Artikel Ku : Keramahan


Suatu kali pernah mendengar komentar dari seorang turis mancanegara yang berkunjung ke Indonesia. Baginya Indonesia seperti negara keduanya, negara yang memiliki daya wisata alam dan penduduk yang memiliki sifat ramah tama. Kesungguhan ini pun memuncukan para turis yang melancong ke Indonesia. Namun agaknya keramahan Indonesia saat ini seperti sudah di ujung tanduk.
ngamuk” sebuah kosakata yang pernah diulas oleh sebuah media swasta beberapa waktu lalu (2011). Kasus konflik SARA yang berkepanjangan seolah mencerminkan bahwa Indonesia tidak lagi negara yang memiliki keramahan namun keberingasan. Ini tidak bisa disangsikan jika menilik dengan aksi saling serang yang terjadi beberapa waktu lalu. Dimulai dengan konflik dengan jamaah Ahmadiyah yang belum tuntas hingga saat ini hingga kasus penistaan agama yang dilakukan oleh seorang penganut nasrani yang berahir dengan ketidakpuasan akan keputusan hakim kemudian berujung dengan perusakan beberapa tempat ibadah dan sekolah.
Sebuah keramahan yang berganti dengan kata ngamuk dan liar sangat diyakini sebagai indikasi bahwa telah terjadi sebuah transformasi kebudayaan yang ada di Indonesia. Kebudayaan Indonesia adalah budaya yang erat dengan saling satu dan persatuan kini berada dengan titik api perpecahan. Alhasil tokoh –tokoh agama, poilitk, sosial, bahkan birokrat angkat bicara dan menilai pondasi persatuan Indonesia sedang dalam kondisi goncang dan terjemurus dengan perpecahan.
 Saat ini memang menjadi sebuah dilemma yang berat dalam menilai konflik yang berkepanjangan. Maka butuh sebuah kesadaran yang besar baik oleh mereka yang memiliki derajat denga keilmuan yang tinggi atau meraka yang mengatasnamakan wong cilik dalam mengembalikan identitas Indonesia saat ini.
Tidak ada kebanggaan kala melihat kondisi Indonesia yang bangga memiliki keanekaragaman suku, bahasa, agama, dan pulau berikut hasil alamnya toh memecah diri dengan konflik. Sebuah kekaguman yang luntur dalam menilai bahwa bangsa ini keluar dari garis keramahan dan persatuan. Lebih jauh lagi kala dunia yang memandang Indonesia layaknya negara konflik yang patut dihindari. Eksistensi posisi di mata dunia menjadi popular namun tidak dalam posisi kacamata positif namun ke kacamata negatif.
Indonesia adalah bangsa yang besar. Dimana ia terbuka bagi siapa pun. Menjadi sebuah kebanggaan kala bisa singgah ke negei yang dinamakan kolam susu ini. Keanekaragaman yang membuat semua takjub dan iri terhadap apa yang telah dimiliki oleh Indonesia bagi setiap mata yang memandang. Keramahan dalam bersikap serta lembut dan santun jika berkata tentu membuat hal ini menjadikan Indonesia seabgai tanah kedua bagi penginjung.
Kini dengan adanya konflik setidak menyadarkan kembali dalam kesadran berbangsa dan bernegara bahwa kita adalah satu. Konflik sewajarnya akan tetap terjadi namun solusi  yang dewasa dan matang tentu memberikan jalan yang matang ketimbang dengan ngamuk yang hanya berujung dengan konflik yang tidak menyudahinya dan menimbulkan korban yang tidak jelas ujungnya.  

No comments:

Post a Comment

Catatan perjalanan : Tempat Pengasinganku adalah Rumahku

( Catatan perjalanan : Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende-NTT ) Perjuangan seperti apa yang bisa dilakukan Dalam keadaan terkucil sep...