Artikel Ku : Mindset Dzikir dan Ibadah

-->
Dalam novel yang  berjudul Negeri Lima Menara  (2009)  karya  A.Fuadi terdapat potongan sebuah adegan yang  menarik bagi penulis hingga saat ini, dan mungkin inilah salah satu pesan yang  hendak disampaikan oleh si pengarang dalam novelnya tersebut. kepergian Alif beserta ayahnya ke jawa telah mengantarkan mereka pertama kali ke sebuah  pesantren di jawa, Gontor. Dalam lawatan setengah hati itu, Alif memang memilih untuk pesantren di tanah jawa sebagai pengobat duka akibat tidak bisa duduk di bangku SMA. Namun alangkah terkejutnya kala ia melihat pesantren Gontor tidak lah pesantren dengan sekat agama seperti yang  ia bayangkan. Dimana dalam maindset Alif mengenal pesanteran adalah dengan ritual agama sepanjang waktu, Bahkan membiarkan dirinya cukup dengan  ilmu agama tanpa mengecap ilmu non agama. Namun perkenalan sebuah pesantren ini telah membuka mata Alif, sebuah pesantren dengan modernisasi ilmu yang  diterapkannya layaknya sekolah umum. Berbagai aktivitas santri dalam mengembangkan keterampilan mulai dari olaraga, diskusi, kesenian, bahkan dalam bentuk perlombaan tahunan.
Saat itu muncul pertanyaan yang  terlintas Alif, ayahnya bahkan bagi oleh si penulis sendiri, Bagaimana pengajaran agama di pesantren ini? A.Fuadi lantas menjawabnya dalam novel tersebut. Pendidikan agama terletak di hati dan dijalankan dengan ridha Allah SWT. Intinya, pendidikan agama tidak hanya dengan sekedar berdiam dalam tempat ibadah atau melakukan aktivitas taqarub di tempat ibadah saja,  namun agama lebih diwujudkan dalam keseharian. Setidaknya potongan adegan cerita dalam novel ini mencoba menjawab bahwa agama islam memang berfungsi sebagai oksigen yang  penting dan sangat diperlukan demi kelangsungan hidup secara utuh. dimana keberadaan agama tidak hanya terbatas dengan tempat tertentu dalam menjalankannya, namun sebaliknya dalam kehidupan yang  luas.
Dalam kehidupan sehari-hari petikan kata-kata dzikir dan ibadah seolah menjadi sebuah sekat yang  hidup dalam pikiran yang  berkembang dikalangan awam, Bahwa sekat itu adalah ibadah dengan duduk saja di masjid sedangkan dzikir hanya dengan kalimat-kalimat Alqur’an. Pemikiran itu pun semakin menyekat diri dengan batasan ibadah hanya dengan shalat saja sedangkan dzikir dengan cara bertasbih tahmid,  dan takbir. Perkembangan ini lah memberikan batasan bahwa hidup saat ini bahwa ibadah dan dzikir hanya terbatas pada satu tempat saja.
Dalam surat Adzariat ayat 56 Allah SWT mengatakan “ Tidaklah aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembahku”.  dan  firman Allah SWT dalam surat Al Baqarah ayat 152 mengatakan “ Maka ingatlah kepada-KU, AKU pun akan ingat kepadamu. bersyukurah kepada-KU dan jangan ingkar kepada-KU”. Dua firman Allah SWT diatas merupakan himbauan sang pencipta kepada para hamba-NYA dalam ibadah maupun dalam dzikir. Dimana keduanya ternyata memiliki makna yang  luas dalam pengertiannya.   


Memaknai konsep yang   pertama yakni ibadah, seperti tertulis daam  surat Adzariat di atas bahwa penciptaan mahluk di bumi ini adalah untuk menyembah kepada sang pencipta yakni ALLAH SWT, dimana kata-kata menyembah sebagai bentuk luasnya ibadah yang  dilakukan. perbuatan  dimulai sejak membuka mata hingga kembali tidur, dimana rentan waktu tersebut akan selalu dicatat oleh kedua malaikat. Dimana dalam pengertian ibadah itu sendiri terbagi atas tiga pokok utama yakni ibadah hati, ibadah secara lisan, dan ibadah anggota badan. Tentu jika menyatakan bahwa ibadah kepada Allah SWT hanya dilakukan  di masjid maka ibadah masih dalam tataran ibadah dalam bentuk habbluminnallah. Padahal ibadah dalam melakukan habbluminnas juga diperlukan.  Mungkin teringat dengan sentilan ibadah seperti ini sama halnya karya cerpen Robohnya Surau Kami yang  ditulis oleh sastrawan minangkabau A.A. Navis.  Dalam cerita ini AA Navis s membuka sebuah paradigam berfikir dalam beribadah kepada sang pencipta. Ia mencoba memperumpamakan kehidupan orang yang  beribadah dalam masjid,  namun  sisi lain ibadah dalam tanggungjawabnya kepada keluarga, masyarakat dan dirinya membuat ia terlantar. Ahir cerita A.A Navis menampilkan bahwa Abid(ahli ibadah_red) tersebut masuk ke neraka karena kelalaiannya terhadap tanggung jawab didunia, dimana ibadah yang  dilakukan adalah ibadah yang  hanya dilakukan dengan ritual yang  menjadi rukun ibadah.
Selanjutnya konsep dzikir yang  dijelaskan dalam surat Al-Baqarah di atas, kata-kata dzikir mempunyai arti mengingat sang pencipta yakni Allah SWT.  Secara biasa dzikir yang  biasa dilakukan adalah dengan melalui lafadz takbir, tahmid, dan tasbih.  Tentu tujuannya adalah taqarub yakni mendekatkan diri manusia kepada Allah SWT. Namun apakah dzikir yang  dilakukan hanya dengan lafadz tersebut jika berada dalam aktivitas harian. Rasanya tidak, bahkan lebih luas lagi perumpaan dzikir adalah hati yang  selalu terpaut dengan Tuhannya dan selalu merasa didekatnya.  Misalkan dengan aktivitas mahasiswa dalam mengikuti ujian ahir semester, jika ia  senantiasa mengingat Allah SWT, maka ia akan selalu berusaha jujur dalam mengerjakan soal dalam ujian tersebut. sebaliknya jika rasa ingat Allah SWT telah pudar maka tidak ada rasa malu atau segan untuk melakukan kecurangan. Mengingat Allah SWT pun bahkan dalam kondisi psikologi senang atau dalam keadaan duka. Cara demikianlah akan membuat manusia akan memiliki kondisi spiritual yang  mampu memberikan energi positif dalam kehidupan sehari-hari.
Namun dalam proses ibadah yang  dilakukan ini memiliki takaran tersendiri, khususnya amal pahala yang  menjadi tujuan umat muslim. Takaran ini lah yang  mengutamakan bagaimana seorang muslim mampu membawa dirinya menjaga keseimbangan antara dunia dan ahirat. Dimana ajaran islam tidak ada pengekangan terhadap kejayaan di dunia. Cuma satu hal yakni manusia mampu menjaga keseimbangan dalam melakukan ibadah kepada Allah SWT. Dzikir dan ibadah memang lazim dilakukan di tempat ibadah kerana di tempat etrsebut ia akan mendapat ketenangan secara spiritual. Walau seperti itu bukan berarti bahwa ketika keluar dari bilik tempat ibadah ia akankehilangan dalam melakukan ibadah dan dzikir secara tersirat.
Sama halnya jika membaca Novel Negeri Lima Menara  maka setiap pembaca akan melihat sebuah sistem dalam pesantren yang  tidak hanya menampilkan terhadap ritual agama yang  monoton. Sebaliknya sebuah kegiatan dinamis yang  bernafaskan islam menjadi denyut nadi pesantren tersebut. Dalam menjalani kehidupan pesantren para santri memiliki peran juga dalam melaksanakan kegiatan seperti bola, pramuka, dan lain sebagainya. Sebuah paradigma yang  terus dihidupkan bahwa dengan pendidikan pesantren yang  menganut sistem Boarding School untuk membentuk sebuah karakter. Kemudian memperkenalkan dzikir dan ibadah dalam bentuk kehidupan nyata.
Konsep agama yang  hidup dalam kehidupan manusia adalah sebuah pendekatan secara spiritual. Dimana pendekatan emosi ini akan memberikan sebuah ketenangan dalam melakukan aktivitas. Perubahan kehidupan yang  sering berputar kerap membuat manusia mencari cara menjadi yang  terbaik, atau menjadi manusian yang  tidak tersingkir dalam persaingan. Akibatnya batasan untuk melakukan hal yang  baik atau buruk demi mencapai terbaik menjadi sebuah bayang yang  samar-samar. Spritualisasi dalam menjalankan agama lantas terpinggirkan dan hanya hidup dalam beberapa kegiatan ritual seperti pernikahan, kematian, atau syukuran. Maka dari itu cara sederhana dalam mendekatkan diri dengan sang pencipta tentu dengan pemahaman agama secara baik.
Dalam kurun waktu yang  singkat film-fim bahkan novel yang  bertemakan islam menjadi sebuah konsumsi yang  menarik minat masyarakat. Tentu banyak faktor kenapa hal ini bisa terjadi, salah satunya gaya penulisan yang  modern, dimana memperkenalkan agama tidak hanya dengan ritual ibadah secara monoton namun secara lebih luas.  Cerita yang  bernafaskan Islam menjadi air yang  memberikan kesegaran dalam padang hati yang  tandus serta gersang. Gaya pencitraan Islam yang  mampu menjadi agama spiritual menjadi sebuah kenyataan yang  tidak bisa disangkal.  Sayangnya  konsumsi film serta dampak jauh dari penggambaran tersebut masih dalam hasil yang  minim. Masyarakat yang  hedonis serta perubahan serta pengaruh internal bahkan aksternal dalam mempengaruhi budaya negeri yang  mayoritas muslim menjadi hilang arah.

Penulis Mahasiswa Universitas Negeri Padang 

No comments:

Post a Comment

Catatan perjalanan : Tempat Pengasinganku adalah Rumahku

( Catatan perjalanan : Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende-NTT ) Perjuangan seperti apa yang bisa dilakukan Dalam keadaan terkucil sep...