Artikel Ku : Hukum Buat Si Sandal


Masih teringat kala penulis menemukan jawaban, kenapa patung seorang wanita yang  terletak dalam pengadilan yakni disamping seorang hakim tertutup dengan kain hitam. Jawabannya singkat saja, bahwa penegakan hukum tidak pandang bulu, tidak melihat pangkat, ras, harta, atau umur. Maka dari itu payung hukum memang diperuntukan bagi seluruh kebutuhan manusia agar terjamin keselamatan, kenyamanan, dan terutama dalam hal keamanan. Oleh karena negara sepatutya menjadi penegak sbeuah hukum agar terhindar dari kerusakan sosial yang  akut.
Ranah tanah air kembali dihebohkan dengan sebuah kasus tentang pencurian sebuah sandal. Dimana terjadi kasus pencurian sandal yang tersebut dilakukan oleh Aal, pelajar tingkat SMKN 3 Palu. ia tertangkap karena berani mencuri sandal milik petugas keamanan yakni brimob pada beberapa waktu lalu. Alhasil pengadilan memutuskan bahwa si anak yang  masih dibawah umur dituntut dengan hukuman 5 tahun penjara, namun sidang ahirnya memberikan sanksi dengan pembinaan terhadap Aal kepada orang tuanya. Sontak kasus yang  menimpah Aal Membuat seluruh rakyat di indonesia mengalami sebuah kegemparan sosial. Penegakan hukum atas Aal ditengah Kondisi ekonomi, politik, sosial, serta pendidikan morat arit. belum lagi perbandingan dengan kasus korupsi para pejabat tinggi yang  belum terjamah rel jeruji, sedangkan perkara sandal jepit lebih mudah memasukan anak tersebut dalam kurungan yakni 5 kali puasa wajib atau lima tahun.
Gerakan pembelaan terhadap Aal dimotori oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia KPAI. Komnas HAM dibawah lindungannya mencoba  memberikan perlindungan pada anak tersebut. Bahkan dalam sebuah sosialisasi gerakan ini ia mengajak masyarakat untuk mengumpulkan ratusan sandal sebagai gantinya. Tuntutan masyarakat kian melebar dalam membebaskan siswa tersebut, kemarahan masyarakat merujuk kepada kasus-kasus hukum yang  tidak terselesaikan baik korupsi pejabat maupun pelanggaran HAM. kelambanan dalam penyelesaian  jelas merugikan rakyat indonesia dalam pemenuhan kesamarataan penegakan hukum. Kejayaan korupsi yang  kian subur malah semakin melemahkan lembaga hukum maupun aparatur pemerintah. Akibatnya kesenjangan sosial lebih banyak terjadi dan muncul suara bersama dalam masyarakat.
 Pencurian yang  dilakukan oleh pejabat berdasi tidak hanya merugikan negara namun juga hak-hak rakyat indonesia secara langsung. Jika melihat kondisi masyarakat indonesia yang  memang frustasi dan mengalami tertekan secara mental terhadap penyakit bernama korupsi, dimana penyakit ini seolah menjadi budaya yang  biasa saja dikalangan birokrat. Maka hal wajar sekirannya jika payung hukum yang  berat sebelah dalam memandang anatra perkara pidana ringan atau berat.
Walau seperti itu idealnya memang sesudah tindakan kriminal layak mendapat hukuman yang  sesuai dengan aturan yakni UU yang   berlaku. Negeri ini bukanlah  negeri rimba, dimana aturan hukum dibuat berdasarkan kekuatan yang  terkuat. Aturan rimba yang  menghalalkan perubahan hukum atas dasar kekuatan. Maka dari itu negeri yang  memang memiliki sisi kualitas sebagai negara demokrasi memiliki ketegasan dalam melakukan penegakan hukum. Sistem demorasi yang  kita anut adalah demokrasi kerakyatan dimana demokrasi memang diperuntukan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Penjatuhan vonis terhadap Aal serta munculnya gerakan sumbangan sandal menjadi sebuah tamparan yang  keras bagi penegak hukum di Indonesia . Penulis rasa jika melihat kasus Aal yang  memang melakukan pencurian maka itu adalah sebuah kesalahan. Oleh karena itu harus segera diproses, dan ahirnya turun keputusan sidang. Namun publik menjadi terheran dalam benak mereka, kenapa kasus Aal mengalami vonis yang  mudah serta tidak berbelit. Sebaliknya investigasi yang  dilakukan oleh satuan-satuan khusus dalam melakukan penyelidikan korupsi serta pelanggaran HAM hanya jalan ditempat. Padahal bukti serta fakta telah nampak di mata publik. Alhasil ini adalah sebuah tamparan kala masyarakat indonesia rela menjadi benteng pertahanan dalam membela Aal. Puluhan, ratusan, bahkan ribuan sandal siap untuk menjadi pendamping dalam membela Aal.   
Hukum yang  tidak pandang bulu malah kini menjadi hukum yang  cacat dalam aplikasi. Bahwa payung hukum hanya diperuntukan bagi golongan tertentu. Keringanan hukum hanya diterima oleh golongan atas dan sedikit dirasakan masyarakat pinggiran. Maka dari itu sebagai bukti tamparan hukum kini melalui kasus Aal melalui sandal jepit pak brimob.
Beberapa kali diadakan tes survey yang  dilakukan baik media nasional maupun daerah dalam mengukur tingkat kepercayaan terhadap kinerja aparatur pemerintahan serta hukum. hasil yang  diperolah masyarkat tidak mempercayai sistem hukum di negeri ini. budaya materi atau suap menjadi jalan mulus dalam menghindar dari jeratan hukum. terdakwa yang  memang seolah birokrat ia mempunyai kekuatan layaknya raja hutan. Namun sebaliknya golongan menengah ke bawah hanya menjadi bagian masyarakat yang  tidak bisa mengelak dari hukum apabila ia bersalah.

Padang, 25 Januari 2012

No comments:

Post a Comment

Catatan perjalanan : Tempat Pengasinganku adalah Rumahku

( Catatan perjalanan : Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende-NTT ) Perjuangan seperti apa yang bisa dilakukan Dalam keadaan terkucil sep...