Artikel Ku : Antara Jalan Raya dan Si Pemakai


Dalam pristiwa gempa yang menimpah kota Padang pada 30 September 2009 lalu menghasilkan dampak hingga sekarang.   Salah satu yang perlu dicermati pengguna kendaraan bermotor baik sepeda motor hingga mobil dimana membuat ketidakseimbangan dengan kapasitas jalan. Pristiwa gempa yang terjadi membuat kepanikan bagi warga kota Padang yang berdomisili di pinggir pantai untuk menyelamatkan diri, menjauh dari garis bibir pantai. Penyematan ini dilakukan dengan menggunakan kendaraan bermotor dan sedikit yang memilih jalan kaki. Alhasil dalam kurun waktu 30 menit pascagempa ribuan warga kota padang yang melarikan diri dengan kendaraan masih terjebak di jalan zona merah tsunami. Jika bancana tsunami itu terjadi tentu banyak korban berjatuhan hanya karena sulit melarikan diri dengan menumpuknya kendaraan di jalan raya.   
Catatan yang terdapat pada badan pusat statistik (BPS) Sumatera Barat ini pada periode  2010 angkah kecelakaan yang terjadi di Sumbar sekitar 2344 kali. Namun di sisi lain juga mencatatkan bahwa penjualan motor dalam periode  April 2011 telah sampai hingga jumlah 20.000 unit. Jika melihat hal diatas memang telah terjadi ketimpangan dalam sosial masyarakat bahwa kendaraan  telah menjadi bagian yang harus dipenuhi namun tidak dipahami secara seksama.
Peningkatan volume sepeda motor di  Kota Padang membuat komposisi jalan yang disediakan menjadi tidak seimbang dengan seiringnya  padatnya motor dan mobil pribadi yang terus bertambah. Jika dilihat lagi dengan peningkatan kendaraan,  khususnya sepeda motor yang terus bertambah sulit untuk membatasi karena ada faktor kebutuhan. Pemakaian Motor sebagai bentuk efisensi kerja yang dilakasanakan sehari-hari. walau di satu sisi lain peningkatan ini  tidak bisa dibiarkan dengan penggunaan kendaraan yang terus bertambah, ancaman kecelakaan yang terus naik seharusnya menjadi peringatan dini bahwa keberdaan motor yang tidak seimbang malah akan menjadi sebuah boomerang bagi pengguna jalan.

Boomerang Kendaraan pribadi
Peningkatan jumah motor yang naik hinggga 20.000 unit di kota Padang sebenarnya adalah sesuatu yang mencenangkan dimana penggunaaan sepeda motor kian diminati dengan kondisi ekonomi yang semakin miris. Dari data di atas pun terlihat bahwa Kadar pemakaian motor yang meninggi semakin menyebabkan angkah kecelakaan lalu lintas yang semakin tinggi, dan satu sisi kendaraan yang tidak terkontrol banyaknya menjadi boomerang tersendiri. Dimana di wilayah pantai seperti kota Padang pun seharusnya memiliki traumatik yang cerdas dalam menghadapi kondisi alam yang dekat dengan isu bencana tsunami yakni dengan tidak menambah jumlah sepeda motor.
Dalam realitas sosial kepemilikan kendaraan motor yang semakin tidak bisa dibatasi dan dicegah, maka  hal yang wajar jika meningkatnya motor terlihat dalam satu rumah yang memiliki kendaraan lebih dari satu. Bahkan kepemilikannya pun tanpa ada bekal pemahaman yang jelas aturan yang ada jalan-jalan, bahkan kelengkapan syarat pengguna motor seperti STNK, SIM, dan surat tanda pengenalanya yang semakin bias untuk dimiliki, malah syarat utama yakni cukup “asal”. Asal mampu maka silakan pakai. Bahkan dengan realitas sosial diatas bahwa kepemilikan kendaraan yang berlipat sebagai bentuk pencitraan diri dalam memberikan pemahaman bahwa dirinya adalah orang yang memiliki tingkat ekonomi yang mampu dan mencukupi.
Maka peningkatan motor telah menjadi ajang persepi yang mengakar dalam budaya masyarakat. jika hal ini terus berkembang maka peningkatan volume motor dan kecelakaaan yang terus naik tidak seimbang dengan kondisi jalan.
Penggunaan sepeda dan angkutan masal di beberapa negara maju dunia kedua hal di atas adalah bentuk kebijakan pembaharuan dalam meningkatkan antisipasi pemerintah dalam menekan angkah kecelakaan lalu lintas dan penggunaan jalan secara sehat. Terobosan yang dilakukan pemerintah dalam dua hal tersebut memberikan sebuah transisi budaya yang kini masih hidup, bahwa ukuran kekayaaan lantas tidak ditujukan dengan meningkatnya kendaraan yang malah akan menganggu keselamatan yang di jalan raya.
    Secara konsep jalan adalah bagian dari prasarana yang disediakan oleh pemerintah bagi penggunanya, baik pejalan kaki, mobil, motor, hingga lainnya yang memamfataakn fasilitas jalan. Maka dari itu, dalam penggunaan jalan ini memiliki adanya batasan dalam penggunaan jalan dalam melakukan aktivitas hariannya. Pemahaman aturan rambu-rambu jalan adalah bentuk tenggang rasa antar sesama pengguna jalan. Bukan malah sebaliknya, dimana saat ini dalam lingkungan penulis muncul anekdot yang memberikan perumpaan kondisi jalan dengan kalimat “angkutan umum adalah singa jalanan, pejalan kaki adalah tarzan, dan motor adalah macanya” artinya semua pengguna jalan tidak memiliki tegang rasa dalam menggunakan fasilitas jalan.
Jalan raya atau umum yang dibangun memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam melaksanakan kegiatan hariannya secara lebih muda efisien dan efektivitas waktu. Pembangunan jalan yang disediakan oleh pemerintah, jika dilihat dalam konsep pembagunan ekononomi masyarakat bahwa membangun ekonomi yang mapan maka diperlukan adanya kesadaran dalam membangun sarana dan prasarana yang memudahkan aktivitas ekonomi.
Maka dari itu, Pembagian jalan pun telah diatur sedemikian rupa baik dengan pembagian antara hak pejalan kaki, maupun mereka yang menggunakan kendaraan dalam aktivitas sehariannya. Jalan-jalan trotoar yang dibangun merupakan bahwa hak bagi pejalan kaki jelas. Sama halnya dengan pengunaaan lampu lalu lintas dengan zebra cross ini adalah bentuk tengang rasa yang adil dalam mengatur pejalan kaki. Maka dari itu dapat menekan angkah kecelakaan lalu lintas yang disebabkan karena kelalaian pengguna lalu lintas hanya karena terjadi salah paham dalam hak menggunakan jalan.




Perlu perhatian khusus
Maka dari itu, dengan intevensi dari pemrintah juga yang seharus memberikan aturan secara legal dengan kredit motor yang malah dalam beberap kurun waktu ini menjadi salh satu bentuk meudahan bagi masyarakat untuk mendapatkan kendaraan dengan angsuran bunga yang tinggi namun seolah dianggap rendah.
Saat ini volume kendaaraan angktan masal dan sepeda tetap hidup di tengah masyarakat Indonesia saat ini namun jumlahnya yang terbatas masih berbanding jauh dengan peningkatan jumlah kendaraan pribadi. Semuanya masih berjalan secara individu, sehingga penggunaan jalan raya tiadak tertata bagi pengguna jalan.
Pemerintah dalam ini bisa mengambil perannya dengan mampu mengendalikan silklus keselamatan di jalan dengan mengurangi kendaraan yang ada di jalan. Kebijakan yang baku terhadap sepeda dan angkutan umum kini masih sebatas wacana dalam meningkatkan keselamatan di jalan. Pengguna sepeda yang masih harus berjalan beriringan dengan kendaraaan menjadi perhatian tersendiri, atau tingkat kenyamanan dalam kendaraan angkutan yang tidak diperhatikan. Maka dari itu, perlu adanya aturan pemerintah dalam melihat kondisi seperti ini. Bahwa persoalan kendaraan memiliki dampak sosial yang kompleks apalagi dalam  perkotaan itu sendiri. di sini penulis memiliki beberapa solusi yang akan mengendalikan laju kendaraan bermotor dengan tingkat konsumsi yang semakin meninggi sehigga menujuh kearah yang mengkhawatirkan. Pertama, peran pemerintah memiliki fungsi penting penting dalam mengendalikan laju pertumbuhan  kendaraan yakni dengan melakukan pembatasan terhadap produksi motor yang dijual. Tingkat pembelian kendaraan bermotor dari mobil hingga sepeda motor yang semakin gencar dengan mengajukan sistem kredit ini satu sisi memang membantu dalam masyarakat untuk memperoleh  motor dengan sistem angsuran yang mudah. Maka perlu danya peran sinergi pemerintah dalam membatasi laju ini dengan aturan baku yang akan memperkuat bahwa pembelian tidak dengan sistem kredit.
Kedua, tata letak kota. Ini peran strategis bagi pemerintah dalam mengatur tata letak kota. Pertumbuhan di negara maju terdapat pengaturan dalam sistem kota dengan Map yang teratur. Namun sebaliknya pengaturan tata letak kota yang tidak berimbang dengan kebutuhan manusia maka akan membuat manusia berfikir sendiri untuk mengatur tata letak yang efisien dan nyaman bagi masyarakat pada umumnya. Penggunaan trotoar yang saat ini malah beralih dengan pedagang kaki lima membuat penjalan kaki semakin musna dan hilang dalam menggunkana haknya. Maka pemerintah memiliki wewenang yang kuat dalam mengatur hak-hak pejalan kaki dan PKL yang menjadi isu tahunan yang tidak pernah selesai.
Ketiga, budaya hal yang penting, sama halnya dengan negara lain bahwa budaya akan membentuk pola untuk dapat memberikan peran dalam mengkonsumsi jalan namun dengan cara yang sehat. Sama halnya jika melihat kota Yogyakarta yang mneggalakan sepeda bagi semua kalangan membuat adanya transisi budaya menujuh ke budaya yang lebih sehat sehingga keselamatan di jalan akan tertata lebih baik sehingga meminimalisir kecelakaan lalu lintas. Namun saat ini hanya rasa enggan bahwa dengan sepeda maka akan membuat waktu terbuang sebenarnya jika melihat efisiensi dan efektivitas memang akan membuat tambahan waktu tapi hal ini akan berimbang dengan mamfaat yang didapatakan. 
Kemudian terahir Keempat, membutuhkan tingkat kenyamanan dalam menggunakaan jalan, seperti yang tulis di atas bahwa dalam mengatur kenyamnan di jalan dengan pembatasan laju sepeda motor yang semakin kuat kemudian dengan membentuk budaya transisi dalam menggunakan sepeda atau jalan kaki yang memiliki mamfaat yang lebih kuat dibanding dengan penggunaan sepeda motor yang malah menjadi perdebatan bagi negara-negara lain bahwa penggunaan kendaraan secara berlebihan dan masal akan membuat tambahan pada emisi karbon serta menipisnya cadangan bahan bakar yang terlihat dengan aturan tentang batasan subsidi BBM beberapa waktu lalu. Maka kemudian memfasilitasi dengan kendaraan yang dipakai secara masal seperti angkutan kota yang nyaman dan ekonomis. Dalam bahasan mengenai kendaraan bermotor yang semakin apdat maka pemerintah menggunakan kendaraan  bermotor sebagai media dalam membantu masyarakat dalam membantu dalam kehidupan sehari-hari.    

Padang, 09 Juli 2011

No comments:

Post a Comment

Catatan perjalanan : Tempat Pengasinganku adalah Rumahku

( Catatan perjalanan : Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende-NTT ) Perjuangan seperti apa yang bisa dilakukan Dalam keadaan terkucil sep...