Dalam catatan sejarah telah mencatat mahasiswa pada
periode masing-masing membuat sebuah gebrakan dengan menumbangkan sebuah rezim.
Dimana mahasiwa membuat sebuah kesepakatan terhadap kemajuan kesejahteraan
rakyat secara utuh. Mahasiswa angkatan 66, dimana dalam pergesekan zamannya,
mahasiswa ini ikut menumbangkan rezim orde baru era Seokarno. Kondisi
perpolitikan Indonesia masa perang dingin memang menyeret Indonesia dalam dua
kekuatan besar, Uni Soviet dengan aliran komunis dan AS dengan aliran demokrasi
liberalnya. Kemampuan serta kondisi zaman telah mengenang mahasiswa angkatan
1966 sebagai mahasiswa pendobrak sebuah tirani.
Lain halnya dengan mahasiswa angkatan 98 atau
dikenal sebagai mahasiswa reformasi. Dimana mahasiswa yang telah menumbangkan rezim sesudah orde lama,
yakni kekuasaan dari tangan soeharto. Lagi, kekuasaan melalui tangan mahasiswa
sebagai kekuataan people of power.
Kekuatan masyarakat yang menuntut sebuah
keadilan. Maka sejak reformasi bangsa ini dalam lingkup demokrasi yang menempatkan pemerintah dalam sebuah
konstitusi yang terbuka. Intinya kritik
dan pernyataan dilakukan secara terbuka tanpa ada intervensi dari pihak mana
pun. Namun sebuah guratan kekecewaan terhadap zaman pasca refromasi yang berjalan bagi bangsa ini, bahwa sebuah
perubahan hanya berada dalam perubahan yang
tidak tetap. KKN, kemiskinan, bahkan pengangguran tetap menjadi sebuah
penyakit pemerintah yang tidak kunjung
sudah.
Kini, memasuki periode abad millennium tahun 2012
sebuah bibit penolakan kebijakan pemerintah agaknya kian meluas. Dimana pelopornya
tetap dilakukan oleh sang aktor indenpenden, mahasiswa. Beberapa mahasiswa yang berada di berbagai perguruan tinggi secara de facto menolak dengan kebijakan
pemerintah yang tidak merakyat. Terahir
dengan isu kenaikan harga BBM, dimana isu tersebut kini bukanlah isapan jempol
belaka. Kondisi pro-kontra antara pemerintah dan masyarkat toh tetap menaikan harga minyak. Padahal secara umum dapat
diketahui bahwa kenaikan atas nama BBM hanya akan menambah sebuah beban baru
bagi rakyat kalangan menengah ke bawah. Bahkan tidak bisa dipungkiri lagi bahwa
akan memunculkan sebuah gerakan dalam membuat perubahan secara revolusi.
Solusi yang
tidak soluktif melalui pemberian BLT walau dengan menaikan tarifnya
tetap bukanlah jalan tengah terbaik. Kondisi di lapangan yang jelas nyata, dimana mereka orang-orang kaya
rela memasangkan muka miskin agar mendapat tunjangan beberapa ratus ribu
rupiah. Sementara si miskin yang asli
harus berjiba ku dengan adminstrasi birokrasi yang semakin tidak merakyat. Solusi melalui
BLT nyata telah ditolak sebagai jalan
yang diambil oleh pemerintah dalam
memberikan sebuah tawaran perbaikan.
Satu hal yang
perlu diantisipasi adalah menjaga sebuah kepercayaan antara rakyat dengan
pemerintah terpilih melalui demokrasi. Kondisi ketidakpercayaan akan membawa
masalah yang fatal bagi negeri ini.
Permasalahan negeraa yang tampak di
depan rakyat semakin membuat sebuah opini kepercayaan rakyat terhadap sang
pemerintah.
Istilah demokrasi yang merakyat kini hanya dijadikan sebagai bualan
belaka. Dimana hukun yang seharusnya
mengalami reformasi 14 tahun silam hanya sebagai isapan belaka. Bahwa
pemerintah yang mengatasnamakan rakyat
kian menyempit dan luntur seiring dominasi politik busuk yang
terjadi saat ini. Masih terasa ingat bagaimana sebuah pra kondisi
terhadap frustasi publik terjadi dalam sepanjang beberapa bulan terahir. Mulai
dari pembakaran diri mahasiswa dari kampus marhanisme Sondang, dimana ia
memilih mati dengan membakar diri sebagai bentuk muaknya terhadap negera ini
yang tidak selesai dalam menyelesaikan
pelanggaran HAM di Indonesia . Walau ahirnya kematiannya memang tidak menyulut
sebuah konflik setidaknya sebuah ungkapan secara serius menjadi sebuah pertanda.
Lain halnya dengan pristiwa terhadap goresan luka oleh terdakwa tersangakah
korupsi, Sutiyoso oleh salah seorang aktivis LSM dalam sebuah persidangan.
Menarik tentunya, kondisi pra kondisi yang kemungkinan
bisa memicu sebuah trigger . Dimana puncak konflik hanya diambang pintu. Maka perlu
adanya gerakan yang menenangkan dan
memberikan kemenangan bagi rakyat secara umum. Pemerintah yang tidak mampu memberikan sebuah pengembalian
kepercayaan hendaknya mundur dan membuat sebuah gerakan dalam melahirkan tokoh pro
rakyat. jika hal itu tidak dilakukan
maka boleh jadi, memang akana da gerakan dalam memunculkan gerakan mahasiswa di
tahun yang dianggap sacral, tahun 2012.
Padang, 20 Maret 2012
No comments:
Post a Comment