Perjuangan Bersama Kesabaran


Resensi buku : 14 Juni 2011
Judul buku : Ranah 3 Warna
Pengarang : A. Fuadi Basril Basyar

Masih menyambung dengan novel sebelumnya, kali ini Alif yang telah tamat dari pondok madani kembali ke kampong halamannya. Bercita-cita hendak mengejar randai yang telah terlebih dahulu kuliah di ITB memenuihi impian masa kecil mereka maka Alif pun belajar keras untuk mengikuti ujian persamaan SMA dan ujian masuk ke perguruan tinggi. Hanya dengan bekal ilmu yang ada di PM maka Alif pun mengejar ketinggalan dengan belajar secara keras, “belajarlah di atas rata-rata” pesan PM kala ia masih aktif belajar di sana. Memang tidak mudah untuk meraih mimpi yang tinggi, namun semangat para ashabul menara yang tidak alin temanya kala masih di PM membuatnya harus terus semangat agar mampu menjadikan dirinya sebagai seseorang yang sukses. Walaupun randai yang terkadang meremehakn usaha yang dilakukan oleh Alif, namun ia masih tetap bertahan dengan prinsipnya untuk mampu bersaing dengan Randai.
Singkatnya Alif pun bisa memenuhi keinginan untuk kuliah, namun pada jurusan hubungan international (HI) bukan teknik di ITB seperti Randai. Sejarah Alif ini mulai diukir, berbekal dengan biaya kuliah dari hasil motor kesayangan ayahnya dan sebuah sepatu antic pemberian orang tuanya maka perjalanan sebagai mahasiswa langsung dirasakan oleh Alif, sesampainya di sana Alif hanya bisa tinggal di kos Randai. Dari sini jugalah Alif menaruh hati pada Raisa teman satu fakultas. Maka lambat laun Alif sadari besarnya biaya yang harus ia keluarkan membuat ia harus bekerja demi meyambung hidup. Kini ia sadari bahwa mantra dari PM maj jadda wa jadda itu tak lagi cukup, maka ia temukan sebuah falsafah dari PM man shobbrah wa zofrah siapa yang bersavar maka ia akan beruntung.
Kerja keras dengan menjadi guru privat, hingga menjadi salesman membuat dirinya kehilangan kendali atas nilai dalam akademiknya, hingga kesehatannya. Dalam waktu yang lama, Alif terbaring sakit. Puncak petaka di mulai saat ayah Alif yang sakit keras dan mengehmbuskan nafas terahirnya, kesedihan yang sangat kuat ditambah dengan bayangan adik-adiknya yang harus menjadi tanggungannya selaku kepala keluarga ini membuatnya untuk berhenti kuliah dan kembali ke kampung halamannya. Namun, pesan ayah dan amaknya yang tetap keras mencegah niat Alif dan untuk meminta Alif kuliah “Selesaikan apa yang telah waang perbuat” pesan Amak.
shobbrah wa zofrah, kembali hidup di benak Alif, ia beralih tugas dari penjaula barang ke penulis. Sosok bang togar memberikannya sebuah pelajaran keras dalam menulis hingga ahirnya ia menjadi penulis tetap sebuah harian surat kabar. Dengan bekal yan ia temukan Alif memulai karirnya kembali. Tulisan demi tulisan telah mencukupkan kebutuhanya. Karir demi karir mulai mnunjukan hasl kesabaran dari Alif, maka Alif pun beruntung untuk mengikuti perjalanan ke tiga wilayah yang berbeda yordania timur tengah, dan Kanada, Amerika Serikat.
Novel ini bagus dalam memebrikan sebuah motivasi kepada pembaca. Bahsa yang tidak sulit ditambah dengan runut cerita yang tidak saling berjauhan membuat pembaca betah membaca hingga ahir cerita. Alif yang tak lain menceritakan sang penulis ini memberikan sebuah penilaian untuk berusaha dengan tingkat kesabaran yang kuat juga. novel ini cocok dibaca oleh semua kalangan bahkan bagi anak-anak sekalipun. Penularan nilai-niali pendidikan, jiwa sosial menjadi niali plus yang patut untuk di tiru. Namn dalam beberapa bab yang diceritakan memiliki kekurangan yakni dalam proses pendidikan yang ia alami di Kanada yang terkesan agak membosankan. Sebuah runut perjalanan dengan pengalaman setidaknya tidak memberikan cerita yang bisa di pilih kembali. Walupun seperti itu tetap novel ini sebuah novel yang fantastis.

No comments:

Post a Comment

Catatan perjalanan : Tempat Pengasinganku adalah Rumahku

( Catatan perjalanan : Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende-NTT ) Perjuangan seperti apa yang bisa dilakukan Dalam keadaan terkucil sep...