Resensi Buku : Dedikasi Si Guru Honor



Judul               : Sepotong Janji
Penulis             : Widya Prasetyo
Penerbit           : Diva Press
Tebal               : 215 Halaman
Tahun terbit     : 2010


Kalau dahulu mencari sosok guru tanpa tanda jasa maka banyak sekali sosok seperti Omar Bakrie yang  hidup dan berjuang dalam pencerdasan kehidupan bangsa. Namun saat ini dedikasi tersebut kian luntur, banyak sebab mungkin karena mentalitas guru yang  tidak lagi seperti sosok dulu. Dimana mereka rela mengejar menjadi guru hanya karena bentuk balasan jasa PNS yang  ringan bekerja namun penuh dengan tunjangan. Belum lagi terjadi penupukan guru di daerah perkotaan dibanding dengan wilayah pedalaman atau terpencil.
Walau seperti itu, masih ada sosok guru yang  komitmen untuk mendedikasikan diri menjadi guru di pedalaman. Salah satunya Mafrudin, ia adalah sarjana pendidikan jurusan Tarbiyah. Sebagai seorang sarjana pendidikan agama ia lantas mengabdikan diri menjadi guru di wilayah pedalaman di daerah Sumatera Utara. Ia mengajar dengan honor bulanan sebesar rp.250.000 per bulan. Jumlah tersebut sesungguhnya memang tidak mencukupi kebutuhan hiudpnya dan 3 anaknya tersebut. Berulang kali Umak menyarankan untuk mengganti pofesi lain yang  lebih baik, namun Mafrudin menghiraukannya. Ia memang bertekad untuk tetap mengajar dengan upah yang  ala kadarnya tersebut di sekolah swasta yang  kian minim siswanya.
Kehidupan menjadi guru honor tidak membuat dirinya terpencil dalam hal dedikasi di dunia pendidikan. Buktinya sebanyak 2 kali berturut-turut ia lantas menjadi guru teladan di kabupaten tersebut. Namun sayangnya dedikasi yang  ia lakukan toh hanya ia rasakan bersama para teman-temannya hanya sebatas piagam dan penghargaan saja. Keacuhan pemerintah kerap kali membuat hatinya menjadi kecil dan sedih sebagai salah satu guru honor yang  kian tidak diperhatikan.  
Novel ini banyak menceritakan problematika kehidupan seorang guru yang  melakukan dedikasinya dalam hidupnya. kondisi krisis yang  Mafrudin rasakan semakin pilu kala istrinya, Aisyah  dan Umaknya meninggal. draktis ia harus mengurus seorang diri ketiga anaknya yang  masih anak-anak tersebut. walau pun suadh ada kehadiran dr.Rosmaida namun Mafrudin enggan untuk mencintai sang dokter yang  tulus membantunya setiap saat.  
Penulis banyak memberikan beban masalah kepada sang tokoh dalam novel ini. Selayaknya dalam kehidupan nyata dimana manusia memang tidak pernah lepas dari masalah. Namun derasanya masalah tersebut membuat gaya cerita menjadi kurang menggigit serta penuh kepasrahaan saja. Dimana Mafrudin memang rela untuk tidak mencari jalan laih hanya karena senang di sekolah swasta adalah hal yang  memang luar biasa. padahal mungkin ada cara lain yang  eru dilakukan oleh sang tokoh dalam membuat sebuah gebrakan dalam memahamkan arti peting pendidikan. Selayaknya George Mortenson yang  rela mengajar di pedalaman Afganistan namun dengan teori dan cara yang  baru sehingga memancing pendapat dunia.
Sebagai sebuah kisah buku ini bagus, maka dari itu selamat membaca kisah seorang idealism dalam melakukan pengabdian atas nama pendidikan. Bahwa memang seorang guru memiliki fungsi penting dalam penyelenggaraan pendidikan.
  Peresensi : Priondono
Mahasiswa Universitas Negeri Padang
Aktif dalam Komunitas Jejak Pena







No comments:

Post a Comment

Catatan perjalanan : Tempat Pengasinganku adalah Rumahku

( Catatan perjalanan : Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende-NTT ) Perjuangan seperti apa yang bisa dilakukan Dalam keadaan terkucil sep...