Resensi Buku: Norman Si Beruang Tangguh

Judul : Jejak Sang Beruang Gunung Norman Edwin Penulis : Ganezh Penerbit : Andi Publisher Tebal : 300 Halaman Tahun terbit : 2006
Gua akan terus berjalan dan loe masih tertarik. Loe pasti akan senang mendengar cerita-cerita gua. Karena gua sering caritas, orang-orang merasa akrab, Dan apabila saatnya gua mati, gentian orang akan cerita tentang gua. (Norman Edwin) Kutipan kalimat ini tertulis ketika memulai membaca kisah Norman Edwin di awal bab buku petualangannya ini. Melalui buku ini Ganezh mencoba mengenang kembali sosok Norman, sosok petualang yang menjadi panutan bagi pencinta alam. Kisah tentang Norman selama masa hidupnya, dimana dalam buku ini agaknya berhasil dalam menjelaskan sosok karakter dari si beruang tangguh ini. Tentu saja, melalui buku ini memberikan sugensti kepada pembaca untuk meniru Norman dalam hal mentalitasnya. Dimana Norman lelaki yang pantang menyerah namun mencintai kebersamaan dan kepeduliaan. Semasa hidupnya Norman mencoba menjadi penerang bagi adik-adik yang juga mencintai alam. Ia bukanlah lelaki yang sombong namun keras. Persembahan dalam buku menjelaskan jejak langah norman Edwin sebagai seorang petualang sejati. Rasa candu kepada alam iatularkan kepada semua teman-temannya, bahkan juga kepada anaknya sendiri bernama Melati. Sejak kecil melati sering diajak Norman untuk mendaki ke beberapa pegunungan di Indonesia. Tentu saja, pendakian yang memang berbahaya ini memiliki tujuan pembelajaran bagi anak perempuannya ini. Norman mengajarkan Melati untuk mencintai alam sebagaimana Norman bahkan sang ibu, Karina. Maka jiwa petualang lantas ikut menular kepada melati hingga ia dewasa kelak. Hingga saat ini Norman Edwin menjadi tokoh legenda bagi pencinta alam, khususnya MAPALA UI. Norman berhasil menjayakan namanya semasa hidup hingga ahir kematiannya di sebuah pegunungan di puncak Aconcagua, Amerika Selatan. Norman memang seorang petualang yang mengejar kejayaan baginya, MAPALA, dan Indonesia. Bahkan oleh banyak orang mengatakan bahwa kejayaan Norman sejajar dengan legenda pendaki dunia, bahkan sama dengan Soe Hok Gie tokoh aktivis mahasiswa yang meninggal di Gunung Semeru pada tahun 1967. Norman maupun Gie memiliki kesamaan dalam menjadikan alam sebagai teman yang setia. Kedunya seolah sepakat bahwa dengan mendaki maka ia telah terbebas dari sebuah kepenatan hidup. Namun Norman bukanlah seorang orator politik namun ia juga penulis bahkan menembus media karena kegigihannya dalam menekuni bidang tulis-menulis. Norman dilahirkan di sebuah daerah bernama Sungai Gerong kota mpek-mpek Palembang pada tanggal 19 januari 1955. Semasa kecil Norman telah memiliki jiwa petualang yang kuat. Kehidupan keluarga yang kerap berpindah tempat menjadikan ini sebagai awal atau tanda bahwa dirinya nanti akan juga berpindah tempat dalam mencari suasana yang nyaman namun menantang. Namun sayang umur Norman terlalu muda untuk menjadi seorang manusia yang akan beranjak tua. Pada tanggal 20 maret 1922 Norman bersama teman dekatnya Didiek meninggal dalam melakukan pendakian di Gunung Aconcagua. Hidup Norman penuh dengan petualangan, lebih dari 50 tahun petualangan yang dia lakukan adalah petualangan yang mendekatkan diri dengan maut. Namun Norman sosok yang menjadikan setiap pengalaman sebagai pelajaran untuk berbenah setiap ia terhindar atau selamat dari maut. Ia pantang menyalahkan siapa pun dalam sebuah pristiwa yang terjadi kesalahan namun Norman memilih berbenah dari kesalahan agar tidak terjadi lagi. Buku panjang dalam menceritakan kisah Norman dan obsesinya. Bahkan kematiannya di puncak gunung iblis tersebut adalah sebuah petualangan rekam jejak UI untuk menaklukan tujuh pegunungan di benua-benua yang ada di dunia. Namun kini kenangan terhadap obsesi tersebut berhenti di puncak gunung kelima mereka. Bacaan yang bagus bagi setiap petualang agar mampu menjadi petualang yang sejati. Namun buku ini kurang menjelaskan bagaimana kisah keluhnya seorang Norman semasa kuliah. Tentu dalam mengemasnya ini ketika seperti dalam sebuah kisah atau novel akan menggugah bagi pembaca.

No comments:

Post a Comment

Catatan perjalanan : Tempat Pengasinganku adalah Rumahku

( Catatan perjalanan : Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende-NTT ) Perjuangan seperti apa yang bisa dilakukan Dalam keadaan terkucil sep...