Seokarno dan Kematian Seumur Hidupnya



Judul : Bung Karno, Di Bunuh Tiga Kali?
Penulis : Asvi Warman Adam
Penerbit : Kompas
Tebal : 202 Halaman
Tahun terbit : Juli 2010

Seokarno menyangkal dalam pidatonya kurun waktu 1966-1967 bahwa pemerintahan di masanya disebut dengan orde lama dan pemerintahan ke depan adalah orde baru. Baginya pemerintahan di masa dirinya adalah pemerintahan masa orde asli. Begitulah salah satu esensi bagian yang ditulis oleh sejarahwan Asvi Warman Adam dalam bukunya ini. Buku yang ditulis oleh sejarahwan ini merupakan bahasan yang memperdebatkan dan menilai sosok Seokarno. Presiden pertama RI yang telah banyak dinterprestasikan oleh banyak penulis luar negeri maupun dalam negeri. Asvi Warman Adam menuliskan bahwa Seokarno setidaknya telah mengalami tiga kali pembunuhan, pertama pascagerakan 30 September dimana melalui kelihaian Seoharto nama Seokarno sebagai pencetus pancasila dihilangkan, pembunuhan kedua yakni pada tanggal 20 juni 1970 dimana Seokarno meninggal secara fisik, dan terahir yakni nama Seokarno yang di klaim sebagai dalang utama dalam pemberontakan tanggal 30 September bersama PKI.
Dalam buku yang pisahkan dua bab ini memisahkan peranan Seokarno dalam membangun bangsa ini. Sedangkan pada bab kedua menceritakan kembali runutan jatuhnya Seokarno melalui kudeta yang dilakukan oleh seoharto melalui kudeta merangkaknya. serta mengungkapkan sebuah teori militer yakni teori kalajengking jenderal.
Seokarno telah lama membangun kredibilitasnya sebagai bapak bangsa. Kemampuan serta pandangan Seokarno yang anti kolonialisme telah membuat seluruh rakyat Indonesia kagum kepadanya. Maka tidak jarang kehadiran Seokarno di eluh-eluhkan oleh pendengarnya. Pemimpin tunggal Partai Nasional Indonesia (PNI) itu memang seorang yang ahli dalam pidatonya, dimana panggung merupakan identitas dari Seokarno. Bahkan pascagerakan 30 September, Seokarno masih sempat berpidato sebanyak 100 kali namun pidato tersebut disembunyikan oleh media karena adanya tekanan yang dilakukan oleh Seoharto.
Dia adalah pemimpin yang tegas dalam menata Indonesia muda. Bahkan dengan lantang ia berani mencekal AS sebagai negara Neokolonialisme dan keluar sebagai anggota PBB karena memasukan Malaysia sebagai anggota PBB. Maka kemudian didirikan Ganefo dan Canefo sebagai bentuk kemarahan karena melecehkan Indonesia dalam komunitas international. Gagasan revolusioner membuat Seokarno mendeskritkan diri sebagai presiden seumur hidup dan menjadi panglima jenderal revolusioner. Dimana idiologi Nasakom menjadi anutan yang ingin ia capai. walau ahirnya dengan idiologi itu ia akan tersngkir dari panggung utama politik Indonesia. melalui orde asli (orde lama_red) inilah Seokarno meletakan dasar-dasar penting antara lain kedudukan guru yang dianggap sebagai bagain dalam membangun bangsa, selain itu pendirian Gelora Bung Karno (GBK) sebagai citra bangsa.

Ibarat roda yang terus berputar kadang di atas, atau di bawah maka sama halnya yang menimpah dengan pemimpin negara Indonesia, khusunya Seokarno. Kondisi politik masa liberal 1950-an telah membuat kondisi politik memanas. munculnya dua kekuatan besar yakni Seokarno dengan Pki satu sisi muncul kekuatan dewan militer, Dimana terdapat Nasution bersama kawan-kawan. Kondisi yang kian memanas kala PKI semakin menancapkan pengaruhnya di Indonesia. kemenangan politk dan pengusana terhadap sektor strategis menyakinkan semua orang bahwa masa perang dingin akan memerahkan sistem politik di Indonesia.
Munculnya gerakan PKI 30/s yang diklaim oleh pihak militer telah menewaskan secara kontroversial enam jenderal membuat permainan politik menujuh kepada puncaknya. Intrik serta pristiwa yang kini masih menjadi tanda tanya besar, apakah benar PKI pelaku utama yang menyebabkan kekacauan pada tanggal 30 September tersebut?. Namun lain halnya dengan Seoharto yang berhasil memperdaya kekuasaan (authority) melalui surat sakti “Supersemar” perlahan tapi pasti ia melakukan tindakan agresif. PKI dibubarkan walau Seokarno mengatakan jangan, Namun kini aktor 1966 telah berada di tangan Soeharto. lambat laun kekuasaan Seokarno pun meredup seiring dengan permainan media dibawah ABRI yang dilakoni Soeharto. Mendekati ahir kekuasaan dan hidupnya Seokarno hanya menjadi seorang tahanan gelandangan yang tidak pernah dikenal.
Munculnya berbagai tulisan yang menyudutkan Seokarno semakin memperjelas bahwa kini founding father tak ubahnya sebagai tahanan politik. Tuduhan tak masuk akal kala ia dianggap terlibat gerakan PKI untuk menjatuhkan dirinya dari kursi seumur hidup. Ahir cerita pun membuat spekulasi bahwa kematian Seokarno tidak diurus dengan benar. Lain halnya dengan kematian Seharto yang mendapat penghormatan penuh. Buku ini sedikit banyak akan mempengaruhi pembaca dan terpengaruh dengan gaya Seokarnoisme oleh karena itu membaca buku ini membutuhkan analisis untuk memahami tentang Seokarno.
Buku ini bagus dibaca oleh kalangan akademisi mahasiswa, guru, siswa, dan masyarakat umum. Namun tentunya adalah pemahaman yang baru kala selesai menyesaikan bacaan ini. bahwa sejarah bangsa ini harus memiliki harga serta dihormati. menempatkan sebuah duduk permasalahan dengan tidak menyalahkan orang lain.
Resensiator : Priondono
Mahasiswa Jurusan Sejarah-Universitas Negeri Padang

1 comment:

Catatan perjalanan : Tempat Pengasinganku adalah Rumahku

( Catatan perjalanan : Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende-NTT ) Perjuangan seperti apa yang bisa dilakukan Dalam keadaan terkucil sep...