Cinta Pertama Hatta Ke Hindania



Judul : Hatta
(Hikayat Cinta Dan Kemerdekaan)
Penulis : Dedi Ahimsa Riyadi
Penerbit : Eidelweiss
Tebal : 279 Halaman
Tahun terbit : Januari 2010

Sampai detik ini sosok negawaran hatta masih dikagumi oleh bangsa indonesia, khususnya generasi minangkabau. Bukanlah hal yang berlebihan kala mengaggumi hatta sebagai bapak kemerdekaan. Hatta bersama soekarno menjadi tokoh utama pembuka gerbang kemerdekaan indonesia. Melalui founding father juga lah yang menjadi wakil bangsa indonesia menjadi bangsa yang berdaulat. Kini masa prosesi kemerdekaan telah lama berlalu, lebih setengah abad kita meninggalkan masa itu. Namun sejauh apa pun kita meninggalkan masa itu, ia tetaplah bagian sejarah bangsa ini yang tidak boleh dihilangkan.
Novel yang ditulis oleh Dedi Ahimsa merupakah sebuah pembaharuan dari penyampaian sosok Hatta. Tidak jauh berbeda kala memamparkan fakta-fakta tentang Hatta dari buku-buku yang menuliskan Hatta lainnya. Namun gaya bercerita dalam bentuk deskripsi novel tentu menghadirkan sebuah suasana baru dalam memahami sosok Hatta. Penyampaian yang hendak disampaikan melalui buku cukup sederhana yakni bagaimana pencitraan sosok Hatta dalam kecintaan terhadap negara ini. Permulaan awal novel dengan menceritakan background Hatta selama mengaji dan sekolah di lingkungan Agam-Sumatera Barat hingga menuliskan silsilah keluarga Hatta dari kalangan terhormat serta memiliki kualitas ilmu yang mumpuni membuat si kecil Attar (nama kecil hatta) terkagum dan berniat mengikuti jejak keluarganya itu.
Dialah Hatta yang mencintai sepenuh hati si Hindania, ia bukanlah sosok gadis namun, ia adalah negara Indonesia. Layaknya sumpah palapa yang pernah tujukan oleh Mahapati Gaja Mada untuk menaklukan nusantara di bawah panji-panji kerajaan Majapahit. Maka hal itu jua lah yang diucapkan oleh Hatta. Dalam tekadnya ia mengatakan bahwa ia takkan menikah sebelum Indonesia ini akan merdeka. Watak keras inilah yang membawa Hatta berpegang teguh untuk mencapai kemerdekaan Indonesia secara mutlak. Keteguhannya dalam mencintai si Hindania membuat Hatta puas keluar masuk penjara Belanda hanya karena tulisan-tulisan kritis yang pernah ia buat. Penangkapan kala masih menjadi mahasiswa hanya karena perjuangan melawan tindakan kesewenangan Belanda membuat dirinya bersama Nazir Pamonjtak, Ali Sastromidjojo, dan Abdul Majid Djojodingrat tokoh pergerakan Perhimpunan Indonesia (IP) Belanda ditangkap dan diadili di pengadilan Den Haag. Namun berkat pembelaan yang dilakukan oleh Hatta dan internreen Belanda Henriette Roland Host membuatnya dibebebaskan kembali.
Dalam novel ini, penulis mengatakan bahwa generasi muda yang telah terpangaruh dengan pendidikan ala belanda maka akan terseret ke dalam dominasi kegiatan politk. Sama halnya dengan Hatta, kala ia masih anak hingga remaja tidak terfikir untuk mendedikasikan diri dalam memperjuangkan kemerdekaan namun pembentukan karakter dari lingkungan sekitar serta penciptaan konsep selama pendidikan menjadi bahan dasar untuk berpartisipasi dalam mencapai sebuah kemerdekaan. Kala masih anak-anak hingga remaja Hatta hanya diberikan pendidikan non politik, dimana pendidikan lebih menekankan kepada pelajaran agama. Di Masjid Inyik Djambek inilah Hatta mempelajari ilmu agama. dipadunya ilmu yang diberikan oleh Syaikh Arsyad seorang ulama sekaligus guru bagi murid yang datang dari berbagai daerah. Pendidikan agama yang matang lantas membuat pamanya Arsyad bertekad untuk menyekolahkan Hatta di Mekkah dan Mesir guna menjadi ulama ternama. Namun keinginan itu terpaksa hanya menjadi angan-angan karena Hatta sendiri memilik tujuan lain yakni sekolah di Batavia kemudian melanjutkan ke Rotterdam-Belanda.
Pergesekan antara dirinya dengan politik dimana membuat cinta pertamanya kepada Hindaniah dimulai kala ia melanjutkan sekolah MULO di Padang. Perkenalana dengan organisasi pergerakan Serikat Usaha serta tokoh Serikat Usaha seperti Engku Taher Sutan Mara dan Syaikh Abdullah Ahmad mengajarkan banyak hal mengenai kondisi pergerakan kebangsaan. Penanaman nasionalisme ke dalam diri Hatta lantas membuatnya berjuang kelak membela bangsa ini untuk memperolah kemerdekaan dihadapan pengadilan Belanda.
Diskusi-diskusi serta kegiatan yang Hatta lakukan kemudian membuatnya terjuan dalam organisasi kebangsaan yakni Jong Sumatrean Bond. Organisasi ini sebagai wadah pemuda asal Sumatera dalam memberikan kontribusi bagi bangsanya.
Bacaan tentang Hatta memang memiliki banak pesan disampaikan selain wawasan politik kebangsaan. Kecintaan hatta terhadap buku-buku dianggap sebagai harta karun utama dalam kehidupannya. Selain itu pesan dalam masalah konsep pendidikan yang ia sampaikan kala mendirikan PNI-baru sebagai wujud ide dalam mempertahankan eksistensi organisasi pergerakan yang tidak tergantung pada satu pemimpin namun banyak pemimpin.
Secara umum buku ini sangat bagus dibaca oleh kalangan akademisi mahasiswa, guru, siswa, dan masyarakat umum. Namun tentunya adalah pemahaman yang baru kala selesai menyesaikan bacaan ini. Setidaknya ada pesan yang dapat diambil serta dimamfaatkan bagi diri sendiri dalam menumbuhkan rasa cinta tanah air si Hindaniah.

No comments:

Post a Comment

Catatan perjalanan : Tempat Pengasinganku adalah Rumahku

( Catatan perjalanan : Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende-NTT ) Perjuangan seperti apa yang bisa dilakukan Dalam keadaan terkucil sep...