Siapapun
pasti akan mengenal negara kecil bernama Jepang. Sebuah negara yang terletak di ujung timur Asia, kondisi
geografis alam yang rentan dengan
bencana alam banyak mendewasakan negara tersebut menjadi negara yang siap. Namun kehebatan negara tersebut tidak
terletak satu hal saja, melainkan beragam. Sejak terjadinya pristiwa Restorasi Meiji tahun 1868 Jepang
mengalami perubahan pesat dalam segi sosial, politik, ekonomi, agama, hingga
budaya. Politik isolasi pada masa pra restorasi hanya membuat Jepang menjadi
negara taklukan Eropa yang menganut
paham imperialisme. Singkatnya restorasi yang
ia lakukan adalah pengembalian terhadap kearifan lokal yang mereka miliki namun tidak menolak perubahan
modernisasi. Sebuah kebijakan oleh kaisar melalui restorasi meiji yang siap
melakukan dinamisasi dengan kebudayaan asing. Alhasil hingga saat ini Jepang mampu
mendedikasikan diri sebagai negara modern dunia dengan budaya yang tetap terpelihara.
Bagaimana
dengan negara Indonesia?.Prof.Mursal Esten dalam buku Minangkabau Tradisi Dan Perubahan mengatakan bahwa selayaknya adat
dikembangkan demi sebuah kemajuan. Dimana dalam perumpaannya, keberadaan adat yang
mengekang kemajuan dan menyelaraskan kebudayaan nenek moyang hanya menimbulkan
konflik internal kebudayaan. Maka dari itu, perlu adanya dinamisasi adat dan
zaman yang kian berubah. Perubahan zaman
memang telah menyulitkan untuk memegang adat asal (asli_red), bahkan tidak
dipungkiri generasi adat yang dilahirkan
malah semakin terjerumus dalam lembah teknologi yang mengandalkan rasionalisasi berfikir logika.
Memang adat adalah lambang dalam identitas sebuah bangsa yang dipertahankan, namun agaknya perlu adanya
pembaharuan yang dilakukan dalam membuat
sebuah pola dinamisasi.
Secara
pasti, lambat laun pergerseran nilai adat dan budaya dengan zaman modern
semakin terasa. Salah satu contoh dalam hal gender, pergeseran status wanita
dalam lapangan perkerjaan era lampau dikecam sebagai sebuah aib yang tidak sepantasnya. Namun sekarang dalam era
modern wanita memanuhi berbagai sektor pekerjaan produktif tanpa ada paksaan. Wanita tidak
lagi dipandang sebagai kaum minoritas yang
bergelut dengan rumah tangga saja. Apakah adat akan melarang lagi? Tentu
tidak. Pergerseran yang tampak dalam
masyarakat dalam berbagai bidang, baik pendidikan, kesehatan, agama, bahkan
dalam proses pertumbuhan anak.
Dalam sebuah kriris kebudayaan bangsa ini
adalah semakin punah penggunaan serta pemahaman adat daerah masing-masing.
Bahkan dalam sebuah ulasan di media harian nasional menuliskan, adanya
sekelompok peneliti kebudayaan melakukan kunjungan ke wilayah Indonesia bagian timur. Dimana
dalam perjalanannya bertujuan untuk membuat sebuah catatan tentang eksistensi
adat lokal yang masih bertahan. Proyek
diatas menyiratkan adanya ketakutan jika terdapat kebudaayaan asli hilang
akibat para pewaris tidak mempelajari adat karena zaman yang tidak relevan memakai adat tersebut.
Akibatnya, muncul konflik serumpun melayu kala sebuah ikon budaya dedikasikan
dan diambil alih sebagai budaya khas negara lain.
Saat
ini mindset dalam generasi muda bahwa
adat adalah sesuatu yang bersifat kuno
dan tidak penting dipelajari. Para pemimpin adat yang semakin dilema sosial dalam mengembangkan
nilai-nilai lokal malah semakin terkucilkan. Maka mengambil kutipan yang dikatakan oleh Mursal Esten bahwa selayaknya
adat memang tetap dilestarikan namun dengan cara berfikirnya yang maju (tidak mengekang). Hal ini menyesuaikan
diri dengan kondisi di negara Jepang bahkan negara Cina yang memang mengadopasi nilai-nilai lokal sebagai
identitas diri yang bisa dilihat dunia.
Ikon budaya lokal memang akan bertemu dengan modernisasi maka jalan tengah
yang diambil adalah menyesuaikan diri
antara nilai-nilai lokal dan modernisasi.
Dalam
dialog yang pernah diadakan di UNP April
2012 lalu membahas tentang kearifan lokal dalam Minangkabau. Dalam dialog
tersebut mengungkapkan bahwa nilai-nilai kearifan lokal yang ada di Minangkabau yang ditinggalkan malah mengadopsi nilai budaya
modern tanpa ada penyaringan. Kearifan lokal memang secara nyata banyak
ditinggalkan oleh banyak generasi muda bahkan oleh para birokrat selaku
motivator dalam mengembangkan kearifan lokal tersebut.
Membangun sebuah peradaban memang memiliki
akar dalam membuat perubahan sebagai pijakan dasar. Adat yang memang menjadi identitas bangsa seharusnya
memang dipelihara sebagai identitas wajib warga negara Indonesia. Namun
kemerosotan nilai moral serta ekonominya mengatarkan sebuah kebebasan semu.
Negara tidak lagi dipandang sebagi negara maju.
Maka
dari itu melalui kearifan lokal adalah sebuah pendekatan dalam memahami budaya
sebagai identitas diri. Indonesia yang
memiliki keragaman dalam hal budaya tentu menjadi sebuah acuan terhadap
budaya yang unik di mata dunia. Keunikan
yang tidak dimiliki oleh negara lain
atau bangsa lain menjadi karakter yang
perlu dilestarikan. Ketika melihat pada dua kebudayaan Jepang dan Cina ada
dua hal yang menarik, pertama budaya modernisasi
yang dilakukannya terus maju hingga saat
ini. Kedua, konsistensi culture atau
kearifan lokal sebagai budaya yang
dipegang teguh menjadi sebuah
identitas yang ingin dunia
melihatnya. Intinya ada keterkaiatan antara dua poin diatas dalam
kesehariannya. Modernisasi dan kearifan lokal bukan menjadi lawan yang saling menjatuhkan namun kawan yang saling menguatkan.
Indonesia
sebenarnya memiliki budaya yang bisa
dijual di mata dunia, salah satunya Bali. Namun toh tidak cukup jika hanya mengedapankan Bali sebaai ikon budaya
padahal seluruh wilayah Indonesia unik dengan budayanya. Kecintaan generasi muda dalam
penanaman kearfian lokal adalah tanggungjawab semua pihak. Layaknya Jepang dalam
membuat sebuah perubahan melalui Restorasi
Meiji. Sedangkan Indonesia sedang akan menunggu apakah ia akan konsisten
terhadap budaya kearifan lokal atau memilih modernisasi barat tanpa ada
penyaringan.
Padang,
30 April 2012
No comments:
Post a Comment