Menarik tentunya jika melihat kondisi pemerintahan yang erat dengan perpolitikan dewasa ini. Dimana
rakyat banyak disungguhi dengan panggung pmerintahan ala dramaturgi.
Halaman-halaman media massa baik cetak maupun eletronik tetap menampilkan
perkembangan kasus korupsi yang tidak
pernah tuntas. Dugaan suap terhadap
pemilihan Deputi Senior Bank Indonesia (BI) terpilih Miranda Gultom menyeret Nunung
Nurbaeti sebagai aktor yang bermain
dalam kasus ini. Lain lagi dengan nasib M.Nazarudin, mantan bendahara Partai
Demokrat yang masih duduk di kursi persakitan karena terlibat kasus korupsi proyek pembangunan Wisma
Atlet SEA GAMES di Palembang tahun lalu. Dari sederet kasus aktual diatas, apakah
akan ada penyelesaian yang adil? Jika
melihat kondisi perkembangan kasus korupsi masa lalu di Indonesia yang hanya menguap dan hilang dari permukaan (tidak
tuntas_red).
Dalam sederet kasus ini memang perlu belajar pada
sejarah, dimana kasus ini tetap milik kepentingan penguasa dalam permainan
tingkat tinggi. Bahkan penulis menilai bahwa kasus in sebuah siklus tentang kesetiaan
dalam sebuah ikatan. Dalam buku
Teori-Teori Ilmu Sosial karangan Peter Burke menjelaskan konsep yang hidup ditengah budaya korup, yakni patronase. Dimana dalam penggambarannya,
bahwa korupsi yang berkembang dalam
tubuh pemerintahan karena adanya keterkaitan patron (penguasa) dan klien
(pengikut). Adanya saling keterkaitan dan kebutuhan. Maka korupsi yang melibatkan seorang patron cukup dilakukan atau diakui oleh seorang klien. Maka tidak heran jika pelaku
yang terlibat terdiri dari kalangan
politisi tingkat atas bahkan birokrat terpilih tidak akan tersentuh. Adanya
kesetian dalam patronase maka
cukuplah mengambil satu aktor yang tidak
lain adalah tumbal.
Akankah ada kesetiaan yang kekal tanpa adanya ikatan?, maka jawabannya
pun tidak. Ungkapan ini serasa cocok untuk digunakan dalam keseharian, dimana
kesetiaan sebagai wujud komitmen dalam membangun saling kepercayaan. Maka
melalui ikatan itu yang mendorong manusia untuk saling memberikan
perlindungan dan pertolongan agar ikatan tersebut tetap langgeng.
Zaman pra reformasi, masyarakat diikat dalam satu
kekuasaan birokrat besar bernama zaman orde baru. Kesetiaan masyarakat telah
terikat dalam satu kekuasaan yang
terlihat feodal. Maka dalam konsepsi kesehariannya muncul istilah ABS (Asal
Bapak Senang), sebuah prilaku yang
tunduk dan setia dengan setiap kebijakan yang dilakukan. Maka ahirnya kesetiaan pada satu
kekuasaan hanya melahirkan kesetiaan yang
tidak kekal, malah semakin luntur.
Maka ikatan kesetiaan dalam banyak kasus korupsi
adalah bagian dari wujud kesetiaan patronase.
Saling keterikatan dan keterkaitan membuat kasus-kasus akan mandeg ditengah jalan. Ahirnya
masyarakat sebagai penonton hanya akan menyaksikan dramaturgi politik yang berahir dengan bersambung . Tanpa ada
kelanjutan yang jelas, dan diganti dengan
kasus dramaturgi yang baru. Kisah yang
bermula dari kesetiaan dalam sebuah hubungan penguasa terhadap para
pengikut yang ikut menimati royalti
kejahatan akibat kesetiaan tersebut.
Padang, 20 April 2012
No comments:
Post a Comment