Secara
garis besar saat ini bangsa Indonesia mengalami berbagai krisis yang belum usai salah satunya krisis terhadap
pengangguran yang kian bertambah. Dimana
sektor pekerjaan saat ini banyak diisi oleh tenaga kerja terlatih namun salah
sasaran. Pilihan hidup yang menyebabkan
pilihan terhadap pekerjaan yang
didapatkan walau tidak sesuai dengan ukuran pendidikan yang diperolehnya. Berbicara tentang krisis pengangguran
terdidik menjadi sebuah dilemma yang
berkepanjangan. Krisis pengangguran akibat teori kemiskinan tetap terus
berlanjut, dimana pada awalnya menyatakan
bahwa kemiskinan di Indonesia adalah akibat pendidikan rendah bahkan tidak
memenuhi kecukupan yakni baca-tulis-hitung. Namun kini saat tamatan pendidikan
semakin banyak bahkan dari tingkat perguruan tinggi malah masih menyisahkan jua
krisis kemiskinan yang berorientasi
kepada pengangguran.
Jika
membahas pengangguran kaum terdidik
teringat kala mendengarkan senandung yang
dibuat oleh Iwan Fals. Lewat senandung yang bertemakan sosial Iwan Fals mengajak
pendengar untuk ikut memahami bagaimana kondisi realitas sosial itu terjadi.
Krisis SDM yang berkepanjangan tentu
bukan cerita baru yang diungkapkan oleh Iwan
Fals, namun hal tersebut yang acap kali
menghiasi media cetak maupun eletronik bahwa ketinggalan bangsa ini akibat
krisis SDM. Cetakan sarjana yang keluar
ribuan orang per tahunnya masih belum mumpuni untuk mengangkat harga diri
bangsa untuk keluar dari dilemma yang
dinamakan krisis multidimensional ini.
Senandung
yang digambarkan melalui judul sarjana muda Iwan Fals mengatakan bahwa ketika ijazah
pendidikan perguruan tinggi yang
diperoleh menjadi lembaran kertas tiada guna. Lagu juga menyiratkan
berbagai pesan disampaikan baik kepada masyarakat umum atau bagi kaum muda
yang melanjutkn pendidikan ke perguruan
tinggi. Bagi penulis dari pesan yang ia
sampaikan lewat lagu tersebut adalah sebuah semangat bahwa ia mampu tularkan kepada mahasiswa baik
saat menjalani pendidikan atau saat tamat nantinya. Sebuah spirit yang diukur dengan sebuah semangat tidak hanya
dengan sebuah semangat polos saja namun sebuah harapan yang dijual kepada msayarakat luas.
Mahasiswa
adalah hasil produk jika memberi istilah, dimana keberadaan ia sebagai agen
perubahan menjawab tantangan zaman tersebut. Maka bukanlah hasil maksimal jika
mahasiswa masih berkelakar dengan budaya lama tanpa membawa hal baru. Maka dari
itu, Seiring perkembangan waktu saat ini tentunya dapat menjadi sebuah
peringatan bahwa saat ini dunia saling berkompetisi. Bahkan decak kakaguman
melihat kompetisi terlihat bahwa tidak hanya mahasiswa yang berani untuk menunjukan kompetsisinya namun juga
kalangan pelajar. Kompetisi yang memulai
dengan hal baru ujungnya adalah menjadi nilai guna ke dalam masyarakat global
nantinya. Kala itu timbul sebuah pemahaman bahwa sebuah kesulitan jika masih
berfikir hanya dengan ijazah saja untuk membangun sebuah perubahan tanpa ilmu
yang didapatkannya.
Maka
dari itu, memahami mahasiswa idealnya adalah mahasiswa yang mampu dan paham bagaimana mengenal realitas
sosial saat ini. Mengenal jiwa zaman sekarang adalah dunia penuh dengan kompetisi yang mengantaran kepada pilihan
terbaiknya. Menilai lebih jauh bahwa keberadaan mahasiswa tidak hanya sebagai
pelanjut dari sebuah tradisi miring yang
tidak lagi laku di jual. Sebaliknya
mahasiswa mampu menjual hal baru yang
sesuai dengan kebutuhan saat ini. Jika hanya menjadi mahasiswa pelanjut
tradisi maka terkesan bahwa produk mahasiswa hanya berfikir secara statis saja.
Maka tidak jarang melihat mahasiswa hanya sebagai pejalan saja tanpa ada
perubahan.
Banyaknya
pengangguran terdidik akan muncul kala rasa untuk membuat sebuah sentuhan kecil
untuk perubahan itu hilang. Maka sebuah gagasan timbul bahwa lulusan mahasiswa
hanya akan menjadi pencari kerja, sebuah kalimat subjek yang menandakan bahwa si mahasiswa itu sebagai
pekerja dan meminta sebuah rasa iba untuk menariknya dalam siklus kerja dalam masyarakat.
No comments:
Post a Comment