Resensi Buku : Kesetiaan Srikandi Indonesia

Judul : Biografi Inggit Penulis : Reni Nuryanti Penerbit : Ombak Tebal : 380 Halaman
Seokarno adalah presiden pertama Indonesia. Sejarah telah mencatat bahwa kebesaran nama Seokarno tidak hanya dari sosoknya sebagai pemimpin pertama bangsa ini. Sebaliknya, Seokarno menjadi tokoh pergerakan yang mampu memikat dengan derasnya kata-kata dari dirinya. Dialah Seokarno yang menjadi singa podium, dialah sosok ratu adil yang terlahir dari bangsawan jawa, dialah Seokarno yang belajar dari raja tanpa mahkota HOS Tjokroaminoto. Namun Seokarno bukanlah sosok berani berdiri tanpa ada akar yang membantunya untuk berdiri. Salah satu akar tersebut adalah sosok Inggit Ginarsih. Selain sebagai pemimpin yang memikat hati rakyat, Seokarno juga mampu menjadi lelaki yang memikat bagi kaum hawa, salah satunya Inggit. Pertemuan keduanya yang menjadi pertanda kebangkitan Seokarno sebagai sosok yang berkarakter. Pertemuan keduanya terjadi ketika Seokarno hendak melanjutkan sekolahnya di THS Bandung. Oleh mertuanya HOS.Tjokroaminoto memberikan pesan bahwa Seokarno tinggal di rumah salah aktivis Serikat Islam yakni Sanusi. Pertemuan melalui studi inilah yang mengantarkan Seokarno bertemu dengan sosok gadis ayu yakni Inggit Ginarsih. Perasaan cinta antara Seokarno dan Inggit memang sebua perasaan yang menjadi gejolak rasa diantara keduanya. Rentangan umur yang terpaut jauh tidak menjadi masalah bagi Seokarno sendiri untuk mencintai sosok Inggit yang lebih tua sekitar 13 tahun. Pernikahan keduanya pun berlangsung pada tanggal 24 Maret 1923. Pernikahan yang terjadi antara Inggit dengan Seokarno dilakukan setelah Inggit resmi bercerai dengan Sanusi. Pernikahan keduanya ini menjadi sebuah jejak langkah baru bagi Inggit maupun Seokarno untuk saling mendampingi. Kepribadian Inggit yang tangguh dalam memberikan perhatian kepada Seokarno memang bukan kebetulan semata. Dimana Inggit yang memang sudah terbiasa dengan aktivitas pergerakan pada saat itu. Inggit mampu menjadi wanita yang peka dengan kondisi zaman yang memang butuh perubahan. Di usia Seokarno yang menginjak pada usia 20 tahun an merupakan usia yang sangat stabil dalam memerankan diri sebagai seorang lelaki. Begitu dengan diri Seokarno, sebagai lulusan teknik dengan status sebagai Ir (Insinyur) namun Seokarno tidak menjadikan gelar tersebut sebagai jalan hidupnya. Sebaliknya Seokarno menjadi pemberontak terhadap rezim imperialisme. Berguru kepada HOS Tjokroaminoto menjadikan Seokarno paham bahwa bangsa merupakan bangsa yang terjajah. Namun sayang, pemahaman ahir antara Seokarno dan HOS.Tjokroaminoto terlepas setelah gaya perjuangany berbeda. Kini setelah Seokarno menyakinkan diri untuk mengabdikan diri terhadap kemerdekaan bangsa Indonesia maka Seokarno pun mulai melakukan provokasi sehingga terbentuk partai nasional Indonesia (PNI) namun Seokarno menjadi bulan-bulanan dalam perjuangan mencari massa tersebut. Berkali-kali Seokarno ditangkap dengan berbagai tuduhan “penghasut”, Seokarno tidak tahan bahkan cenderung melemah dengan ideology perjuangannya namun sosok Inggit mampu menjadi bara dalam membangkitkan Kusno(Seokarno_red) untuk berjuang dengan pidato kemerdekaannya. Buku ini cukup kritis dalam mendeskripsikan sosok Inggit dalam model karakternya. Dimana kemampuan Inggit mungkin hamper sama dengan sosok perempuan nyai ontosoroh dalam novel “Bumi Manusia” karya Pramoedya Ananta Toer. Inggit mampu menjadi seorang ratu yang tidak hanya berjalan layaknya permaisuri. Kehadiran Inggit dalam jiwa Seokarno bukan hanya menampilkan bahwa inggit hanya sosok istri yang kalem dengan segala keterbatasannya, sebaliknya inggit yang hanya tamat sekolah dasar mampu menjadi wanita yang memiliki kemampuan bagi Seokarno. Dalam masa-masa pergerakan Inggit juga ikut menyonsong propaganda dalam mewujudkan kemerdekaan. Inggit sangat mengerti beban menjadi istri bagi sang pemimpin seperti Seokarno. Bahkan klimaks dalam perjuangan Inggit terlihat ketika perpisahan Inggit dengan Seokarno di penjara Sukamiskin. Selanjutnya Inggit menjadi teman setia Seokarno ketika mengalami pembuangan di Ende Flores. Di pembuangan ini jua yang menyebabkan Seokarno jatuh sakit baik secara fisik karena malaria dan psikologis karena tidak dapat melakukan aktivitas politik. Namun Inggit kembali mampu menjadi teman yang setia dengan menguatkan Seokarno untuk tetap optimis. Maka ahirnya Seokarno bangkit dan mulai menata kembali mentalitas perjuangannya, namun sayang hingga hari kemerdekaannya sang Srikandi Indonesia tidak menjadi pendamping sang tokoh proklamator karena resmi bercerai setelah Seokarno kembali dari pembuangannya di Bengkulu 1943.

No comments:

Post a Comment

Catatan perjalanan : Tempat Pengasinganku adalah Rumahku

( Catatan perjalanan : Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende-NTT ) Perjuangan seperti apa yang bisa dilakukan Dalam keadaan terkucil sep...