Lepas
sebulan sejak berahir Pesantren Ramadhan (Pesram) 2011 di kota Padang ini. Suasana
keramaian anak-anak dari tingkat SD,SMP, dan SMA kala ramadhan sudah lama
berahir. Alhasil surau-surau atau mesjid dan mushala kini kembali dalam kondisi
yang normal seperti biasa. Hanya terdapat
beberapa laki-laki paruh baya serta ibu-ibu yang memang menjadi ahli ibadah (abid) tetap di
masjid tersebut. Sebuah pertanyaan yang bertanya kemana mereka? Kata jamak,
yang ditujukan kepada ribuan anak
sekolah sentero kota Padang yang kini
menghilang tak lagi berada dalam lingkungan masjid. Alasannya pun beragam kala
mejawabnya. Banyaknya Pekerjaan sekolah, hingga jadwal non akademik yang kian ditambah. Tidak hanya siswa/i yang akan mejawabnya namun juga pembenaran dari
pihak orang tua yang memang membiarkan
anak-anaknya mencari kesibukan akademik dalam mendorong prestasinya. Hal
semacam ini berlangsung tiap tahunnya. Agaknya memang butuh sebuah kerja keras
dalam mewujudkan sebuah siklus religi yang
mumpuni dalam mengembalikan sebuah keramaian masjid.
Kebijakan
pemerintah kota Padang dalam memperhatikan pendidikan anak dan remaja sebagai
priroritas dalam menumbuhkan pendidikan karakter cukup mengesankan. kebijakan
berupaa pendekatan secara religi bisa dikatakan sebagai sebuah kebijakan modernisasi
dalam pendidikan surau kian digalakan oleh pemerintah Sumbar saat ini.
Maka
selepas Pesram para siswa/i kembali
dimasukan dalam sebuah kegiatan mingguan yakni wirid remaja. kegiatan yang memang sebagai follow up dari pesram. tata cara yang dibuat pun hampir serupa dengan kegiatan
pesram. Namun terdapat titik penting dalam kebijakan ini yakni, sampai dimana
wirid ini telah berjalan? Tentu akan bervariasi sebagaimana kegiatan Pesram.
Dimana kegiatan wirid remaja memiliki sisi yang
berbeda-beda. Kebijakan terbaru dalam penekanan wirid remaj pada
semester genap 2010/2011 nanti akan menjadi sebuah pencerminan bagaimana wirid
ini akan berjalan. Keharusan setiap masjid dan mushalla untuk melaksanakan
wirid remaj kini mengalami sebuah ketimpangan dalam hal pelaksanaan. Dimana
tidak semua masjid dan mushalla menjadi ikon yang ingin membantu dalam membuat sebuah kegiatan
bagi anak remaja binaan lingkungan tersebut.
Disinilah
penulis mengatakan bahwa terdapat konsep modernisasi dalam wirid yang memang tidak dipahami oleh masing-masing
pihak pembuat kebijakan maupun pelaksana kegiatan yang berimbas pada tatanan masyarakat yang enggan dalam mengadakan kegiatan ini.
Dalam
konsep wirid remaja yang memang salah
satu dari modernisasi dalam meningkatakan para remaja untuk ke surau seharusnya
memang perlu didukung oleh semua elemen masyarakat. Tentunya dengan cara
yang memberikan pemahaman bagaimana
fungsi dalam kegiatan tersebut, tidak sebaliknya menggunakan intimidasi berupa
teknan pad nilai ahir pada akademik atau tekanan lainnay yang jauh dari unsur dalam pendidikan. dimana
seharusnya dengan pemahman tersebut anak akan lebih aktiv serta paham dalam
bersikap dan menjalankan setiap kegiatan yang
mmenag bertjuan pembinaan dari generasi muda agar tidak terpengaruh dari
efek negative dari modernisasi yang buta
sehingga tidak bisa memilah mana hal yang
berakibat baik dan amna yang
berakibat buruk.
Bagi
penulis dalam kegiatan modernisasi pendidikan surau haruslah menyesuaikan
dengan kondisi psikologi pada anak. Khusuny pada jiwa naak yang berkmbang dalam siklus remaja. Apalgi dalam
kondisi kekinian remaja rentan dan dekat sekali dengan modernisasi yang bias layaknya mata pisau, bisa berakibat baik
dan berakibat buruk. Sebuah kebosanan dalam diri remaja akibat sebuah pola
belajar yang mononton menjaid sebab
kenapa anak bisa alas dan tidak bisa mengambangkan pola pikirnya. Maka dari itu
dalam konsep modernisasi pendidikan surau mampu mengakomodir terhadap kebutuhan
remaja yang rentan terhadap pergaulan
luas.
Inti
dalam pendidikan surau sebenarnya hanya tiga hal besar saja, ibadah, ahlak, dan
bacaan al quran. Ketiganya menjadi kunci dalam pembkalan remaja dalam menjaga
diri dari prilaku menyimpang. Dari tiga hal di atas tentu sangat akan berebda
jika melihat dalam diri remaj,anak-anak, dewasa, serta orang tua. dimana polay
harus dilakukan dalam diri remaja sangat berbeda dengan pola yang ada dalam pendidikan anak-anak ngaji. Maka dari siniah akan dipahami
abgaimana menagtur pola hubungan yang
seragam.
Peletakan
dasar agma yang baik terdapat dalam
siklus masa anak-anak hingga remaja. Maka dalam mewujudkan hal tersebut butuh
pendekatan yang memnag sesuai dengan
kbeutuhan anak-anak. Pelaksanan wirid remaja misalkan, tidak harus menjadi
ajang yang hanya membahas pada satu topic
dasar saja. Sebaliknay mampun= menjaidkan wirid remaja sebagai dasar dalam
menegmabagkan topic yang dinamis.
Menjadikan surau tida ahnya untuk kegiatan ibadah secra perbuatan namun juga
dalam pmikiran abhkan mamu mejadi ajang dala mengasah potensi dalam anak.
Kedkatan inilah yang sedikit banyaka kan
mneunbuhkan kedekatan anatar anak adan surau.
Surau
tidak hanya dijadikan sebagai tempat para ahli ibadah saja, namun juga tempata
para alim atau orang-orang yang menuntut
ilmu. Penghargaan dalam agama islam menjadikan sebuah mejlis ilmu dengan
derajat yang tinggi. Bahkan perbandingan
dalam rang alim sanagt berebda ketimbang dengan orang abid.
Masjid
adalah sarana untuk berkomunikasi, berkomunikasi yang memili adab masjid sehingag kala memulai
majlis ilmu mnejadi lebih lapang serta menciptakan sebuah silus yang menyenagkan dalam meuntut ilmu di masjid.
Seperti itulah moderniasi dalam pendidikan surau saat ini. penekanan erhadap
ibadah seharusnya mampu menjadi pengathuan yang
baru bagi anak anntinya.
Sekali
lagi hal iniakan sulit jika hany satu tangan yang beregrak amka dari butuh tangan yang lain
yang memiliki peduli dalam menciptakan
SDM yang memiliki kualitas dalam
mengangkat harga diri bangsa ini. dimana sakral enjadi penekanan bangsa ini,
bahw amoral mampu menjadi sebuah cermin bagai bangsa lain abgaimana bangsa ini
akan berkembang.
No comments:
Post a Comment