Artikel ku : Gengsi



Sebuah prilaku yang  kini hidup dan berkembang ditengah masyarakat. Bahkan boleh jadi gaya hedonis para pejabat yang  beberapa waktu lalu menjadi isu nasional memang berawal dari gengsi. Sikap yang  tidak ingin kalah, serta hendak menyamakan status dalam hal apa pun walau secara real kehidupan yang  ditopang sedang dalam kondisi yang  serba pas. Indonesia mungkin bisa dijadikan sebagai negara percontohan dalam hal gengsi itu sendiri. Dimana dalam data statistik masih mencatatkan bahwa penduduk di negeri ini masih banyak dalam kondisi miskin. Namun sistem kredit murah terhadap kebutuhan Lux tetap terbeli ditengah muramnya ekonomi negeri ini.
Pasar industri luar negeri tetap memprioritaskan negara ini sebagai negara konsumen. Daya beli masyarakat yang  memang bagus menjadi alasan kenapa produk eletronik kian mendominasi. Mungkin salah satunya karena sisi gengsi bangsa ini menjadi prioritas. Sebuah rasa kecemasan kala mendapati seseorang menggunakan peralatan terbaru made in …. Maka alternative dalam memenuhi rasa gengsi kemudian disalurkan juga dalam membeli. Entah pembelian secara kredit 3 kali angsuran atau beberapa kali angsuran. Namun sisi lain dalam pemenuhan dalam hal kesehatan, pendidikan, atau kebutuhan skunder atau primer kian tersisihkan.
Memang gengsi ini muncul karena mendapati sebuah barang yang  tampak serta dilihat secara massal. Lain halnya dengan pemenuhan kebutuhan skunder atau primer yang  secara langsung tidak terlihat kian diabaikan. Pemenuhan rasa kebutuhan manusia yang  terbatas menyebabkan manusia lantas memberikan nafsu kebutuhan demi menjaga gengsi dengan memenuihinya.
Mungkin hal inilah yang  dinamakan kesejangan dalam lingkup sosial masyarakat. Dimana sisi masyarakat yang  kian memajukan modernisasi secara positif, namun sisi negatifnya muncul perasaan kompetisi secara tidak terarah. Kebutuhan masyarakat yang  terbeli maupun terpakai hanya diawali dengan rasa tidak puas serta tidak mau kalah. Penyakit hati yang  terkadang dikenal dengan sebutan SMS (Sedih Melihat Orang Senang). Akibatnya timbul perlombaan dalam kecemburuan sosial yang  tidak tampak. Percontohan akibat gengsi ini pun juga terlihat dalam trend anak muda saat ini. Unsure pendidikan sebagai warnah dalam masa muda kini tertukar dengan gaya pendidikan modern. Mulai dari gaya pakaian, rambut, aksesoris, bahkan dalam ukuran perlatan yang  tidak epnting menjadi bahan kompetisi untuk diperlombakan.
Mungkin inilah sebuah gaya yang  berawal dari penyakit. Dimana hal ini menjadi sebuah kebiasaan yang  akan hidup ditengah gaya hedonis yang  semakin tidak terhindarkan. Maka dari itu, setidaknya harus ada falsafah hidup yang  harus dibawa agar terhindar drai nasib gengsi yang  tidak pernah puas dalam mencapai kebutuhan.
Faktor gizi tidak lagi menjadi sebuah prioritas dalam membangun bangsa yang  miskin dalam peningkatan sdm dengan gizi yang  tinggi. Namun sebaliknya malah menambahkan kebutuhan ekonomi yang  hanya ditenggrai oleh sebuah gengsi. Jika tetangga memiliki motor dengan edisi terbaru, maka ia pun berusaha juga memilikinya walau didapat dengan cara kredit dan dibayar dari uang yang  seharusnya untuk kebutuhan gizi keluarga. Bahkan gengsi anak sekolah kerap membuat ratapan anak kepada orang tua untuk memanjakan anak dengan kebutuhan yang  wah. Namun jika akibat gengsi mulai muncul maka akan muncul seburat penyesalan yang  dirasakan semua orang.
Padang, 21 Februari 2012

No comments:

Post a Comment

Catatan perjalanan : Tempat Pengasinganku adalah Rumahku

( Catatan perjalanan : Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende-NTT ) Perjuangan seperti apa yang bisa dilakukan Dalam keadaan terkucil sep...