 535 Halaman
Tahun terbit      : Cetakan XVI, 2010

Minke, Nyai, Dan Dia
Buku ini telah mengalami cetakan yang  ke 16 dalam edarnya. sebuah buku favorit yang  telah memenangkan berbagai penghargaan dari seluruh dunia, kecuali Indonesia. walaupun buku dituliskan oleh tangan anak putra bangsa, yakni pram. namun buku-buku ini banyak beredar di dunia luar. hal ini mungkin biasa jika melihat kondisi di zamannya. dimana buku yang  ciptakan selama mendekam di penjara selama di pulau buru oleh rezim orde baru. buku-buku yang  berbau pki, komunis, dan sosialis dibakar dan dilarang untuk dibaca. maka dari itu, buku-buku karya pram lantas menjadi konsumsi luar negeri. baru lepas dari masa orde baru, kekuatan muda untuk membangkitka karya pram mulai dihidupkan kembali. salah satu yang  diterbitkan yakni Bumi Manusia.
Banyak ungkapan-ungkapan pram yang  dituliskan dalam roman ini. Dimana penguatan dengan kata-kata tersebut seolah memang mencerminkan sosok pram dalam statusnya dan idealismenya. Roman yang  ditulis ini adalah sebuah karya non fiksi yang  ditulis dengan gaya romantisme. Melalui sosok minke yang  tak lain adalah seorang anak dari bupati di wilayah semarang memperlihatkan kondisi di zaman tersebut.
Jika dilihat dari sisi ketebalan buku tentu pembaca pada awalnya akan merasa buku ini akan banyak scenario dalam alur ceritanya. Namun setelah membaca maka pembaca akan  merasakan sebuah karya yang  berbeda dari seorang pram. Proses cerita yang  tidak banyak bertele-tele banyak memperlihatkan sosok idealism dalam kehidupannya. Sama halnya dengan pram yang  memang memiliki cara pendang tersendiri.  
Minke adalah seorang siswa tingkat ahir HBS yang  memiliki nama pena Max Tolennar ia memang berasal dari kalangan ningrat, yakni anak dari seorang bupati. Namun ia tidak pernah menyebutkan jati dirinya sebagai seorang birokrat yang  feudal. Sebagai seorang siswa yang  menumpang dikediaman seorang menner perancis yakni Jean Marais Minke menjadi sahabat yang  setia bagi kalangan indo tersebut, khususnya oleh may, anak dari menner tersebut.
Suatu ketika Minke diajak teman sejawatnya robert  surhoof untuk berkunjung ke rumah salah satu temannya Robert wellema di wonokromo. Sesampai di sana sebuah kisah romantic terukir kala minke berkenalan dengan Ananelis wellema. Keduanya bertemu seolah telah lama mengenal. Sebagai seorang pribumi awalnya minke ragu untuk berkenalan dengan annalis. Apa lagi robert suhoof memang memliki rencana tersendiri yakni untuk mengenal annalies. Namun rupanya rasa hati yang   bertemu lantas memudahkan minke untuk mengenal annalies. Bahkan sang ibu yang  tak lain adalah seorang nyai ontosoro menyambutnya dengan tatapan yang  sumringah.
Entah bagaimana kisah cinta tersebut dimulai diawal halaman roman ini. Namun penulis memang membuat pembaca tersihir dengan gambaran romantis yang  unik. Sepulang dengan Wonokromo minke kembali kepada kesibukannya.namun ia tetap ingat dengan sosok annalies yang  cium diawal pertemuannya. Kisah berlanjut kala minke setuju untuk menginap di wonokromo untuk menemani annalies yang  jatuh sakit karena ditinggal pergi oleh minke. Balutan demi balutan cerita seru pram sugguhkan kepada pembaca. Bagaimana keluarga annalies yang  rapuh sejak ayahnya Wellema tiba-tiba menjadi sosok kakuh yang  dingin. Pembaca juga digiring ke dalam sebuah konflik yang  tajam kala pengadilan Den Haag Belanda melakukan putusan hukum atas kekayaan yang  dimiliki Wellema oleh istrinya yang  sah. melalui pengadilan di hindia belanda lantas menjatuhkan berbagai sanksi kepada nyai ontosoro dan kekayaannya.
Banyak sudut pandang yang  akan diambil dari buku, baik posisi Minke sebagai pribumi ningrat yang  tidak ingin menjadi bupati atau semacamnya. Sosok nyai sebagai gundik namun bisa menjaga kehormatan dirinya sehingga mampu menjadi sosok cerdas. Kemudian sosok sir menner jean marais yang  jatuh cinta kepada hindia belanda sejak lelah melawan pribumi Aceh. penulis memang meringkas sebuah ksiah dalam buku yang  enak dibaca serta bahasa yang  ringan. walau ahir kisah memang berahir bad ending namun penulis lantas menyambungnya di bab 2 buku romannya nanti.
Semua kalangan dapat membaca karna ini merupakan sebuah kisah yang  memang terjadi. Siapa pun berhak untuk bersuara akan masalah yang  terjadi di masa ini. Sosok pahlawan tak selamanya kuat memang benar. Maka lawanlah dengan pendidikan sebagai unsure utama dalam perlawanan di abad 20 awal.




No comments:

Post a Comment

Catatan perjalanan : Tempat Pengasinganku adalah Rumahku

( Catatan perjalanan : Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende-NTT ) Perjuangan seperti apa yang bisa dilakukan Dalam keadaan terkucil sep...